3. Berharap Ada 'Lagi'

574 158 28
                                    

Alvin

Gue mendadak membatu di tempat, saat pintu kamar Elsa tertutup dengan keras. Gue dan Aden juga saling lirik-lirikan.

Gue mendesah pasrah, benar kata Aden. Elsa benci sama gue, harusnya gue sadar dan nggak usah memaksa diri pengen ikut ke apartemen Elsa.

Gue lihat Aden bergerak merogoh sesuatu di saku celananya dan mengeluarkan ponsel. Gue nggak tahu siapa yang dia telepon, tapi nggak lama pertanyaan gue terjawab setelah telepon Aden terangkat.

"Kak, lo kenapa dah?"

"..."

Aden berdecak. "Ya, ampun Kak gitu doang?" Aden melirik gue sekilas. "Gak, Abang udah langsung balik kok."

Ok, tanpa gue bertanya isi pembicaraan Aden dan Elsa gue tahu, kalau dia nggak mau ketemu gue.

"Ya elo, main banting pintu aja, jadi Abang langsung pulang lagi... Iya gue yang nyuruh dia balik aja... ya makanya lo tahu ngusir orang nggak sopan tapi sikap lo sendiri tadi juga nggak sopan... Iye, iye jadi nggak nih? Kalau enggak gue balik lagi?..."

Gue nggak mendengarkan lagi, isi pembicaraan dua manusia yang sedang teleponan padahal jarang mereka hanya dibatasi oleh dinding kamar. Tanpa diminta, gue akhirnya menyadarkan diri. Lebih baik gue pulang lagi saja.

Gue memberi isyarat pada Aden kalau gue pulang, namun Aden membalas kalau gue harus nunggu. Tidak lama pintu kamar kembali terbuka.

"Padahal bohong!" Aden terkekeh.

Gue lihat raut wajah Elsa terlihat sebal pada Aden, namun gadis itu melangkah mendekati gue. Eh, bukan Aden maksudnya.

"Udah ayok, keburu sore!" Aden mengangguk

"Yuk, Bang!" Gue masih diam di tempat. "Bang, cepetan! Lo mau gue tinggal di sini sendiri?"

Gue tersadar, dan langsung menyusul Aden dan Elsa.

*.*.*.*

Selama di supermarket gue merasa menjadi makhluk tak kasat mata. Gue nggak dianggap sama sekali sama Elsa. Setiap kali gue ajak dia ngobrol atau ajuin pertanyaan nggak ada satu pun yang dijawab sama dia. Beruntung ada Aden diantara kami, karena hanya dia yang anggap gue makhluk hidup di sini.

Setelah selesai melakukan pembayaran, gue mau mencoba membawa belanjaan Elsa, tapi ditolak mentah-mentah sama gadis itu. Dan gue juga nggak bisa maksa.

"Makan dulu yuk, laper gue." Ajak Aden

"Balik aja deh udah sore." Tolak Elsa

"Lo mau gimana, Bang?"

"Terserah aja sih gue mah."

"Ya udah, gue anggap jawaban Bang Alvin setuju. Berarti kita makan dulu."

Elsa kelihatan bete banget, tapi dia juga nggak nolak waktu Aden ngajak kita ke sebuah restoran tidak jauh dari supermarket.

Gue duduk di sebelah Aden sementara Elsa di depan Aden.

Aden memang jadi tameng gue hari ini.

-----

Elsa

Kenapa juga Aden harus ngajak kita makan dulu. Bukannya aku tidak mau, jujur saja perutku memang sudah lapar saat kami tiba di supermarket tadi. Tapi makan satu meja dengan Alvin, tidak pernah terpikirkan dalam benakku sama sekali, pasti akan membuat keadaan semakin canggung.

Suddenly In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang