16

304 35 18
                                    

1k readers!
Keep reading and give me your vomments:)

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Maurelle duduk di sofa yang berada di tengah ruangan. Ia menopang dagunya dengan tangan kirinya. Wajahnya menunjukan raut kesal. Sesekali ia mendengus kesal ketika melihat pemandangan di hadapannya itu.

Begitu Maggie mengetahui Harry terluka, Maggie langsung menyuruh mereka masuk. Ia menyuruh Maurelle duduk lalu membuka jaket yang dikenakan Harry, menyisakan kaus putih saja. Maggie juga yang mengobati luka Harry. Terkadang mereka berdua bercanda ria tanpa memedulikan Maurelle yang berada di hadapan mereka.

'Hm, ternyata begini rasanya,' batin Maurelle ketika mengingat saat ia terlalu asyik mengobrol dengan Niall.

Maurelle menghela napas begitu mengingat nama Niall. Ia adalah pria yang baik. Padahal Maurelle sudah menganggapnya sebagai kakak, tetapi sayangnya Niall mati dibunuh Thomas.

Thomas.

Pikiran Maurelle langsung berputar-putar. Jujur, ia rindu Thomas. Seingatnya Thomas adalah lelaki yang manis dan baik. Maurelle mengenang masa saat Maurelle dan Thomas berada di 'Ruang Pelatihan' itu. Maurelle tersenyum kecil. Kalau saja Harry tidak mengganggu mereka waktu itu, mereka pasti sudah....

Maurelle langsung menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia berusaha menghilangkan Thomas dari kepalanya. Tetapi bayang-bayang Thomas selalu muncul di pikirannya. Maurelle mengingat terakhir kali ia melihat Thomas. Ia melihat secara langsung tatapan dingin Thomas ketika peluru menancap di dahinya.

Tatapan itu.

Maurelle tidak mengenal tatapan Thomas itu. Walaupun ia baru mengenal Thomas dalam waktu singkat, ia tahu betul bahwa Thomas memiliki tatapan hangat. Thomas bahkan orang yang terlalu manis untuk menjadi jahat. Tiba-tiba, sebuah pertanyaan muncul di benak Maurelle.

Apakah benar Thomas Iliens?

Apakah benar lelaki yang hendak membunuh Harry tadi siang itu adalah Thomas?

Maurelle mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Pikirannya berputar-putar. Walaupun Thomas sudah mati karena tembakannya, hati kecil tetap merasakan sesuatu yang tidak bisa ia mengerti. Ia merasa bahwa Thomas masih hidup.

Sebuah selimut tipis terjatuh tepat di pangkuan Maurelle. Maurelle terlonjak lalu mendongak menatap orang yang melempar selimut itu.

"Kau tidur di sini. Aku tidak ada kamar kosong lagi," ujar gadis itu sinis.

"Di mana Harry?" tanya Maurelle.

"Ia tidur di kamar tamu. Selamat malam." Gadis itu pun pergi meninggalkan Maurelle. Maurelle menghela napasnya. Gadis itu tidak berubah. Sifatnya memang begitu ternyata. Sebenarnya Maurelle ingin sekali memarahinya tetapi jika Maurelle diusir, ia tidak akan ada tempat untuk tidur.

Maurelle membaringkan badannya di atas sofa itu dan memeluk selimut tipis itu.

***

Sudah dua jam Maurelle berbaring di atas sofa itu tetapi ia tetap saja tidak bisa tidur. Ruangan gelap itu membuatnya tidak bisa tidur. Maurelle sebenarnya tidak terlalu takut akan gelap, tetapi untuk saat ini, Maurelle merasa tidak aman dalam kegelapan. Maurelle bangkit dari tidurnya dan berjalan lunglai ke pintu. Ia berjalan ke teras rumah Maggie. Ada dua buah kursi putih di sana. Maurelle duduk di salah satu kursi itu. Ia memejamkan matanya sambil menikmati siliran angin di malam hari.

Indra pendengaran Maurelle mendengar suara berdecit di kursi sebelahnya. Maurelle membuka matanya dan menatap heran lelaki yang duduk sambil memejamkan mata.

Beautiful but ColdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang