TWENTY FOUR

47 4 0
                                    

Malam ini Stadion Jatidiri di Kompleks Olah Raga Karangrejo sangat meriah. Kabar kedatangan para pemandu bakat dari Eropa yang nongol khusus untuk melihat penampilan Elan Naratama membuat penonton membludak. Kapasitas stadion sebanyak 25 ribu penonton terisi penuh. Mereka juga pengin menyaksikan sendiri kayak apa aksi-aksi Elan yang oleh banyak media disebut-sebut sebagai bintang masa depan Indonesia itu.

Namun Elan justru duduk manis di bangku cadangan sejak awal. Miro bilang, ia baru akan dimainkan selepas menit ke-60. Sengaja disimpan biar orang-orang pada penasaran. Selain itu, dengan bermain pada 30 menit terakhir saat sebagian besar pemain-pemain Persikas udah kecapekan, Elan akan bisa tampil edan-edanan di hadapan para talent scout dari Eropa yang duduk di tribun VVIP itu.

Sesudah teken kontrak untuk jangka empat tahun, ia kini udah resmi gabung lagi ke skuad Mahesa Jenar. Ia mendapat jatah nomor punggung 27. Tadi sebelum pertandingan berlangsung, ia sempat reuni sejenak dengan teman-temannya dulu di Persikas. Sepanjang musim lalu, ia nggak hanya sekadar jadi rekan setim dengan mereka, tapi juga teman-teman baik kayak orang sekelas di sekolah atau kuliah.

Selagi menonton teman-temannya berlaga melawan mantan teman-temannya, benak Elan tak pernah putus memikirkan Rainie. Dari tadi ia terus menggenggam sobekan buku tulis bertuliskan lirik lagu Go the Distance yang akhirnya, bener kayak omongan Rain, emang jadi sumber inspirasinya untuk menaklukkan dirinya sendiri.

Lama-lama ada juga yang tertarik melihat apa yang ada di genggaman tangannya.

"Itu apaan sih?" Bobby Chandra, striker cadangan yang musim lalu dibeli dari PSM Makassar, penasaran.

"Surat berharga," Elan menyahut singkat.

"Dari cewekmu?" Carlos yang baru aja keluar setelah tadi beberapa menit lalu ikut nimbrung.

Elan menggeleng, "Bukan. Teman."

"Nggak mungkin. Kalo bukan dari pacar, kenapa juga kamu menggenggamnya terus kayak benda pusaka gitu?"

"Soalnya dialah yang paling galak menyuruhku untuk kembali main bola. Kalo ada orang yang paling berjasa bahwa akhirnya aku berani ada di sini lagi, main bola bareng kalian semua, dialah orangnya."

"Mana dia?" Carlos mengedarkan pandang ke segala penjuru tribun. "Dia nonton di sebelah mana?"

"Dia nggak ada di sini," Elan menyahut lesu. "Dia pergi. Sudah hampir dua minggu dia ngilang nggak ketahuan rimbanya."

Bobby heran, "Masa ada orang zaman sekarang yang tau-tau ngilang begitu aja?"

"Nyatanya emang gitu. HP-nya nggak pernah bisa dihubungi. Off terus. Aku juga nggak tahu alamat dan nomor telepon rumahnya."

"Aneh betul?"

"Lha soalnya dia teman baru."

"Namanya siapa?" tanya Carlos.

"Rainie," Elan menjawab, lalu langsung tertegun dan menyadari sesuatu. "Ya, Tuhan... bahkan nama lengkapnya pun aku nggak tahu...!"

"Orangnya cantik?"

"Cantik kayak fotomodel atau kayak cewek Indo sih nggak. Tapi dia manis sekali. Dia juga sangat dewasa. Dan galak. Dan kadang terlalu suka mengkritik segala sesuatu."

"Jangan-jangan dia cuman arwah penasaran," Bobby nyeletuk sekenanya.

"Arwah duengkulmu...!" Elan bersungut-sungut.

Di lapangan sendiri, pertandingan berlangsung seru. Di luar dugaan, Persikas bisa sedikit mengimbangi permainan PSIS yang dua divisi lebih tinggi. Mungkin karena para pemain PSIS baru aja pulang berlibur, jadi belum pada inget segala macam taktik yang diajarkan Miro di sesi latihan.

The Rain WithinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang