[COMPLETED] 11 Maret 2017
TOLONG jangan mengikuti setiap bagian kecil dari cerita. Apalagi 'hal-hal aneh dan unik' yang ada di ceritaku, itu susah mikirnya. TOLONG hargai:) Jangan plagiat ya.
⚠WARNING⚠ Cerita ini aku tulis udah lama banget, jadi pen...
Hari mulai gelap. Harry menyuruh Maurelle dan Thomas untuk tidur di kamar anak buahnya Harry yang masih kosong. Katanya kedua anak buahnya itu mati saat melawan Iliens. Awalnya Maurelle menolak. Ia tidak berani untuk tidur di sana dengan alasan takut. Namun, setelah diejek dan direndahkan Harry selama satu jam, Maurelle akhirnya menyerah.
Maurelle dan Thomas berdiri menatap ruangan putih yang tidak terlalu luas itu. Terdapat dua kasur di sana, hal itu membuat Thomas sedikit kecewa. Thomas pun berjalan ke kasur yang berada di dekat pintu.
"Hey! Aku ingin tidur di kasur itu!" teriak Maurelle saat melihat Thomas yang merebahkan badanya di lasur putih itu.
"Aku sudah memilihnya sejak awal aku memasuki kamar ini, Elle." Thomas menyeringai.
Maurelle manatap Thomas tajam, lalu menghentakan kakinya dan berjalan ke kasur yang agak jauh dari pintu. Maurelle duduk di kasur itu dengan wajah yang ditekuk. Tanpa ia sadari, Thomas mendatanginya dan mencubit hidung Maurelle.
"Aku bercanda. Kau boleh tidur di kasur itu," ujar Thomas dengan senyuman manis. Maurelle menghiraukan Thomas, ia malah memalingkan wajahnya.
Thomas berjongkok. Ia meraih tangan Maurelle dan mengelusnya.
"Ayolah, Elle. Aku hanya bercanda," ucap Thomas dengan wajah memelas.
Maurelle akhirnya mengalihkan padangannya ke Thomas. Ia menatap Thomas datar. Thomas berusaha tersenyum semanis-manisnya, berharap agar Maurelle memaafkannya. Beberapa menit mereka saling tatap, Maurelle secara tiba-tiba mencubit hidung Thomas dengan tenaga yang cukup kuat.
"Aw!" teriak Thomas sambil memegangi hidungna yang memerah.
Maurelle hanya tertawa lalu berlari menuju kasur yang berada di dekat pintu.
"Selamat tidur!" ujarnya. Maurelle langsung merebahkan badannya di kasur empuk itu.
"Selama tidur," ujar Thomas sambil menghela napas. Ia tersenyum lalu merebahkan badannya di kasur. Ia menatap langit-langit kamar itu.
"Sweet dreams," gumamnya.
Maurelle yang sudah mulai memejamkan matanya hanya tersenyum tipis dan tertidur.
***
Sudah tengah malam. Maurelle tiba-tiba terbangun dan tidak bisa tidur. Mungkin karena ia terbiasa latihan tinju saat malam hari di penjara. Maurelle menatap kasur yang berada di sebelahnya. Thomas tidak terlihat di kasurnya. Maurelle akhirnya beranjak dari kasurnya. Ia membuka lemari yang berada di kamar itu. Ada baju perempuan di sana. Mungkin anak buah Harry yang mati itu salah satunya adalah perempuan. Maurelle langsung mengenakan baju kaos abu berlengan panjang dan celana olahraga yang berada di lemari itu. Maurelle mengikat rambutnya. Setelah itu, ia meraih kenop pintu kamar itu.
Maurelle melirik kanan kiri. Dilihatnya koridor yang sepi dan gelap. Maurelle berjalan pelan-pelan melewati koridor itu agar tidak ada satupun anak buah Harry yang bangun. Ia mengintip seluruh pintu yang dilewatinya, berharap bisa menemukan ruang olahraga.
Setelah beberapa kali berbelok, akhirnya ia menemukan ruangan yang dicari. Maurelle membuka pelan pintu putih bersih yang bertuliskan 'Ruang Pelatihan' itu. Dilihatnya seseorang yang sedang membelakanginya. Orang itu sedang meninju samsak yang ada di hadapannya berkali-kali dengan kuat. Maurelle menelan ludahnya. Ia akhirnya memasuki ruangan itu. Maurelle melewati orang itu dan mengambil pelindung tangan yang terletak di sudut ruangan.
Maurelle menatap samsak yang berjejer di depannya. Karena tidak ingin terlalu dekat dengan orang itu, Maurelle memilih samsak yang berada di ujung kanan. Ia pun mulai meninju samsak itu dengan keras, menyikut samsak itu berkali-kali, dan juga menendangnya.
Orang yang tidak jauh darinya terpesona dengan keahlian Maurelle. Orang itu menghentikan kegiatannya. Ia duduk bersandar di dinding dan menatap Maurelle dengan senyuman tipis. Maurelle yang merasa sedang diperhatikan menghentikan kegiatannya lalu menatap pria yang sedang bersandar di dinding itu.
"Apa yang kau lihat?" Maurelle mengangkat satu alisnya. Keringatnya mulai bercucuran padahal ia baru mulai latihan sekitar sepuluh menit yang lalu.
"Tidak. Aku hanya terkejut. Ternyata kau ahli juga ya, Elle," jelas lelaki yang berada di hadapannya itu. Lelaki itu berdiri dan berjalan ke meja besar yang penuh dengan berbagai macam senjata di atasnya.
"Aku akan lebih terkejut jika kau bisa menggunakan semua senjata yang berada di atas meja ini," ujar lelaki itu sambil mengangkat kedua alisnya. Lelaki itu mengambil sebuah pistol. Ia mengarahkan pistol itu ke papan target yang berada beberapa meter di depannya. Ia pun menembak papan target tepat di tengahnya.
Maurelle terkejut. Bukan karena peluru itu mendarat tepat di papan target, namun karena lelaki itu menembak tanpa melihat ke arah papan target tapi ke arahnya.
"Kau hebat. Sayangnya, aku tidak suka menggunakan senjata," puji Maurelle. Maurelle berjalan mendekati lelaki itu.
"Aku ajarkan," usul lelaki itu.
"Aku lebih suka memukuli orang daripada menggunakan senjata. Tidak seru melihat musuh langsung mati. Aku lebih suka melihat wajah mereka meringis kesakitan di hadapanku," ujar Maurelle.
"Aku hanya akan mengajarkan kamu dasarnya saja. Siapa tahu kau membutuhkannya," tawar lelaki itu sekali lagi. Ia memberi Maurelle pistol yang ia gunakan tadi. Maurelle mau tidak mau menerimanya. Ia mengarahkan pistol itu ke papan target. Tanpa aba-aba, Maurelle menarik pelatuk pistol itu dan sayangnya peluru itu meleset jauh dari papan target.
Lelaki yang di belakangnya hanya bisa menggelengkan kepala. Ia mendekati Maurelle dan berdiri tepat di belakang Maurelle. Tangannya berada di atas tangan Maurelle yang sedang memegang pistol. Jantung Maurelle rasanya berdetak sangat cepat.
"Jangan kau tarik pelatuknya sebelum kau yakin bahwa pistolmu itu sudah benar-benar mengarah tepat pada target," ujar lelaki itu tepat di telinga Maurelle. Lelaki itu pun membamtu tangan Maurelle agar bisa mengarahkan pistol itu tepat ke papan target. Jari mereka berdua pun secara bersamaan menarik pelatuk pistol itu. Dan peluru itu pun tepat manancap di tengah papan target.
Maurelle menatap papan target itu tidak percaya. Ia memutar kepalanya. Dilihatnya wajah lelaki itu yang sangat dekat dengan wajahnya. Seketika Maurelle tidak bisa mengontrol detak jantungnya. Lelaki itu mulai mendekatkan wajahnya dengan wajah Maurelle. Maurelle tidak bisa bergerak, ia hanya memejamkan matanya.
Tiba-tiba, pintu ruangan itu berdecit, menandakan ada seseorang yang membukanya. Maurelle dan lelaki itu saling menjauhkan wajah mereka. Lelaki itu melepaskan pelukannya dari Maurelle. Mereka berdua menatap orang yang berdiri di pintu dengan wajah yang merona.
"Apakah aku mengganggu?" tanya Harry yang berdiri sambil memegang kenop pintu.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Wawww wawww Kira-kira siapakah lelaki itu??
Oh ya. Aku baru abis liat berita kemarin bahwa Mamanya Louis meninggal. Aku turut berduka dan semoga Louis dan keluarga diberikan ketabahan:) Kaget banget pas tau beritanya:( We love you Johannah<3
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.