"Ada peraturan yang harus dipatuhi di markas ini!" teriak lelaki itu tegas sambil menatap dua orang yang duduk di hadapannya. Dua orang itu hanya menatap lelaki itu tanpa berniat untuk membalas teriakan lelaki itu.
"Pertama, tidak boleh ada yang memasuki ruanganku tanpa izin. Kedua, tidak boleh ada yang menggunakan senjata milikku. Dan yang ketiga, tidak boleh ada yang bermesraan di markasku," ucap lelaki itu dengan penekanan di kalimat terakhir. Lelaki itu berdiri di belakang meja kerjanya menatap intens dua orang masih diam di hadapannya itu. Mereka berdua hanya diam layaknya murid sekolahan yang tertangkap melanggar peraturan oleh kepala sekolah.
Setelah beberapa menit dilanda kesunyian, salah satu dari mereka akhirnya buka suara.
"Jadi, apa maksud anda memberitahu kami tentang peraturan tersebut?" tanya gadis itu menatap lelaki di hadapannya dengan tatapan menantang.
"Kau," ujar lelaki di hadapannya sambil menunjuk gadis itu tepat di depan wajahnya. "Apakah kau tidak pernah diajarkan untuk menaati peraturan? Sejak awal kau tinggal di apartemenku, kau sudah melanggar peraturan. Apakah kau tidak pernah diajarkan budi pekerti?" Lelaki itu menyisir rambutnya dengan jari-jarinya frustasi. Dadanya naik turun karena emosi. Wajahnya memerah.
"Uhm, maaf," ujar lelaki yang berada di sebelah gadis tersebut seraya mengangkat tangannya seperti murid yang hendak meminta izin ke toilet. "Beritahu saja kami apa hukumannya."
"Thomas!" teriak gadis yang berada di sebelahnya. Gadis tersebut tidak percaya lelaki di sebelahnya itu mengalah begitu saja.
"Itu memang salah kita, Elle. Kita melanggar peraturan," ujar lelaki yang biasa dipanggil Thomas itu sambil mengangkat bahunya.
"Nah!" teriak lelaki yang berada di hadapan mereka seraya menunjuk Thomas. "Tak bisakah kau mencontoh dia? Dia tidak keras kepala sepertimu!"
"Bisakah kau diam, Harry? Kau selalu saja menyalahkanku!" teriak Maurelle geram. Ia menatap Harry tajam.
"Aku tidak menyalahkanmu. Hanya saja di antara kita bertiga, kau yang paling tidak bisa diatur," jelas Harry.
Maurelle geram. Ia tidak membalas ejekan Harry. Ia hanya menatap Harry tajam, berharap tatapannya bisa membunuh lelaki di hadapannya itu.
"Baiklah! Beritahu saja apa hukumannya!" teriak Maurelle yang akhirnya menyerah.
"Aku tidak akan memberi kalian hukuman," jawab Harry datar.
"Lalu mengapa kau meneriaki kami dari tadi?!" teriak Maurelle geram. Yang benar saja, Harry menyeret Thomas dan Maurelle ke ruangannya tanpa tujuan apapun.
"Jangan bercanda, Harry." Thomas angkat bicara. Ia lelah mendengar perdebatan antara Harry dan Maurelle.
"Aku serius. Kalian kan tidak mau aku beri hukuman. Aku hanya akan memisahkan kamar kalian. Itu saja," ujar Harry santai. Lelaki itu pun akhirnya berjalan menuju pintu.
"Apa?!" teriak Maurelle dan Thomas bersamaan. Mereka sama sekali tidak setuju dengan perkataan Harry tadi.
"Kalian tidak boleh menolaknya. Aku tidak mau anak buahku berhenti bekerja karena melihat kalian bermesraan. Sudah ya, aku masih harus mencari Iliens," ujar Harry. Ia memutar kenop pintu ruangannya lalu pergi ke luar ruangannya, meninggalkan Thomas dan Maurelle yang menatapnya tidak percaya.
***
Harry berjalan menuju ruangan besar itu dengan langkah lebar. Setiap orang yang dilewatinya memberinya hormat. Begitu ia memasuki ruangan itu, semua orang yang berada di sana langsung berdiri memberinya hormat.
"Silahkan duduk, tuan-tuan," titah Harry. Semua orang yang berdiri di sekitar meja panjang tersebut langsung duduk di kursinya masing-masing. Harry berjalan menuju kursinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful but Cold
Fanfiction[COMPLETED] 11 Maret 2017 TOLONG jangan mengikuti setiap bagian kecil dari cerita. Apalagi 'hal-hal aneh dan unik' yang ada di ceritaku, itu susah mikirnya. TOLONG hargai:) Jangan plagiat ya. ⚠WARNING⚠ Cerita ini aku tulis udah lama banget, jadi pen...