Mohon maaf karena banyak typo
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^
Decitan pintu coklat itu membuat Harry menghentikan aktivitasnya. Begitu ia melihat sosok gadis itu muncul dari balik pintu, ia kembali meninju samsak tidak bersalah yang berada di depannya. Maurelle menghela napas lalu berjalan mendekati Harry yang memunggunginya itu.
"Selamat pagi," sapa Maurelle canggung. Entah mengapa, berdua dengan Harry membuatnya merasa gugup.
"Pagi," sapa Harry tanpa menghentikan aktivitasnya. Harry bahkan tidak meliriknya sedikitpun. Mereka dilanda kecanggungan selama beberapa menit, hanya ada suara samsak yang ditinju di sana. Maurelle menggigit bibir bawahnya dengan gemas, ia mencoba mencari topik yang akan ia katakan pada Harry. Lagipula, apa tujuan Maurelle menyusul Harry ke ruangan itu?
"Ada apa denganmu?" Maurelle akhirnya membuka suara. Namun pertanyaannya tidak diacuhkan Harry. Harry meninju samsak itu lebih keras. Maurelle menghela napas. Ia hampir saja memutar badannya dan pergi meninggalkan ruangan itu jika saja suara serak itu tidak menghentikannya.
"Aku tidak apa-apa," jawab Harry singkat. Harry meninju samsak itu untuk yang terakhir kalinya dengan kencang sampai-sampai samsak itu hampir jatuh dari gantungannya. Harry yang memutar badannya, menghadap Maurelle.
Maurelle memutar bolanya. "Kau mengabaikanku sejak sarapan tadi."
"Sungguh, Elle. Aku tak apa," jawab Harry sambil melepas pelindung tangannya.
Maurelle melipat kedua tangannya di depan dada dan menaikan sebelah alisnya. Ia menatap Harry curiga. "Ayolah, Harry. Kau bisa bercerita padaku."
"Elle. Untuk ketiga kalinya, aku tidak apa-apa!" bentak Harry. Harry menggenggam erat ujung kaus yang ia kenakan. Rasa panas itu terasa lagi. Pikirannya seolah-olah berputar. Keseimbangannya agak hilang. Dadanya panas seperti terbakar. Ia merasa mual dan kakinya sulit digerakan. Keringatnya makin bercucuran. Harry memijat pelipisnya, berusaha menghilangkan rasa sakit itu.
"Harry, kau tidak apa-apa?" tanya Maurelle khawatir. Tangannya menggenggam lengan Harry. "Apakah ini karena luka tembakanmu itu?"
"Elle, aku tak apa! Berhentilah bersikap seolah-olah kau peduli!" bentak Harry. Dadanya naik turun, bukan karena amarah, tetapi karena sensasi panas di dadanya.
Maurelle terlonjak. Ia melepaskan genggamannya. Alisnya menyatu dan matanya berkaca-kaca.
"Kau kira aku berpura-pura? Aku peduli, Harry! Hanya saja kau merasa tidak butuh bantuan dari siapapun. Kau merasa kau yang paling hebat. Kau malu jika dibantu oleh orang lain. Kau membutuhkanku, sama seperti aku membutuhkanmu," ujar Maurelle parau. Manik birunya menatap manik hijau Harry dengan tajam.
Harry terdiam di tempatnya. Ia membalas tatapan tajam Maurelle dengan tatapan datar.
I really need you, Elle. But you don't need me, batin Harry.
Beberapa detik kemudian, Harry mengalihkan pandangannya dari Maurelle. Ia melihat sesuatu bergerak beberapa meter dari mereka. Harry meraih pergelangan tangan kanan Maurelle. Maurelle menatapnya bingung.
"Elle, jangan bergerak," bisik Harry saat ia melihat Ilien berdiri beberapa meter di belakang Maurelle sambil menodongkan senjatanya pada Maurelle.
Mata Maurelle semakin berkaca-kaca. Ia memejamkan matanya dan tetesan-tetesan air mata mulai membasahi pipinya.
Harry tahu bahwa para Iliens tidak mungkin membunuh Ice Queen, tetapi ia takut kalau Maurelle terluka. Harry secara perlahan merogoh saku celananya. Ia meraih pistol yang berada di sakunya. Secara cepat, Harry menodongkan pistolnya ke Ilien itu dan menarik Maurelle ke belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful but Cold
Fanfiction[COMPLETED] 11 Maret 2017 TOLONG jangan mengikuti setiap bagian kecil dari cerita. Apalagi 'hal-hal aneh dan unik' yang ada di ceritaku, itu susah mikirnya. TOLONG hargai:) Jangan plagiat ya. ⚠WARNING⚠ Cerita ini aku tulis udah lama banget, jadi pen...