Elsa
Aku membuka mata perlahan, begitu bergerak merasakan sakit pada leherku. Dan melihat Alvin yang masih tertidur di sebelahku, tidurnya sangat pulas. Wajah Alvin terlihat tampan jika sedang tidur seperti ini.
Aku jadi senyum sendiri jika membayangkan semalam, beruntung ada Alvin yang datang.
Aku jadi mengurungkan diri, untuk mengakhiri segalanya.
Ya, aku berniat untuk menyelesaikan hidupku. Untuk apa aku bertahan? Apa yang aku cari?
Tidak ada alasan aku bertahan untuk hidup. Tidak ada yang ingin aku cari. Tidak ada.
Tapi, Alvin...
Entahlah. Akhir-akhir ini, dia selalu hadir dalam pikiranku. Bersama dia aku merasa nyaman. Bahkan semalam saja, mulutku begitu lancar menceritakan semuanya.
"Thanks, Alvin..." bisikku. Aku mengangkat kepala dan mendekatkan wajahku dengan wajahnya, menelan salivaku. Aku menatap matanya yang tertutup.
Kenapa jantungku jadi berdegup seperti ini?
Aku langsung kembali pura-pura tertidur, dan menyandarkan kembali kepalaku dibahunya begitu melihat Alvin yang bergerak.
Tangan Alvin masih melingkar di punggungku, pasti dia pegal karena harus tertidur dengan posisi seperti ini.
Aku membuka mata sedikit, Alvin bergerak pelan mengambil ponselnya di atas meja kopi. Membuka beberapa pesan yang masuk, setelahnya kembali ditaruh di atas meja. Dan aku kembali menutup mata.
Selang beberapa menit, hening. Tidak ada gerakan sama sekali dari Alvin. Hingga aku merasakan sesuatu mengelus pipiku, sepertinya ibu jari Alvin.
"Jangan sedih-sedihan terus, Cha. Ada gue disini." Bisiknya dengan suara serak.
Ok, berada dalam situasi seperti ini tidak bagus untuk jantungku. Ditambah lagi gerakan ibu jari Alvin yang lembut menyentuh pipiku. Membuat jantungku jungkir balik tidak karuan.
"Kebangun ya?"
Aku membuka mata perlahan, seolah baru saja bangun dari tidur. Begitu membuka mata langsung melihat senyum manis dari bibirnya.
"Pagi," sapaku,
"Jam sebelas, masih pagi ya, Cha?"
Aku terkekeh, "Kita ketiduran disini ya, Vin?"
Alvin mengangguk, dan mengangkat tangannya yang melingkar di punggungku. Dia sedikit meringis.
"Pegel ya? Sakit?"
"Enggak kok."
"Kenapa semalem gak ngebangunin, suruh gue pindah ke kamar?"
Dia tersenyum, "Tidur lo pules banget semalem, gak tega. Mau gue gendong, berat lo nya."
Tanganku yang baru saja mau dilepas dari pinggangnya aku urungkan, dan berganti menjadi mencubit pinggangnya.
"Aww, i-iya, ampun Cha, lo gak berat kok... Ya ampun Cha, dua kali gue dicubit sama lo ditempat yang sama. Tanggung jawab kalo sampe biru."
Aku terkekeh, "Lo ke kamar mandi dulu sana, cuci muka atau mau mandi juga gak pa-pa."
Dia mengacak puncak kepalaku. "Gue ke kamar mandi dulu, bentar ya."
Aku mengangguk.
Begitu Alvin sudah masuk ke kamarku sepenuhnya. Aku langsung memegang dadaku.
Jantung gue, gak pa-pa kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Suddenly In Love
Teen FictionAku tak pernah menyangka bisa mencintaimu. Ini terlihat aneh. Tapi semenjak kamu hadir dalam hidupku, aku tidak lagi merasa kesepian. Dan berkat kamu juga, aku jadi tau artinya cinta. - Elsa Khansa Putri Langkah yang kita ambil, eman...