9

377 55 34
                                    

Vote setelah baca, comment saat membaca:)
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

"So, Harry." Maurelle memerhatikan setiap sudut gubuk tua itu dengan teliti. "Kau berencana membunuh kami di gubuk tua yang reyot ini? Tidak elite sekali," ujar Maurelle dengan nada sarkastik.

"Tidak mungkin aku membunuh kalian di sini. Aku sudah memiliki rencana membunuh kalian dengan cara berkelas," ledek Harry.

Maurelle mengacuhkan jawaban Harry. Ia sibuk memerhatikan setiap inci gubuk ini. Gubuk ini tidak besar sama sekali. Kalian tahu ukuran ruang kelas kalian? Ya, kira-kira gubuk ini tidak lebih besar dari kelas kalian. Setiap sudut gubuk ini dipenuhi dengan debu, sarang laba-laba, dan juga kotoran tikus.

Thomas melakukan hal yang sama dengan Maurelle, melihat sekeliling dengan ekspresi jijik. Hanya ada satu ruangan di gubuk ini, entah ruangan apa namanya, namun ruangan ini sangat kosong. Hanya ada sebuah lemari kayu besar yang sudah berdebu berdiri di sisi ruangan.

"Mengapa kau mengajak kami ke gubuk ini, Harry?" tanya Thomas tanpa mengalihkan pandangannya pada seekor tikus yang sedang membuang kotorannya di sudut ruangan.

"Siapa yang bilang aku mengajak kalian ke gubuk ini?" Harry mengangkat kedua alisnya. Harry merogoh sakunya, lalu mengambil sebuah kunci. Ia membuka lemari tua itu dengan kunci yang dimilikinya.

"Ayo," ujar Harry sambil menggenggam pintu lemari.

"Kita akan memasuki lemari itu?" tanya Maurelle sambil bertolak pinggang.

Harry mengangguk.

"Ayolah, Harry. Aku sedang tidak mau bercanda. Kita sedang dikejar oleh makhluk pecinta es dan kau mengajak kami pergi ke Narnia?" pekik Maurelle.

"Ternyata kau tau film itu ya," jawab Harry. Lalu, ia masuk ke dalam lemari itu.

"Harry!" Maurelle dan Thomas berteriak. Mereka saling berpandangan lalu ikut memasuki lemari.

Begitu mereka memasuki lemari itu, rasanya memang seperti akan memasuki Narnia. Lemari itu tidak ada ujungnya. Mereka berjalan dalam kegelapan hingga mereka menemukan sebuah cahaya dari lampu lift.

Maurelle dan Thomas saling berpandangan. Thomas mengangkat kedua bahunya lalu berjalan memasuki lift itu. Maurelle memutar kedua bola matanya lalu mengikuti Thomas.

"Aku merasa kita dalam dunia Narnia modern sekarang," ujar Thomas sambil terkekeh, ia menepuk-nepukan tangannya layaknya anak kecil yang baru dibelikan mainan baru.

Maurelle memutar kedua bola matanya sekali lagi. Ia tidak berniat membalas kata-kata Thomas sama sekali.

Ting!

Pintu lift itu akhirnya terbuka. Maurelle menatap Thomas yang sedang tersenyum lebar sambil menatap pintu lift yang sedang terbuka. Maurelle ikut menatap pintu lift itu karena penasaran akan apa yang ada di balik pintu itu.

Seorang laki-laki yang baru saja meninggalkan mereka beberapa menit yang lalu berdiri dengan tangan yang terbuka lebar.

"Welcome to Narnia!" teriak Harry dengan nada sarkastik.

***

"Laptop ini tidak jauh berbeda dari laptop yang kugunakan sepuluh tahun yang lalu," ujar Maurelle sambil mengotak-atik laptop yang berada di atas meja kerja Harry.

Mereka sekarang sedang berada di 'Markas Pelawan Ilien'. Tidak elite sekali, mungkin Harry memang tidak bagus dalam membuat sebuah nama. Markas ini berada tepat di bawah gubuk tua yang Maurelle, Thomas, dan Harry datangi tadi. Namun, ukuran markas ini jauh lebih besar dari gubuk itu. Dinding markas ini berwarna putih, lantainya pun putih, hampir semua barang yang berada di dalam markas ini berwarna putih. Bahkan, anak buah Harry yang bekerja di sini menggunakan seragam warna putih.

Saat memasuki markas, Maurelle takut ada seseorang yang mengenalnya. Untungnya, tidak ada satu orang pun yang mencurigainya. Dan untungnya lagi, Maggie tidak ada di sini.

Begitu keluar dari lift, Harry langsung meminta para medis untuk mengobati luka di perut Thomas. Dan di sinilah mereka sekarang, berdiam diri si ruang kerja Harry dengan kesibukannya masing-masing.

Ruang kerja Harry berada di dekat lift. Jadi, setiap kalian keluar dari lift, kalian hanya tinggal belok ke kanan dan akan langsung berhadapan dengan pintu berwarna putih dengan tulisan HWB di depannya.

"Memang, sepuluh tahun terakhir kan teknologi tidak maju. Kau tahu sendiri kan teknologi yang termaju di dunia adalah penjara itu. Dan sekarang penjara itu sudah hancur," kata Harry sambil membolak-balik kertas yang sepertinya adalah laporan dari anak buahnya.

Maurelle tidak menjawab perkataan Harry, ia sibuk memerhatikan layar yang berada di depannya.

"Kau sedang apa?" tanya Thomas yang sedang duduk di sofa putih yang terletak agak jauh dari meja kerja Harry.

"Menonton youtube," jawab Maurelle tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.

"Menonton apa?" tanya Harry, ia meletakan filenya di atas meja lalu berjalan ke belakang kursi tempat Maurelle duduk. Harry menatap layar laptopnya, dilihatnya empat orang pria yang berdiri di atas panggung sambil menari-nari.

"Anothe Direction, huh?" ledek Harry. Maurelle menatap Harry jengkel. "Kuno."

"Memangnya mengapa?" Maurelle menatap tajam Harry.

"Grup band itu kan sudah bubar sepuluh tahun yang lalu, lagipula umur mereka sekarang sudah berkepala tiga," ledek Harry lagi.

"Aku tidak peduli. Mau berapapun umur mereka, mereka pasti tetap tampan," bela Maurelle.

"Well, jika kau mengidolakan mereka. Kau sangat beruntung, Elle," ujar Harry tenang.

"Mengapa?" Maurelle mengangkat sebelah alisnya.

"Salah satu dari mereka bekerja di sini, sebagai anak buahku," jawab Harry sambil menyeringai.

Mata Maurelle membulat. Bagaimana mungkin salah satu penyanyi terkenal sekarang bekerja sebagai anak buah Harry?!

"Si---," pertanyaan Maurelle terpitong oleh suara ketukan pintu.

"Masuk!" Titah Harry pada siapapun yang mengetuk pintu.

Ceklek!

Seseorang mencul di balik pintu sambil membawa tumpukan kertas di dekapannya.

Mata Maurelle semakin membulat, mulutnya terbuka lebar, ia benar-benar tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya. Bahkan Thomas pun membulatkan matanya.

"Permisi, Harry, ini berkas-berkas yang kau minta," ucap lelaki itu. Harry berjalan menghampiri lelaki itu tanpa menghilangkan seringaian yang menempel di bibirnya. Ia menerima tumpukan kertas-kertas itu lalu meletakannya di meja kerjanya.

"Terima kasih, Mr. Horan," ujar Harry. Mr. Horan hanya mengangguk dan pergi meninggalkan ruangan Harry.

Harry membalikan badannya. Dilihatnya dua orang yang masih ternganga dengan kejadia tak terduga tadi.

"I....itu Niall Horan ,kan?" tanya Maurelle.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Haiii!
Vommentsnya jangan lupa ya:)

Beautiful but ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang