Alvin
"Ulang tahun Mama nanti mau kasih apa?" tanya Alia saat kami perjalanan pulang dari sekolah.
"Belom tau, lo mau kasih apa?" Gue memberhentikan motor gue karena lampu merah.
Minggu depan Mama ulang tahun, biasanya keluarga gue akan ngerayain secara kecil-kecilan, sekedar makan malam keluarga terus juga kasih kado kecil-kecilan juga.
"Apa ya? Kalau tas, sepatu, baju, jam, udah biasa. Foto random atau candid gimana, Bang?"
Gue melaju lagi motor gue karena lampu sudah hijau. "Maksudnya?"
"Iya, jadi kita ambil foto Mama secara diem-diem gitu, terus setiap fotonya kita kasih kata-kata masukin deh ke album. Haha nggak norak, kan?"
Gue berpikir sejenak, lumayan juga ide Alia. "Tambah video juga, jadi kita sengaja bikin moment Mama marah, sama ketawa."
"Wih, oke juga tuh. Sip lah."
Gue memarkirkan motor gue di carpot rumah, ada mobil Tante Andira. Alia belom pulang ke rumah, tadi dia minta gue buat nganterin dia ke rumah temennya.
Gue jalan pintu garasi samping yang langsung tembus ke dapur, sengaja mau ngecek mobil, karena mau gue bawa keluar, mau main sama Elsa.
Bener kata Elsa kita berdua kayak orang pacaran, sekarang sering banget pergi berduaan. Tapi sampai sekarang, tanggung jawab gue buat jaga Alia masih tetap gue jaga kok. Sebisa mungkin gue tetep ngeutamain Alia, dan harus tetep Alia yang jadi nomor satu begitu kata Elsa saat kasih gue saran.
"Abang udah pulang?" tanya Mbak Mulni — pekerja rumah tangga di rumah gue.
"Belom Mbak, masih di sekolah nih, mau ke kelas."
Mbak Mulni ketawa. "Abang bisa aja."
"Ya, mbak ada-ada aja, kalau udah dirumah berarti udah pulang, mbak ku sayang," jawab gue. "Ada Tante Andira?"
Mbak Mulni mengangguk. " Ada, tadi lagi ngobrol sama Ibu."
Gue mangut-mangut. "Ya udah, ke atas dulu Mbak."
"Iya, Bang."
Gue berjalan keluar dapur, saat menuju tangga samar-samar gue denger obrolan Mama sama Tante Andira, kurang jelas tapi kayaknya mereka lagi ngomong serius. Gue mendekati ruang tamu tapi tetap bggak nampakin jelas keberadaan gue, bisa dibilang gue sembunyi.
"Kenapa sih Mbak susah banget anggap Elsa kayak anak Mbak sendiri?" Itu suara Tante.
"Kamu bisa ngomong gitu, karena kamu nggak ngerasain yang Mbak rasain, Ra."
"Iya Dira ngerti, tapi ini nggak adil buat Elsa Mbak. Kenapa Mbak bisa anggap anak yang nggak ada hubungan darah sama sekali dari Mbak atau Bang Satya, kayak anak Mbak sendiri? Tapi Elsa, di dalam tubuh Elsa mengalir darah Bang Satya..."
"Ra, jaga ucapan kamu. Kalau ada yang dengar gimana?" tegur Mama.
"Anak yang nggak ada hubungan darah?!" bisik gue sendiri.
Gue kembali nguping pembicaraan antara Mama dan Tante Andira.
"Elsa anak perempuan lho, Mbak. Suatu saat pasti dia butuh keberadaan Ayahnya. Coba deh Mbak bayangin kalau Bang Satya nggak tanggung jawab atas Alia?"
Tubuh gue membatu seketika, gue jadi deg-degan gini. Maksud pembicaraan mereka apa ya?
"Mbak masih bingung, Ra. Setiap lihat dia hati Mbak selalu sakit, pengkhianatan Mas Satya selalu terbayang dimata Mbak, kalau aja Mbak nggak mikirin perasaan anak-anak, mungkin kami nggak akan bertahan sampai sekarang, Ra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly In Love
Teen FictionAku tak pernah menyangka bisa mencintaimu. Ini terlihat aneh. Tapi semenjak kamu hadir dalam hidupku, aku tidak lagi merasa kesepian. Dan berkat kamu juga, aku jadi tau artinya cinta. - Elsa Khansa Putri Langkah yang kita ambil, eman...