TWENTY ONE

59 5 0
                                    

Lapangan Pleburan di dekat kampus Undip cerah ceria dan semarak banget hari Minggu sore itu. Gara-gara pertandingan bola persahabatan antara tim Komunikasi Undip melawan Komunikasi UGM, seisi Semarang seolah tumplek bleg ke situ semua. Penonton nggak cuman datang dari FISIP Undip tok, tapi juga dari fakultas lain bahkan dari kampus lain. Terlihat berbaur dengan para penonton adalah mahasiswa-mahasiswa Unika, Untag, Udinus, Unnes, dan juga Unaki. Mereka emang diundang ama panitia. Nggak heran sebagian besar pada pake jas almamater masing-masing.

Tim UGM juga bawa suporter sendiri. Mereka datang pake dua buah bus. Dan meski mendukung tim yang saling berlawanan, suporter UGM akhirnya ngumpul jadi satu dengan suporter Undip. Sambil berhahahihi mereka saling kenalan satu sama lain. Beberapa di antaranya pada ketemu kawan lama pas zaman SMP atau SMA dan dengan heboh berteriak, "Lho, kamu sekarang di UGM tho!?" atau sebaliknya.

Para jomblo dari kedua belah pihak sama-sama memanfaatkan momen penting itu untuk mencari mangsa. Tak lama kemudian, mereka udah pada mengambil tempat strategis untuk mojok dan nggak ambil pusing pada pertandingan di lapangan. Kegiatan pertama yang dilakukan para kenalan baru itu adalah, apa lagi kalo bukan, saling bertukar nomor HP.

Kayak kesepakatan kemaren, Elan bener-bener ditaruh di bangku cadangan dan menurut rencana sama sekali nggak akan dimainkan. Padahal kalo ia ikut turun, keadaan pertandingan pasti akan langsung berubah karena ia (tadinya) betul-betul pemain bola pro, nggak kayak anak-anak lain yang main bola cuman karena hobi.

Karena hanya merupakan "figuran", Elan pun jadinya lebih suka bersikap cuek terhadap situasi di lapangan. Bukannya duduk di bangku cadangan pinggir lapangan bareng anggota tim lainnya, ia justru nongkrong bareng cewek-cewek panitia yang kebagian jatah mengurus logistik. Ia ribut bercanda sampai mereka pada ketawa histeris.

Cewek-cewek panitia seksi snack dari UGM pun ikut gabung semeja dengan mereka, dan langsung ikut heboh bareng Elan. Karena orang sana ternyata sama gokilnya, maka akhirnya mereka pun bisa saling akrab dengan cepat sekali.

Di lapangan hijau, pertandingan berjalan untuk keunggulan kesebelasan UGM. Mereka yang pake seragam merah-merah unggul 2-0 atas tim Undip yang pake seragam putih-hitam mirip Tim Panzer Jerman. Mereka emang main jauh lebih bagus daripada tim tuan rumah. Masuk menit ke-80, atau menit ke-35 babak kedua, bencana menimpa anak-anak Undip.

Endro yang bertugas jadi kiper mengalami cedera. Kaki kirinya keseleo agak berat pas tabrakan dengan penyerang UGM bernomor 10. Ipang yang sama sekali bukan pemain bola dan aslinya adalah anak band pun terpaksa turun ke bawah mistar menggantikan posisi Endro. Ia pake kaos kiper bernomor 20.

Karena emang urusan bola bukan bidangnya, gaya dia pun kikuk dan kacau sekali. Kalo pas tim Undip diserang, Ipang justru berkaok-kaok ketakutan dan bukannya bersiaga menunggu datangnya tembakan lawan. Bahkan nggak jarang ia berdiri berjaga-jaga di luar wilayah gawang atau justru di dalam jaring. Para penonton pun ketawa riuh dan menjulukinya sebagai Kiper "Kuburan"!

"Kamu kiper apa orang jualan sate!?" celetuk salah seorang suporter Undip yang berdiri persis di belakang gawang.

"Salah, dia bukan tukang jualan sate!" sahut penonton lain. "Gayanya tu lebih mirip kuli angkat junjung di Pasar Johar! Tu kan? Cara dia membungkuk itu kan kayak kuli waktu angkut-angkut beras!"

Ipang menggeram gondok luar biasa.

Para penonton ketawa riuh.

"Ayo, taruhan gopek-an! Berapa gol yang bakalan masuk ke sini!?"

"Dua!"

"Empat!"

"Enam, enam!!"

"Sembilan!"

The Rain WithinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang