21+
*
Setelah Raffa pergi meninggalkan ruangan, suasana menjadi hening.
Mereka tenggelam dengan berbagai pemikiran yang mereka sendiri ciptakan, terkecuali Rhalin. Gadis kecil ini terus berceloteh tak ada habisnya seperti tidak menganggap apapun yang baru saja terjadi antara adik dan ayahnya.
Sementara itu Khanza buru-buru meninggalkan ruangan makan dengan alasan lelah setelah menyuruh Rhalin beristirahat."Papa, malam ini papa tidur dengan mama kan?"tanya Rhalin yang membuat ayahnya tersedak
"Papa tidur dengan Rhalin saja bagaimana?"tawar Sakti pada putrinya itu
"Tidak bisa, Papa. Dikamar Ayin itu ada Ayin sama Affa. Ga muat kalau nambah Papa"jawab Rhalin polos
"Tapi papa ingin tidur dengan Rhalin dan Raffa"Sakti masih mencoba membujuk anaknya itu
"Big No Papa. Papa nanti tidurnya dimana? Di kamar Ayin kasurnya penuh. Pokoknya Papa harus tidur sama Mama. Teman-teman Ayin sering cerita kalau Papa dan Mama mereka tidur bersama"
Papa juga pengin begitu Nak.. Tapi Mama kamu tidak akan mau..
"Ayin yang tanya Mama ya, nanti Mama marah sama Papa"
"OK, biar Ayin yang tanya. Papa ikut Ayin ya ke kamar Mama"Rhalin menarik tangan ayahnya lalu mereka menuju kamar Khanza
Tok.. Tok.. Tok..
"Mama.."Rhalin memanggil Khanza dari luar
"Mama..."ulangnya lagi dengan suara lebih keras
Ceklek..
"Iya Sayang, ada apa?"tanya Khanza yang saat ini memakai piyama sedikit tipis dari baju yang Ia kenakan tadi
"Mama, Papa tidur dimana? Masa Papa mau tidur di kamar Ayin. Kan ga muat!"Adu Rhalin yang pada ibunya yang dibalas tatapan tajam Khanza
"Kan Papa Ayin bisa tidur dikamar tamu. Yaudah Ayin masuk kamar, nanti kamarnya biar mama beresin dulu"jawab Khanza setengah mengantuk
"Mama kok gitu sih?? Papa kan bukan tamu, kenapa papa tidur dikamar tamu? Dan kamar itu kan punya Daddy. Papa harusnya tidur dikamar mama. Papa sama Mama nya Maura tidur berdua kok"adu Rhalin setengah berteriak
"Tapi Rhalin sayang, Daddy kan tidak ada disini. Jadi biar Papa yang tidur di kamar tamu, OK? Ini sudah malam. Besok harus sekolah. Sekarang waktunya tidur. Goodnight sweetheart. Have a nice dream."ucap Khanza setelah mengecup kening Rhalin
"Ga mau Mamaaa.. Ayin ga mau tidur kalau Papa tidur di kamar tamu. Pokoknya ga mau mamaaaa"rengek Rhalin sambil mencebikkan bibirnya
"Rhalin! Mama ga pernah ngajarin Ayin nakal begini. Jangan mentang-mentang ada Papa Ayin jadi nakal ya. Selama ini Ayin nurut apa kata mama. Sekarang Ayin tidur, besok sekolah. Dan tanpa penolakan!"perintah Khanza sedikit membentak Rhalin sehingga pecahlah tangis gadis kecil itu
"Hiks.. Hiks.. Mama.. Mama Jahat.. Hiks.."Rhalin menangis dan meninggalkan ruangan itu yang membuat Sakti menyalangkan matanya pada Khanza
"Kita harus bicara!"ucapnya tegas lalu mengejar Rhalin
*
"Rhalin.. Sayang.. Kenapa nangis hei? Kan disini ada Papa.. Kok masih sedih?"Sakti memeluk putrinya itu sambil menyeka air matanya
"Ayin.. Ayin sedih hiks.. Mama marah sama Ayin.. Hiks.. Hiks.. Mama ga suka Ayin hiks.."Rhalin menangis tersedu kepada sang ayah yang membuat hati Sakti mencelos
Jadi begini kamu kalau sedih nak.. Maafkan Papa yang tidak pernah ada disaat Rhalin sedih..
"Sayang.. Mama tidak marah kok.. Mama tadi ngantuk.. Rhalin nya jangan nakal ya? Yaudah Papa tidur di kamar mama. Tadi mama lagi capek trus ngantuk. Jangan sedih dong.."
"Ayin nakal ya Papa?"
"No! Ayin anak papa yang paling baik. Papa sangat sayang kepada Rhalin"Sakti mengecup kening Rhalin berkali kali
"Ayin juga sayang Papa.. Jangan pergi lagi, Papa"
"Tentu saja. Papa akan selalu disini bersama Rhalin"Ucapnya sambil memeluk erat buah hatinya itu
Sementara percakapan ayah dan anak itu, ada sepasang mata yang memperhatikan mereka. Tak sadar buliran air jatuh dari sepasang mata itu. Ia tak sanggup menyaksikan adegan yang mengiris hatinya lebih lama lagi. Kemudian Ia pergi dan meninggalkan mereka.
*
"Aku ingin berbicara denganmu, Khanza. Jadi jangan berpura-pura tidur!"
Suara berat itu muncul dari balik pintu yang lupa Khanza kunci setelah tak sengaja menyaksikan percakapan ayah dan anak tadi. Khanza buru-buru masuk ke kamarnya karena takut ada yang mengetahui kalau lagi-lagi Ia menangis
"Kenapa Kau kesini? Aku tidak memberimu izin berada disini!"jawab Khanza kasar
"Aku tidak membutuhkan izin siapapun untuk masuk ke kamar ini, Nyonya Khanza"
"Kau pikir siapa dirimu?"tantang Khanza
"Aku suamimu, dan Kau Istriku! Ku harap kau tidak berpura-pura"
"Maaf, sudah berapa kali kepalamu terjatuh sampai-sampai kau lupa kalau kita sudah bercerai?"balas Khanza mengejek
"Aku tidak pernah mengganggap ada perceraian diantara kita. Dan ku tegaskan sekali lagi, aku tidak pernah menginginkan perceraian itu. Kau yang telah memaksaku dulu!"
"Lalu bagaimana dengan kekasihmu yang hamil itu? Bukankah kau juga memiliki anak darinya? Harusnya kau tidak repot-repot datang kemari, bukan?"ucap Khanza yang membangkitkan rasa nyeri menyengat dihatinya
"KAU!! Berani-beraninya kau menantangku"ucap Sakti sambil mencekal pergelangan tangan Khanza
"Lepaskan atau aku berteriak"
"Coba saja jika kau berani.."
"Kau pikir aku mengancam? Baiklah.. Tolo-hmmptt"
Ucapan Khanza terpotong tatkala bibirnya dihisap kuat oleh bibir Sakti yang menimbulkan gelenyar aneh dalam dirinya. Semua perasaan yang dulunya pernah Ia simpan dan jaga menguap kembali ke permukaan. Tak peduli bagaimana bencinya wanita itu pada sang pria tapi lagi-lagi perasaan itu datang tiba-tibaAir mata Khanza jatuh seiring semakin dalamnya lumatan yang diberikan Sakti padanya.
Begitu pula dengan Sakti. Semua kerinduan yang sudah lama Ia pendam seakan terangkat begitu saja. Perasaannya membuncah melihat reaksi Khanza yang tidak menolaknya -namun tidak pula menerimanya-
Sakti yakin masih tersisa perasaan cinta wanitanya ini untuknya. Dan mulai hari ini, dia berjanji akan berusaha keras mengembalikan Khanza-nya.
Sakti menghapus air mata yang jatuh dipipi Khanza. Membelai lembut wajah wanita ini. Sesekali melepaskan pagutannya lalu mengulanginya lagi dan lagi. Seakan ingin membangkitkan ingatan percintaan mereka lagi, Sakti memberanikan diri membawa Khanza ke atas ranjang dan membaringkan wanita itu pelan.
Tangannya terangkat untuk membuka piyama yang Khanza kenakan tadi.
Khanza tak memberikan respon apapun, namun wanita itu masih menangis dalam diam dan tanpa isakan.Sakti meraba buah dada Khanza yang menggantung dibalik bra yang Ia kenakan. Perlahan Ia mencari pengait bra itu dan melepaskannya. Sakti meremas pelan dada Khanza kemudian menghisap putingnya yang berwarna merah muda.
Semuanya seperti dulu. Tak ada yang berubah. Hanya sikap Khanza lah yang mengubah semuanya.
Sakti memainkan puting Khanza dan menjilatinya namun masih tidak ada respon dari Khanza.
Melihat sikap Khanza yanh sepertinya menutup diri padanya, Sakti mulai putus asa. Ia tidak ingin melanjutkan kegiatannya lagi meskipun Ia sangat menginginkan Khanza malam ini.
Ia tak ingin melukai Khanza dan membuat wanita itu membencinya lebih dalam lagi.Sakti kembali memakaikan pengait bra Khanza dan merapikan piyama wanita itu.
Ia menyeka air mata Khanza. Mencium kedua kelopak matanya, keningnya dan terakhir mengecup bibir Khanza sekilas."Istirahatlah. Aku akan tidur di kamar tamu dan kembali kesini lebih awal besok hari. Ku mohon beristirahatlah. Sampai nanti"ucap Sakti lalu meninggalkan Khanza
BERSAMBUNG..
VOMMENT DIBUTUHKAN MAKASI
KAMU SEDANG MEMBACA
Main Hati
RomanceSakti Putra Greedy. Seorang pilot yang menyukai sepak bola, Diusianya yang ke-27 tahun harus menikah dengan Areyna Khanza Aurynamorra, gadis cantik berusia 21 tahun, seorang pramugari yang menyukai hujan, yang tak lain dan tak bukan adalah adiknya s...