21

266 27 14
                                    

Brak!

Maurelle langsung membuka matanya setelah mendengar suara benturan yang sangat keras itu. Maurelle turun dari kasurnya lalu berjalan pelan menuju pintu. Seluruh ruangan dalam rumah itu gelap, hanya sinar bulan yang menerangi rumah itu karena semua orang di dalam rumah sudah tidur. Tetapi siapa orang yang bangun pada tengah malam begini lalu membenturkan sesuatu?

Tangan Maurelle bergetar memegang kenop pintu. Secara perlahan, ia memutar pintu coklat itu. Ia mengintip di balik pintu. Dilihatnya lorong dengan cahaya minim. Maurelle menahan napasnya begitu melihat seseorang berdiri di ujung lorong. Ia tidak bisa melihat wajahnya karena terlalu gelap di sana. Ia hanya bisa melihat siluet orang itu. Tingginya kira-kira 140 senti, rambutnya dikucir dua, dan mengenakan sebuah dress selutut.

Maurelle membuka lebar pintu di depannya dan menyipitkan matanya. Ia berusaha memastikan siapa gadis kecil itu. Apakah ia tersesat? Tangan Maurelle meraba-raba tembok di sampingnya, berusaha mencari saklar lampu, namun pandangannya tetap tertuju pada siluet gadis kecil itu.

"Mama?" gadis itu memanggilnya. Maurelle berhenti melangkah. Suara itu. Suara yang selama ini rindukan.

"Madi?" Suara Maurelle bergetar. Ia mempercepat langkahnya, mendekati gadis yang selama ini ia cari. Setelah berada di hadapan gadis kecil itu, Maurelle menyejajarkan tinggi mereka. Tangannya mengelus pipi gadis itu pelan. Sinar bulan menyinari ruangan itu, membuat Maurelle bisa melihat wajah Madi yang tersenyum berseri-seri.

Air mata Maurelle berjatuhan. Akhirnya ia menemukan Madi, gadis kecil yang sangat disayanginya itu. Maurelle tidak bisa membayangkan betapa bahagianya dia. Maurelle memeluk erat Madi dan mengelus lembut rambut lurus Madi.

"Aku merindukanmu," bisik Maurelle.

Madi tidak membalas perkataan Maurelle, bahkan tidak membalas pelukannya. Maurelle melepas pelukannya dan meletakkan kedua telapak tangannya di bahu Madi. Maurelle mengernyit bingung.

Madi tersenyum simpul menatap 'Mama'nya itu. Madi mengangkat tangan kanannya di hadapan Maurelle.

"Maafkan aku, Mama," lirih Madi. Matanya berkaca-kaca, napasnya menderu.

Maurelle menatap Madi bingung. "Apa maksud...."

Ucapan Maurelle terpotong karena di detik itu juga tubuhnya melayang ke atas dan punggungnya menghantam dinding. Iris mata Madi berubah menjadi hitam pekat. Tangan kanannya mengarah pada Maurelle seakan-akan ia sedang mencekik Maurelle. Seringaian muncul di wajah polos gadis itu.

Maurelle memegangi lehernya, berusaha melepaskan apapun yang mencekiknya. Namun, ia tidak bisa melepaskannya karena tidak ada apapun di lehernya. Itu kekuatan Madi. Madi yang membuatnya berada dua meter di atas tanah dengan punggung menempel tembok. Wajah Maurelle memucat, dadanya naik turun. Ia berusaha menghirup oksigen di sekitarnya. Keringat mulai bercucuran di dahinya. Kaki Maurelle menendang-nendang, berusaha untuk meraih lantai.

Wajah Madi semakin terlihat menyeramkan. Tidak ada wajah manis yang berseri-seri lagi, yang ada hanya kegelapan.

"Madi, lepaskan Kakakmu," titah Thomas yang berdiri di belakang Madi.

Madi menoleh, matanya menatap tajam Thomas. Tangan kiri Madi mengarah ke Thomas, sedangkan tangan kanannya masih mencekik Maurelle.

"Dia bukan kakakku. Dia juga bukan ibuku," ujar Madi dengan suara serak. Tangan kirinya masih mengancam Thomas.

"Madi, kita bisa menyelesaikan semuanya dengan mengobrol baik-baik," ujar Thomas lembut. "Sekarang, turunkan Maurelle. Aku tahu dia ingin kau mendapatkan Ice Queen hidup-hidup."

Beautiful but ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang