16. Kejutan Dari Barcelona

90.9K 5.1K 137
                                    

Kenapa selalu saja ada yang mengoyak kebahagiaan saat senyum baru saja dimulai?

Neo sampai di rumahnya. Ke mana pun dia pergi, dia selalu membawa kunci cadangan pintu depan. Karena ibunya belum tentu ada di rumah walau pun ini hari Minggu. Sedangkan Bu Ida mendapat libur setiap hari Minggu. Mobil ibunya masih terparkir di carport, menandakan ibunya masih berada di rumah. Neo memutar gagang pintu, tapi belum sempat dia mendorongnya, pintu itu sudah tertarik ke dalam, membuatnya tersentak, buru-buru melepaskan genggamannya di pegangan pintu.

"Hei, Neo! How are you?"

Neo terbelalak, terkejut bukan main melihat seraut wajah cantik berambut coklat gelap dengan panjang melebihi bahu, muncul mendadak dari balik pintu. Sepasang mata coklat terang berbulu mata lentik menatapnya hampir tak berkedip. Sebentuk bibir merah muda tersenyum manis sekali.

Neo menyipitkan mata, mencoba mengingat-ingat siapakah gadis di hadapannya ini?

"You still remember me, right?" tanya gadis itu.

Neo masih tak menyahut, hanya memandangi wajah campuran Eropa itu. Gadis itu berhenti tersenyum, lalu menghela napas.

"Estela Carmenita. I can't believe you don't remember me," katanya, bibirnya memberengut.

Barulah mata Neo membelalak. "Ela?" tanyanya hampir tak percaya.

"Yes, I am! Now you remember!" jawab gadis itu ketus.

"What are you doing here?" tanya Neo, dia memberi tanda ingin masuk, gadis itu menepi, membiarkan Neo melangkah masuk.

"Do you come with my dad?" lanjut Neo lagi, sembari menoleh.

"No, I come alone."

Neo menggeleng. "I can't believe it." Dia melanjutkan langkahnya, melewati ruang tamu, gadis itu mengikutinya.

"By the way, kamu masih bisa bahasa Indonesia, kan? Gadis secerdas kamu nggak mungkin melupakan bahasa yang dulu fasih kamu ucapkan hanya karena sudah delapan tahun kamu tinggal di Barcelona."

"Tentu aku masih bisa. Ayahmu dan mamaku selalu memakai bahasa Indonesia saat bicara denganku."

"Baguslah."

"Apalagi sekarang aku akan tinggal di sini. Aku akan semakin sering bicara bahasa Indonesia."

Neo bagai tersengat, dengan cepat dia menoleh.

"What? Apa maksudmu kamu akan tinggal di sini?" tanyanya.

"Ibumu mengizinkan aku tinggal di sini."

Neo terbelalak, dia bergegas mempercepat langkah, mencari sosok ibunya.

"Ibuuu," panggilnya. Langkahnya terhenti di ruang makan. Ibunya sedang menata hidangan di atas meja.

Bu Nera menoleh. "Neo, kamu sudah pulang. Persis seperti perkiraan ibu, kamu bakal pulang sekitar jam segini. Ibu sudah bilang sama Ela, nunggu kamu dulu sebentar, biar kita bisa makan siang bareng."

Bu Nera membalikkan tubuh, hingga kini dia berhadap-hadapan dengan Neo dan Estela yang berdiri di depannya. Bergantian dia memandangi Neo dan Estela, lalu tersenyum puas.

"Kalian sudah kangen-kangenan? Sudah delapan tahun lho, kalian nggak ketemu. Lihat deh, Neo, Ela sudah berubah jadi gadis cantik. Gadis Spanyol. Aduuh, gadis Spanyol itu kan memang terkenal cantik-cantik," kata Bu Nera, lalu tertawa bahagia.

Estela tersipu, pipinya merona merah jambu.

"Ah, aku bukan gadis Spanyol. Aku separuh Indonesia. Sekarang aku di sini lagi. Senang sekali bisa menjadi gadis Indonesia lagi."

Listen To My Heartbeat [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang