[COMPLETED] 11 Maret 2017
TOLONG jangan mengikuti setiap bagian kecil dari cerita. Apalagi 'hal-hal aneh dan unik' yang ada di ceritaku, itu susah mikirnya. TOLONG hargai:) Jangan plagiat ya.
⚠WARNING⚠ Cerita ini aku tulis udah lama banget, jadi pen...
Ruangan putih itu sangat sunyi. Hanya terdengar suara goresan pulpen di sana. Pria berumur tigapuluh empat tahun itu menatap putrinya lembut. Pria tersebut mengetuk-ngetuk pulpennya ke dagunya seolah-olah ia sedang berpikir keras. Putrinya yang berada di hadapannya itu duduk manis di sofa putih sambil memainkan rambut pirangnya yang terkucir dua.
“Jadi, Marielle bermimpi kalau namamu berubah menjadi Maurelle dan kau memiliki kekuatan mengendalikan es. Kekuatanmu diincar makhluk asing dan kamu harus menyelamatkan ‘adikmu’ yang baru kamu kenal selama satu hari?” Pria itu menyimpulkan.
Putrinya itu hanya mengangguk sambil tersenyum manis ke ayahnya.
“Marielle, Ayah pikir mimpimu tadi malam tidak mungkin terjadi. Ayah tahu kamu memiliki kemampuan melihat hari esok lewat mimpimu, tetapi mimpimu tadi malam tidaklah masuk akal, Sayang,” ujar Sang Ayah lembut. Manik biru ayahnya menatap manik biru gadis itu.
“Tetapi semua mimpiku selalu bisa meramal hari esoknya, Yah,” rengek Marielle. Selama ini, Marielle memiliki sebuah kemampuan luar biasa. Saat ia tidur di malam hari, ia bisa mengetahui peristiwa yang akan terjadi di hari selanjutnya. Ketika tadi malam ia bermimpi kalau ia bisa mengendalikan es, ia sungguh senang karena ia sangat menyukai karakter ‘Elsa’ dalam film ‘Frozen’.
“Tetapi mimpimu tadi malam itu menceritakan kehidupanmu sepuluh tahun ke depan, Nak. Sebaiknya kau membeli es krim sana. Ayah tidak mau kamu memikirkan mimpimu lagi,” ucap Sang Ayah sambil mengelus lembut puncak kepala Marielle. Marielle memeluk ayahnya sebentar lalu berlari ke luar ruangan putih itu dengan senyum merekah.
Sang Ayah duduk bersandar di sofanya lalu menghela napas. Ia memijit pelipisnya, berusaha agar rasa pusing di kepalanya hilang. Pria itu mengambil ponselnya yang terletak di meja kerjanya. Tangannya dengan cepat mengetik nomor yang ia tuju.
“Selamat pagi, dokter Winter. Ada apa?” tanya seseorang di seberang sana.
“Mimpinya semakin buruk. Aku takut semua itu akan terjadi hari ini. Tetap siaga, Komandan Barnes.”
* “Baiklah, Dokter Winter. Tetap jaga putrimu itu, aku takut jika mimpinya benar-benar terjadi,” ujar Komandan Barnes. Beberapa detik kemudian, anak buahnya memanggilnya. Komandan Barnes mengangguk ke arah anak buahnya itu.
“Aku harus pergi, Dokter Winter. Senang bekerja sama denganmu,” ucap Komandan Barnes lalu menutup sambungan teleponnya.
Komandan Barnes berdiri dari kursinya lalu berjalan cepat mengikuti anak buahnya. Mereka melewati lorong putih selama beberapa menit. Lampu jingga yang menempel setiap dua meter di dinding berkedip-kedip, menandakan ada masalah serius. Keringat Komandan Barnes bercucuran. Ia takut mimpi gadis kecil iti menjadi nyata hari ini. Mereka memasuki ruangan besar penuh dengan alat-alat canggih. Semua anak buah Komandan Barnes terlihat kewalahan. Mereka berlarian ke sana ke mari.
“Harold, berhenti bermain api,” tegas Komandan Barnes pada anaknya yang malah sibuk duduk di sisi ruangan sambil memainkan korek api di tangannya. Harold mendongak, mata hijaunya berbinar. Anak berumur duabelas tahun itu memperlihatkan deretan gigi putihnya lalu kembali memainkan korek itu.
Karena terlalu sibuk dengan masalah darurat yang sedang terjadi, Komandan Barnes tidak terlalu menghiraukan anaknya. Ia berdiri di hadapan layar besar dengan tatapan serius. Beberapa anak buahnya menelepon orang-orang penting yang perlu mengetahui berita itu.
“Komandan, apa yang harus kita lakukan?" seru salah satu anak buah Komandan Barnes dengan panik.
“Berapa menit lagi meteor itu akan sampai di bumi?” tanya Komandan Barnes.
“Dalam hitungan detik, Komandan,” jawab salah satu anak buahnya yang sedang serius menatap layar komputer di hadapannya.
“Hitung mundur. Kita lihat terlebih dahulu apakah benda itu berbahaya di bumi atau tidak,” titah Komandan Barnes. Perintah yang buruk, tetapi memang tidak ada yang bisa mereka lakulan lagi karena meteor berbentuk aneh dengan cahaya biru di sekelilingnya itu sudah akan jatuh di bumi. Dan menurut perhitungan, meteor itu tidak akan terjatuh di pemukiman. Jadi, mereka tidak perlu mengevakuasi penduduk.
Meteor itu semakin mendekat. Suasana di ruangan itu semakin tegang. Semua orang di dalam ruangan, kecuali Harold, memerhatikan layar besar itu dengan hati yang berdegup dan berdoa.
“Sepuluh....”
“Sembilan....”
“Delapan....”
“Tujuh....”
“Enam....”
“Lima....”
“Ayah! Lihat! Api ini bisa merayap di tanganku!” Suara kecil Harold tidak dihiraukan.
“Empat....”
“Tiga....”
“Dua....”
-The End-
Gimana ceritanya?? Komen coba menurut kalian gimana ceritanya.
Gajelas banget emang endingnya. Tapi aku kasih kalian double update hari ini karena lagi malem minggu hahahahaha.
Dan aku punya pengumuman penting yeayyy.
Aku bakal ada cerita baru nanti malem aku publish. Pemain yang aku tentuin baru Rowan Blanchard, Thomas Brodie-Sangster, dan Niall Horan.
Cek works aku ya:)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.