Part 18

10K 418 11
                                    

-Khaza Pov-

Aku melangkahkan kaki ke sebuah Apartemen yang masih terbilang mewah. Apartemen ini milik temanku, Zee. Aku sangat terkejut ketika Zee membawaku kesebuah apartemen yang diakuinya miliknya. Aku baru mengerti setelah Zee menjelaskan bahwa dia memperoleh apartemen ini setelah bekerja bertahun-tahun di maskapai penerbangan kami -dulu-
Ya, Zee adalah Zeyaca yang sama, sahabat pertamaku ketika bergabung dengan maskapai yang sama dengan kak Sakti dulu. Ternyata dia tidan berubah. Dia tetaplah Zeyaca yang baik hati dan periang seperti dahulu.

Aku bertemu dengannya ketika dia berkunjung ke rumah sakit untuk menjenguk salah satu temannya.
Awalnya aku sangat terkejut melihat perubah penampilan Zee. Dia terlihat modis dengan rambut curly pirangnya. Tubuhnya lebih tinggi dari yang terakhir ku lihat. Tanpa banayak berpikir lagi aku langsung meminta bantuannya untuk membawa ku keluar dari rumah sakit itu. Aku sudah tidak sanggup berlama lama disana, lalu menghadapi lebih banyak lagi drama yang ditimbulkan oleh kak Sakti dan kekasih cantiknya itu.

"Jadi bisakah kau menceritakan padaku apa yang terjadi sebenarnya?"ucapnya sambil meletakkan koperku yang berisi perlengakapan Rhalin dan Raffa.
Kami duduk di sofa dekat boks Rhalin dan Raffa. Mereka berdua sedang tidur lelap sekarang.
Aku menatap Zee. Kecamuk rasa bersalah menguasai hatiku.

"Ceritanya sangat panjang Zee.."ucapku lalu diam kembali

"Ceritanya sangat panjang dan aku punya banyak waktu untuk menceritakannya"jawabnya balik menatapku

Aku menghirup napas dalam lalu menceritakan semuanya.

Zee membekap mulutnya setelah mendengar semua cerita ku. Mulai dari aku yang adalah adik Kak Sakti. Pernikahan ku dengan Kak Sakti. Sampai kepada Pertengkaranku dengan Ayse.

"Jadi kau adalah adik dari captain Sakti dan kau tak pernah bercerita kepadaku sebelumnya!"pekiknya

"Adik angkat lebih tepatnya"aku menarik napas dalam setelah mengatakan itu

"Maaf Khanza, aku tidak bermaksud untuk itu. Tapi kau benar-benar membuatku kesal. Apa yang ada dipikiranmu sehingga kau menyembunyikan hal sepenting ini dariku? Kau menghilang tanpa sebab membuatku selalu bertanya-tanya dimana dirimu? Apa kabarmu? Dan apakah kau masih mengingatku seperti aku yang sangat merindukanmu? Aku sangat marah denganmu Khanza. Awal kedatanganmu aku sangat bahagia. Aku mendapat sahabat baru seperti dirimu. Kau sangat baik dan aku sangat menyukaimu. Dan setelah kau mengatakan akan pulang karena dipanggil bundamu, kau tak pernah kembali lagi. Bahkan kau tidak menghubungi ku. Aku sangat marah padamu Khanza!!"ucapnya meluapkan kekesalanya. Bahkan dia sampai terisak karena itu.

"Zee, aku benar benar minta maaf Zee. Aku sebenarnya tidak ingin menyembunyikan semuanya darimu. Tapi situasinya sangat sulit. Kak Sakti melarangku memberitahukan identitas ku kepada siapapun. Selama ini dia memang tidak pernah menganggapku. Dia sangat membenci ku"aku menundukkan kepalaku

"Sudahlah. Mungkin aku menyinggungmu. Aku benar benar minta maaf, aku tidak tahu apa-apa dan aku mara padamu. Ku harap mulai sekarang Kau tidak akan menyembunyikan apapun dari ku lagi Khanza. Kau sudah seperti saudari ku sendiri. Kau dan kedua keponakanku bisa tinggal disini selama yang kau mau. Disini aku tinggal sendiri. Ayah dan Ibu menetap di kampung dan akan mengunjungiku sesekali. Ku rasa mereka akan sangat senang bertemu denganmu"jawabnya antusias. Aku tersenyum melihat sambutan baiknya kepada ku dan kedua anakku.

"Terima kasih Zee, kau adalah sahabat terbaikku. Aku tak akan bisa membalas semua kebaikanmu"aku memeluknya erat. Dan sekarang hanya dialah yang ku punya.

*

Malam ini aku menikmati makan malam bersama Zee. Hanya kami berdua yang tersisa disini setelah kedua anakku tertidur.
Seharian Zee selalu mengganggu Rhalin maupun Raffa. Dia sepertinya mendapat maiann baru. Dan tangisan salah satu dari mereka akan membuatnya sangat bahagia. Terkadang aku sangat kesal melihat Zee yang mengganggu tidur kedua anakku. Tidakkah dia tahu bagaimana susahnya aku menidurkan mereka. Bahkan aku harus berdiri berjam-jam untuk menggendong mereka. Sangat berbeda disaat kak Sakti yang menggendong mereka. Tanpa melakukan apapun, mereka dapat tidur dengan cepat saat didekapan kak Sakti. Aku mengetahui itu ketika diam-diam mengamati Kak Sakti yang menenangkan anakku dimalam hari pertama kami dirumah sakit. Saat itu Rhalin menangis sangat kencang diikuti Raffa yang juga berteriak. Tanpa menunggu waktu lama Kak Sakti terbangun dan menggendong Rhalin terlebih dahulu. Menenangkannya dan mengecup keningnya sesaat dan anak itu pun kembali terlelap. Hal yang sama juga dilakukannya kepada Raffa.
Betapa mudahnya kak Sakti menenangkan anakku. Sedangkan aku? Harus berusaha keras agar anakku bisa diam dan tertidur kembali. Ini semua terasa tidak adil. aku adalah ibu mereka. Akubyang membawa dan menjaga mereka diperutku selama 9 bulan. Tapi kenapa kak Sakti yang dengan mudahnya mendapat perhatian mereka?

