12. Sayang?

351 46 27
                                    

Elsa

“Ini rumah siapa, Tant?”

Aku melihat takjub pada rumah tepat Tante Andira memarkirkan mobilnya. Dari luar saja rumah ini tampak luas, minimalis tapi terlihat megah. Dan banyak juga kendaraan, seperti mobil dan motor bertengger di luar. Menandakan kalau memang ada acara besar dari pemilik rumah.

“Turun yuk, Cha,” titah Tante Andira, tanpa menjawab pertanyaanku.

Aku menurut, melepas seatbelt dan membuka pintu. Lalu aku mulai menyejajarkan langkahku dengan Tante Andira.

Pantas saja, tadi pagi Tante memintaku untuk berdandan lebih dari pada biasanya. Dia juga membawakanku sebuah dress lace, berwarna biru pastel dengan panjang brokat semata kaki, sementara bagian puringnya hanya menutupi diatas lututku.

Tante Andira membuka pintu utama rumah ini. Berbeda dengan tamu yang lain lewat taman samping, yang sepertinya langsung tembus ke dalam.

Begitu masuk, suara bising langsung terdengar. Entah suara orang sedang berbincang dengan keras, tawa, serta musik yang sedang diputar.

“Ayok, Cha.” Tante menggenggam lenganku.

“Ma, ini Elsa.”

Tubuhku menegang seketika, Ma? Apa itu Mama? Yang berarti Mama dari Tante Andira? Yang berarti juga...

“Cha, ini Oma.” Tante Andira, memperkenalkan wanita yang mungkin sudah berusia sekitar 60 tahunan. Namun beliau masih terlihat cantik. Ah, aku pernah bertemu sebelumnya dengan... Oma. Sekitar 2 tahun yang lalu, jadi beliau Omaku.

Aku mengulurkan tanganku, dan sedikit menundukkan kepalaku “Elsa, Om-ma.” Aku canggung sekali.

Syukurlah, jabatan tanganku diterima dengan hangat. Bahkan Oma menarikku dalam pelukannya.

“Elsa sudah besar ya, cantik.”

Aku tersenyum, dan merasa terharu dengan sentuhan Oma yang mengelus punggungku.

Oma membawaku masuk ke sebuah ruangan, seperti ruang keluarga.

“Duduk sini, Sa.” Aku mengangguk. Oma memanggilku bukan Echa, seperti yang lainnya. Melainkan Elsa, atau Sa. Persis seperti panggilan Mama untukku.

“Kak, kapan dateng?”

Aku langsung menoleh pada orang yang menegurku. “Barusan,” jawabku pada Aden.

“Elsa kenapa gak pernah main ke rumah Oma?” tanya Oma. Aku hanya tersenyum canggung. “Aden bukannya bawa Elsa, kalau main ke tempat Oma.”

Aden menggaruk tengkuknya “Takut Kak Elsanya gak mau.”

Oma mencibir “Alasan saja kamu, nanti kalau kamu main ke rumah Oma lagi, tapi gak ajak Elsa. Gak Oma kasih tambahan uang jajan kamu.”

“Dih, Oma ngancem?” Aden ikut duduk di samping Oma. “Ya udah, nanti gak Aden pijitin lagi kaki Oma, kalau pegel.”

Oma tertawa “Kamu masih kecil, ngancem orang tua. Kalau Oma minta pijitin, kamu juga suka minta imbalan.”

“Mah, acaranya udah mau mulai.”

Kami semua langsung menengok pada suara wanita yang terdengar lembut. Namun aku langsung menelan air ludahku susah payah begitu melihat wanita yang sudah berdiri di belakang sofa kami duduki.
Bukan hanya aku yang terlihat kaget. Dia juga tak kalah kagetnya.

“Sudah mulai, ya?” tanya Oma santai “Va, ini Elsa dikasih minum dulu. Panggil mbak Mulni, suruh bikin minum.”

“I-iya, Mah.”

Suddenly In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang