Elan tengah akan menyalakan komputernya untuk main GTA ketika tahu-tahu Erin masuk kamar tergesa-gesa kayak dikejar pocongan.
"Rain mana?" tanya dia yang masih tetap pake baju seragam sekolahnya.
Elan heran, "Emang rumah dia di sini?"
"Tapi dia udah pulang dari rumah sakit kan?"
"Mestinya udah. Seharian ini aku sama sekali nggak kontak-kontakan sama dia. HP-nya nggak aktif terus. Emang ada apa?"
"Aku harus bilang makasih atau seenggaknya nraktir dia makan-makan. Aku diterima!!"
"Diterima? Di sisi Tuhan?"
"Di Ozone, Dogol! Aku abis dari sana. Aku diinterviu macam-macam sama Mas Viktor. Aku dites juga. Lantas dia bilang aku punya bakat gede buat jadi penyiar. Aku langsung diterima dan dalam waktu dekat akan dikasih jadwal jam-jam siaran yang harus aku pegang."
Elan mau nggak mau harus membelalak heran.
"Secepat itu? Cuma satu kali tes dan wawancara, kamu langsung diterima?"
"Iya! Emang sih statusku masih magang, masih dalam taraf percobaan. Tapi aku langsung boleh pegang acara. Seminggu ini sampe hari Sabtu aku harus datang terus ke sana untuk latihan."
"Lantas semua jadwal les dan ekskulmu gimana?"
"Les dan ekskul harus minggir dulu. Sejak dulu aku cuman pengin jadi penyiar. Kalo sekarang aja aku udah bisa, buat apa les dan ekskul segala macam? Mending full konsentrasi ke Ozone."
"Wah, sayang si Rain lagi nggak bisa dihubungi. Padahal kan asyik kalo kita bisa pergi makan-makan bertiga. Aku lagi pengin makan nasi goreng Pak Kebul nih."
"Coba deh ditelpon lagi. Mungkin sekarang HP dia udah hidup lagi. Aku bener-bener harus ketemu dia, soalnya kalo nggak ada dia yang mau bantuin bawa lamaran dan CV-ku ke sana, aku saat ini pasti masih jadi pengangguran."
"Dan masih belum mudeng CV itu apa."
Erin ketawa, "Iya."
Elan mengangkat ponselnya dan menghubungi nomor ponsel Rain yang udah dihapalnya luar kepala. Tapi ia lantas kecewa karena hasilnya masih sama kayak tadi.
"Masih belum aktif," ia menggeleng.
"Yaa... dia kok gitu sih..?" Erin merengut.
"Mungkin dia masih tidur. Dokter pasti menyuruhnya istirahat total seharian penuh."
Erin terdiam, lantas mendesah,
"Ya udah deh, aku mandi dulu. Ntar kalo HP dia udah aktif lagi, aku dikasih tahu, ya?"
Elan mengangguk.
Erin lantas keluar kamar. Elan menghidupkan komputernya. Ia mendengar telepon berdering keras, tapi malas mengangkatnya. Toh udah ada Erin. Dan yang angkat emang Erin. Abis itu terdengar dia tereak kenceng banget,
"Maaas, telepooonn!!"
Agak malas Elan melangkah ke ruang tengah.
"Dari siapa?" tanyanya pada Erin yang udah berkalung handuk. "Bukan dari PSIS kan?"
"Bukan, dari Mbak Aya."
Langsung tahu ada kaitannya dengan menghilangnya Wening, Elan menerima gagang telepon dengan cepat.
"Halo, ada apa, Ya?"
"Udah ada kabar lanjutan dari Wening?" Aya menyahut dengan intonasi serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Rain Within
RomanceSebuah kesalahan fatal dalam sebuah pertandingan playoff yang sangat penting membuat Elan Naratama trauma dan meninggalkan kariernya yang cemerlang sebagai pemain sepakbola. Ia pun tak menggubris ajakan manajer tim PSIS Semarang yang memintanya mena...