18

276 31 40
                                    

Maurelle berjalan dengan hati-hati mendekati Thomas. Matanya berbinar penuh harapan. Baru saja ia maju dua langkah, sebuah tangan memegang bahunya. Maurelle memutar kepalanya, menatap heran si pemilik tangan. Harry menggelengkan kepalanya. Ia takut bahwa lelaki itu bukan Thomas.

"Dia Thomas, Harry," ujar Maurelle yakin seakan-akan ia baru saja membaca pikiran Harry. Lelaki yang berdiri di hadapan mereka berdua hanya berdiri keheranan.

"Ya, Harry. Aku Thomas," Thomas membuka suara. Ia baru maju satu langkah namun Harry mengarahkan telapak tangannya padanya menginstruksikan agar lelaki itu diam di tempatnya.

"Harry, percayalah. Aku tahu ia Thomas. Aku bisa merasakannya," Maurelle kembali meyakinkan Harry. Harry yang melihat senyuman tulus dari bibir merah muda itu, merasa sakit hati. Ia mulai menyukai gadis itu, tetapi lelaki itu muncul lagi ke dalam kehidupan gadis itu.

Harry menjauhkan tangannya dari bahu Maurelle. Ia berjalan lurus menuju Thomas. Harry meraih kedua tangan Thomas dan menarik lengan bajunya. Dilihatnya lengan Thomas yang bersih tanpa gelang. Maurelle yang menyaksikan itu langsung tersenyum lebar dan berlari memeluk Thomas. Harry melepas tangan Thomas yang mulai memeluk balik Maurelle.

Maurelle memeluk Thomas dengan sangat erat. Tetesan-tetesan air matanya membasahi pipinya. Senyumnya merekah.

"Aku rindu kamu," bisik Maurelle di pelukan Thomas.

"Aku juga, Elle. Aku juga," balas Thomas dengan senyuman tulus.

Harry menyaksikan pemandangan itu sambil tersenyum tipis. Ia memutar badannya dan masuk ke dalam mobil jeep itu.

"Kita harus berangkat sekarang," ujar Harry.

Maurelle dan Thomas melepas pelukan mereka. Thomas menarik lengan Maurelle, menuntun gadis itu menuju pintu mobil. Thomas membuka pintu untuk Maurelle. Maurelle duduk di jok belakang, sedangkan Thomas akan duduk di samping kemudi, di samping Harry.

"Semuanya sudah siap?" tanya Harry yang menatap lurus ke jalanan di hadapannya. Ia memengang erat setir mobil itu, membuat buku-buku jarinya memutih. Keringatnya bercucuran. Sensasi panas itu tiba-tiba muncul lagi. Harry mencoba untuk menetralkan napasnya. Ia memejamkan matanya sebentar.

"Harry, kau baik-baik saja?" tanya Thomas khawatir.

"Aku baik-baik saja," jawab Harry dingin. "Kita berangkat sekarang."

Harry mulai menyalakan mesin mobil. Mobil hitam itu pun melaju melintasi jalanan yang sepi.

***

Sunyi.

Itu adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan keadaan jeep hitam itu saat ini. Maurelle tertidur di jok belakang dengan jaket Thomas yang menyelimutinya. Thomas menatap jalanan lewat jendela, sesekali ia melirik ke belakang untuk memeriksa Maurelle. Di jok kemudi, Harry fokus pada jalanan namun pikirannya berputar-putar.

"Kau benar-benar Thomas kan?" Harry membuka suara. Pandangannya masih fokus pada jalanan sepi di hadapannya.

"Tentu saja. Mengapa kau begitu curiga?" tanya Thomas bingung

"Karena kau seharusnya sudah mati. Elle yang menembakmu hari itu. Peluru itu benar-benar menancap di dahimu. Bahkan kami manyaksikan kamu jatuh tersungkur ke tanah," terang Harry.

Thomas membulatkan matanya. Pandangannya benar-benar tertuju pada Harry.

"Kapan aku 'mati'?" tanya Thomas.

"Kemarin, di pagi hari, tidak jauh dari hotel," jawab Harry singkat. Ia sempat heran mengapa lelaki berambut kemerahan itu tidak mengingat kematiannya.

Beautiful but ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang