Paris, 10 Juni 2007
Elan memandangi hamparan Sungai Seine di depannya dengan perasaan kagum. Bener kata Rain dulu, pemandangan sunset di Seine adalah segalanya. Kalo ia seorang penyair, 30 detik lagi panorama menawan itu udah akan cukup untuk memberinya ide buat nulis segebung puisi yang cukup dijadiin antologi setebal 300 halaman.
Ia jadi mikir, kapan Kali Semarang di sekitar Jembatan Berok dan Pasar Johar akan bisa jadi hijau dan bersih mulus seperti itu ya? Mungkin orang sekota Semarang harus diajak piknik massal ke sini dan dikasih lihat Seine yang jernih, baru mereka semua akan sadar untuk nggak lagi buang sampah sembarangan ke sungai.
Lalu ponselnya berdering. Ia tersenyum saat melihat nama di layar.
"Halo?"
"Hai, kamu udah sampai di Paris?"
"Udah. Kamu sendiri di mana?"
"Tebak aku ada di mana? London!"
"Wuah, lagi apa di situ?"
"Syuting Prom Night 3, sekalian diajak cowokku nonton Arsenal main uji coba lawan Persija di Stadion Emirates ntar sore. Dan coba tebak siapa yang kini jadi cowokku!"
Dahi Elan berkerut, "Si Roland Ardianto, lawan mainmu di Prom Night 2 kan?"
"Teeet... salah! Kamu nggak ngikutin berita-berita infotainment di sini sih. Aku udah ganti lagi. Roland nyebelin, terlalu egois dan sok jaim. Aku nggak mau lagi pacaran dengan sesama artis. Aku milih back to basic. Kamu nggak bakalan percaya siapa yang kini jadi cowokku."
"Siapa?"
"Ipang!"
Elan melotot, "Ipang? Bukannya dulu dia naksir berat ama Jecy?"
Yang di seberang ketawa renyah, "Mereka putus sejak Jecy pindah kerja ke Singapura. Lalu pas suatu saat aku liburan dan pulang ke Semarang... ya gitu lah, twist of fate kadang-kadang nggak bisa ditebak!"
Elan ketawa, "Iya memang."
"Syutingnya selesai dua hari lagi. Abis itu aku, Ipang, dan beberapa teman lain akan nyusul kamu ke situ. Ntar kita cerita-cerita lagi sambil nyari batagor di kaki lima Imam Bardjo-nya Paris, hahahaha...!"
"Aku baru aja datang ke sini tapi udah kangen pengin pulang dan ngajak kamu nyari batagor di Imam Bardjo lagi."
"Tenang, Man. Itu bisa diatur. Oya, tadi Rain nelpon aku, katanya dia juga akan nyusul ke situ. Jadi formasi kita bisa komplet lagi. Ngomong-ngomong, di Paris kamu mau main di klub apa?"
"Paris Saint Germain, PSG. Aku dikontrak dua tahun. Kalo mainku bagus, MU atau AC Milan udah siap merekrutku tahun 2009. Lucu, ya? Aku akan gabung dengan dua klub yang paling kubenci sedunia!"
"Yah, itulah namanya twist of fate. Eh, udahan dulu ya? Syutingnya udah mau mulai lagi. Tu Mas Wijang udah manggil-manggil. Ntar malem Ipang akan nelpon kamu. Bye, Honey!"
Elan ketawa, "Bye, Sweetie...!"
Baru aja ditutup, ponselnya bunyi lagi..
"Halo?"
"Hei."
Suara lembut itu selalu aja bisa membuatnya lega dan tenteram.
"Hei."
"Wening udah telpon kamu kan?"
"Udah."
"Aku akan sampai situ tiga hari lagi. Tebak siapa yang akan kuajak ke situ."
"Siapa?"
"Ibu, Bapak, sama Erin."
Elan membelalak, "Yang bener?"
"Iya, bener. Aku pengin mereka paling nggak nonton satu kali aja kamu main bareng PSG, sekalian piknik keliling Prancis bareng aku. Sori ya kamu nggak bisa ikut kita. Kan kamu harus latihan."
Elan tertawa, "Wah, kamu terlalu baik hati."
"Untuk keluarga sendiri, nggak ada apapun yang terlalu mahal untuk dilakukan. Sekarang coba tebak aku ada di mana!"
"New York? Hawaii? India?"
Yang di sana tertawa, "Salah semua! Aku pulang ke Semarang khusus untuk menjemput Ibu, Bapak, sama Erin berangkat nyusul kamu ke situ. Sekarang tebakan terakhir, persisnya aku lagi ada di mana? Sebutin satu tempat secara spesifik!"
Jantung Elan berdebar, "Di mana?"
"Kios tambal ban deket rumah budenya Wening. Luar biasa! Semuanya masih sama. Kiosnya, tempat duduknya, posisi kompresornya, semua masih persis sama kayak dulu. Cuma satu aja yang kurang."
"Apa itu?"
"Kamu nggak ada di sini bareng aku."
Elan tertawa haru, "Ntar kita rencanain pulang bareng biar bisa reuni lagi di situ."
"Oke. Eh, udahan dulu ya? Aku mau pulang ke rumah. Erin pasti udah nunggu-nunggu wong tadi aku pamit cuman untuk beli 'roti'. Bye! Sehat ya? Ati-ati ya?"
"Iya. Kamu juga."
Elan menutup telepon dengan hati damai. Matanya kembali menerawang ke arah permukaan Seine yang memantulkan cahaya keemasan matahari di ufuk barat.
Kini ia dengan jelas bisa melihat hujan rintik-rintik yang bikin semua jadi terasa adem dan sejuk. Bukan di sekelilingnya, tapi jauh di lubuk hatinya sendiri.
the end
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain Within
RomanceSebuah kesalahan fatal dalam sebuah pertandingan playoff yang sangat penting membuat Elan Naratama trauma dan meninggalkan kariernya yang cemerlang sebagai pemain sepakbola. Ia pun tak menggubris ajakan manajer tim PSIS Semarang yang memintanya mena...