Aku menggelengkan kepala kuat. Tidak seharusnya aku memikirkan pria sialan itu. Aku harus mengubur semua pikiranku kepadanya. Membuang semua ingatanku tentangnya. Dan sekarang yang harus ku ketahui pasti adalah dia orang yang menghancurkan hidupku. Orang yang membuatku menderita. Orang yang menghancurkan hatiku. Dan dia adalah ancaman terbesar bagiku dan anak anakku.

"Apa yang kau pikirkan? Kenapa makananmu belum kau makan?"

Ucapan Zee berhasil mengembalikan kesadaranku sepenuhnya dari lamuna bodoh ku

"Ah tidak. Aku tidak apa-apa"aku menggeleng sembari tersenyum -hambar-

"Dan kau berbohong lagi? Ayolah Khanza, bukankah sudah ku katakan, kalau kau mempunyai masalah, ceritakan langsung kepadaku. Kita akan menyelesaikannya bersama-sama"bujuknya. Aku diam sesaat.

"Aku kembali mengingatnya"ucapku pelan. Zee menatapku dengan kerutan di keningnya

"Apa maksudmu? Dan siapa yang kau maksud?"Zee meletakkan sendok yang tadi dipegangnya sehingga menimbulkan dentingan yang cukup keras

"Ku rasa kau tahu pasti siapa yang ku maksud Zee"jawabku malas

"Baiklah baiklah. Maksudku, apa yang kau pikirkan tentang pria sialan itu?"

"Tidak ada. Aku hanya teringat hal apa aja yang dilakukannya kepada kedua anakku. Ya hanya itu saja"jawabku jujur

"Astaga Khanza, ku beri tahu satu hal, jika kau ingin melupakannya, lakukan mulai dari melupakan hal terkecil yang pernah dilakukannya. Aku bukan memanas-manasimu, tapi sebagai temanmu aku sangat tidak suka dengan sikapnya itu. Ku harap kau mengerti maksudku Khanza. Berhenti memikirkannya bahkan disaat kau sedang merindukannya"Zee menatapku tulus

Astaga. Kenapa ku rasakan wajahku memerah saat Zee mengatakan kata merindukannya? Sejak kapan aku merindukannya. Ah tidak! Aku tidak merindukannya dan tidak akan lagi merindukannya, ya tidak akan lagi.

"Aku tidak merindukannya!"tukasku. Zee menatap ku bingung

"Dan aku tidak mengatakan jika kau merindukannya! Aku hanya mengatakan berhenti memikirkannya bahkan disaat kau merindukannya. Itu berbeda jauh dari apa yang kau ucapkan Khanza. Atau, jangan-jangan kau benar merindukannya?"selidik Zee kepadaku. Aku gelagapan mendapat tatapan sinisnya

"Tidak-tidak.. Bukan begitu maksud ku. Ah.. Ya, Aku merindukannya!"jawabku pasrah

Aku merindukannya. Aku merindukannya. Aku merindukannya. Aku merindukannya. Bahkan disaat dia menyakitiku pun aku tetap merindukannya. Dan sekarang, aku -masih- mencintainya!

"Apa yang kau ucapkan Khanza? Apa kau sadar dengan apa yang kau katakan? Kau merindukannya? Ku rasa aku perlu membawa mu ke dokter. Khanza dengarkan aku. Suka ataupun tidak, kau harus melupakannya. Kau tidak boleh memikirkannya apalagi kembali padanya. Ingatlah apa yang dilakukannya padamu dulu. Aku memang tidak tahu pasti apa yang terjadi, tapi aku tidak akan suka jika ada yang menyakiti sahabatku!"jawabnya berapi-api

"Baiklah Zee, aku butuh waktu untuk melupakan semua tentangnya. Aku dibesarkan dengannya dan aku memiliki banyak kenangan tentangnya. Ku rasa tak akan mudah melupakannya secepat itu, apalagi merubah rasa cintaku menjadi kebencian. Aku butuh waktu Zee"jawabku lemah

"Kau tidak perlu membencinya Khanza. Itu hanya akan menyulitkanmu. Kau hanya butuh melupakannya dan kau akan mendapat ketenangan. Baiklah kalah begitu, habiskan makan malammu. Aku ingin ke daput terlebih dahulh dan kita akan istirahat. Aku akan selalu bersamu."ucapnya memegang pundakku dan berlalu pergi

"Terimakasih Zee"

"Never mind, Khanza"dia pun meninggalkan ku.

Aku mencoba menelan makanan yang masih utuh di piringku. Yang berubah hanya bentuknya yang sudah beracakan karena sedari tadi aku hanya mengorak-ariknya saja.

Tiba-tiba kurasakan handphone ku begetar. Aku meraihnya dan mendapati nomor tak dikenal menghubungiku.
Siapa yang kurang kerjaan ditengah malam seperti ini. Aku mengangkatnya dan mendekatkan speaker nya ke telingaku.

"Hallo.."

Bersambung..

Main HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang