Elan menguap lebar. Dunia serasa gelap pekat. Ia menoleh ke arah jam dinding. Padahal baru pukul 22.00, kenapa ia udah sengantuk ini? Dulu ia baru ngantuk selepas jam satu pagi. Sekarang ia udah bakal langsung habis begitu jarum jam melewati angka sembilan.
Apa ini juga efek Black Saturday Night itu ya? Bodo, ah! Ngantuk ya ngantuk. Itu sudah merupakan panggilan alam. Ia menyimpan game GTA-nya, lalu mematikan komputer dan lampu kamar sehingga suasana bener-bener gelap kecuali seleret cahaya terang dari lampu neon ruang tengah yang menyelinap dari celah ventilasi pintu.
Ia berbaring, lalu mencoba memejamkan mata. Sayang usahanya gagal. Bayangan dua wajah mengganjal matanya dan tahu-tahu mengusir kantuknya entah ke mana.
Rainie, gadis di kios tambal ban. Dia sangat manis dan harusnya bisa jadi "harapan" baru. Tapi nggak tau kenapa, Elan bener-bener nggak bisa merasakan apapun yang istimewa.
Perasaannya justru baru bisa muncul sesudah tadi ketemu dengan Wening. Tentu saja, bukan perasaan yang menyenangkan. Sesudah beberapa saat ilang, ingatan tentang gadis itu kembali menghuni benaknya.
Dan ia hanya bisa mengeluh panjang. Biar apapun yang terjadi, satu nama itu tetep aja punya tempat khusus di hatinya. Still in love... Mungkin dia bahkan true love-nya. Tapi apa yang namanya true love harus bikin hidup menyengsarakan seperti ini?
Terlebih karena hidupnya bener-bener tengah sampai di titik nadir yang paling menyedihkan.
Lalu ponselnya bergetar. Ada pesan masuk. Ia lihat ke layar. Nomor tak dikenal. Isinya pendek,
can we be friends again...?
Dahi Elan berkerut heran. Ia membalasnya sama ringkas,
sapa ney?
Ia diam menunggu sambil membayangkan wajah Wening. Nggak sampai 20 detik, balasan dari sana udah nyampe. Dan satu kata yang tertulis di situ membuat jantungnya berkelojotan parah,
wening
Elan meringis. Baru ia ingat lagi, akhiran "219" itu emang nomor ponsel Wening. Dulu ia hapal luar kepala. Begitu penembakannya mental dan mereka jadi jauh, nomor itu ia hapus dari address book HP-nya. Sekarang Wening pasti tahu kalo Elan pengin bener-bener menghapusnya dari ingatan.
Setelah menarik napas panjang dan kembali merekam nomor itu di bawah nama "wening" (dulu pake nama "b@by"!), Elan ngirim balasan,
knapa? bukannya udah dari dulu jadi teman?
Elan menunggu. Balasannya datang cepat sekali,
tp km skrg jadi beda
Elan merenung dan menggaruk pelipisnya. Ia perlu mengedit ulang beberapa kata terlebih dulu sebelum mengetikkan,
maap. tp berat klo org yg kamu sayangi udah jadi milik org lain :(
Kali ini jawaban dari sana datang agak lama sampai hampir lima menit. Kalimat Elan pasti bikin Wening mikir dalem banget. Selain itu karena balasan yang ditulis Wening emang panjang,
i undrstd. bsok bs ga ktmuan di kmps? at 11. abis ini ga bs bls lg. pls abis. sorry. met bobo ya? gudnait!
Elan tersenyum. "Gudnait" itu kata-kata khas mereka dulu untuk menggantikan "good night". Selain itu ada juga "mobailfon" (mobile phone alias HP!), "siyutumoro", dan "halah, lha iyes to yes!" (niru Timbul Srimulat!).
Sambil tetap tersenyum, Elan mengetikkan,
oke. hev e nais drim...
Elan meletakkan ponselnya di kasur, lalu diam melamunkan wajah Wening. Mencoba menggali kembali ingatannya soal mereka dulu saat masih dekat dan masih sering ketemu. Saat masih sering bercanda dan Wening mempelajari satu demi satu perbendaharaan kata-kata jorok dari Elan!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain Within
RomanceSebuah kesalahan fatal dalam sebuah pertandingan playoff yang sangat penting membuat Elan Naratama trauma dan meninggalkan kariernya yang cemerlang sebagai pemain sepakbola. Ia pun tak menggubris ajakan manajer tim PSIS Semarang yang memintanya mena...