8. Yeah, She's Smiling

419 77 30
                                    

  Elsa

Entah apa yang mengutukku pagi ini. Tadi pagi saat aku bangun, aku langsung memiliki pikiran membuatkan nasi goreng untuk Alvin.

Mungkin ini sebagai rasa terima kasihku pada Alvin karena sudah menolongku kemarin. Ya, sebagai rasa terima kasih.

Aku sudah berdiri di gerbang koridor menunggu Alvin, tanganku menenteng papperbag yang berisi box tupperware. Sudah jam 07.10, tumben biasanya Alvin selalu berbarengan dengan aku dan Aden. Tapi sampai jam segini dia belum juga datang.

Aku sedikit lega, saat melihat Alia dari kejauhan. Tapi kemudian mengerutkan keningku. Alia datang dari arah gerbang depan bukan dari parkiran. Dan dia juga berjalan sendiri, tidak ada Alvin di samping atau belakangnya. Kemana dia?

Alia melewatiku begitu saja tanpa melirikku sama sekali. Aku menggigit bibir bawahku, apa Alvin tidak masuk sekolah? Jangan-jangan kondisinya semakin parah?

“Elsa.” Aku mengerjap, saat melihat Kak Riki sudah berdiri di sampingku.
“Nunggu apa, siapa, Cha?”

“Eh, emm... Nunggu Naura Kak,” jawabku terbata-bata dan berbohong.

“Temen lo belum datang?”

Aku menggeleng pelan.

“Udah mau bel, nunggu di kelas aja. Lagian temen lo juga nggak bakal nyasar kalo dia jalan ke kelas sendiri.”

“Eh, i-iya Kak.”

“Yuk, gue anter lo ke kelas.”

*.*.*.*

Sudah dua hari ini, aku tidak melihat sosok Alvin duduk di pojok kiri kantin bersama teman-temannya. Hanya ada Kak Riki, Kak Noval dan dua temannya yang lain. Tidak ada Alvin.

Yang menandakan cowok itu tidak masuk sekolah. Aku semakin cemas dan khawatir. Perasaanku juga semakin tidak karuan. Apa lukanya semakin parah?

“Lo kenapa?” Aku tersentak saat merasakan seorang menepuk bahuku

“Eh, hah?”

“Lo nangis?” tanya Naura lagi. “Sakit?”

Aku menggeleng pelan, dan benar saja aku merasakan pipiku yang basah. Kenapa juga aku menangis?

“Lo kenapa, Cha? Dari kemaren gue sama Naura perhatiin ngelamun mulu. Ada apa?”

Aku kembali melihat kearah biasa Alvin duduk. Biasanya aku akan membuang pandangan kalau dia juga melihat kearahku atau mendeliknya dengan jutek.

“Lo mulai suka sama Kak Riki?”

“Hah? Maksud lo?”

“Lo ngeliatin Kak Riki terus?”

Aku mengernyit, “Siapa yang ngeliatin?”

Putra menepuk punggung lenganku. “Nah loh, tuh dia kesini.”

Aku membuang pandanganku kearah lain, saat Kak Riki mulai mendekat.

“Gue boleh duduk sini?”

Naura dan Putra mengangguk

“Ada apa, Cha?”

Aku menatap Kak Riki, menaikkan sebelah alisku. “Ada apa gimana?”

Kak Riki tersenyum, “Dari tadi ngeliatin terus, kirain ada yang mau disampein.”

“Eh, eng-enggak Kak, nggak ngeliatin Kakak kok.” Sergah ku.

Wah, parah Kak Riki tingkat percaya dirinya sungguh tinggi. Aku memang melihat kearah mejanya, tapi bukan melihat Kak Riki. Bukan.

Suddenly In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang