DIMH' 05

71 19 1
                                    

Lio terdiam mematung. Ia bingung ingin berbuat apa, membalas pelukan Bianca atau tetap diam. Tapi, hati kecilnya berkata bahwa ia harus membalas pelukan itu. Sementara ada sesuatu yang membuat ia harus tetap diam.

Lio masih tidak merespon apa pun, ia bingung ingin melakukan apa, mengikuti kata hati kecilnya atau pikirannya. Dua hal yang mengandung dua opini yang berbeda, seperti ya dan tidak

Akhirnya, Bianca melepas pelukannya, ia menyeka sisa-sisa air matanya. Lio mengatur nafasnya, menyetabilkan detak jantungnya agar bisa bekerja kembali normal. Ada sebercak perasa menyesal saat Bianca melepas pelukannya, tetapi Lio hanya bisa menyelipkan perasaan menyesal itu di sudut hati.

Bianca mengangkat kepalanya, menatap Lio. “Sori banget gue meluk lo, refleks.” ujar Bianca sambil tertawa kikuk. Lio tersenyum, lalu mengangguk.

“Pulang yuk, udah sore.” ajak Bianca.

Lio mengangguk, lalu berdiri dari tempatnya duduk. Bianca mengikuti langkahnya dengan perasaan bahagia yang tidak memiliki alasan. Atau mungkin bahagia karena memeluk Lio barangkali.

D I M H

“Bi, rumah lo yang mana?” tanya Lio. Mereka masih berada di mobil, menuju rumah Bianca. Tadinya, Bianca memaksa agar ia saja yang mengemudi, tapi Lio menolak. Karena Lio tau kondisi Bianca sangat tidak memungkinkan untuk mengemudi. Jadi, Lio yang mengemudikan mobil Bianca.

“Yang itu, Yo.” jawab Bianca seraya menunjuk menunjuk rumahnya.

Lio berbelok ke arah rumah Bianca, lalu memasukkan mobil ke dalam garasi. Lio dan Bianca keluar dari mobil dengan perasaan canggung yang tak tertahan. Seolah segan untuk berkata-kata.

“Jadi lo pulangnya gimana?” tanya Bianca menyandarkan Lio dari sekelebat opini-opini di pikiran.

Lio menoleh dengan canggung ke arah Bianca, “naik taksi aja, deh.” jawab Lio setelah berusaha untuk menyingkirkan sekelebat perasaan canggung.

“Lo bawa aja mobil gue ke apartemen lo, besok lo jemput gue. Gimana?”

Lio menggeleng, menolak tawaran Bianca. “Gak usah repot-repot Bi, gue naik taksi aja, lagian gue mau langsung ke tempat kerja.” gumam Lio.

“Lo kerja apa sih, Yo? Kepo gue.” tanya Bianca penuh dengan rasa penasaran.

Lio tersenyum mendengar pertanyaan Bianca barusan. “Model majalah swasta, Bi.” jawab Lio. Bianca kaget saat mendengar jawaban Lio tersebut.

“Serius lo?” Bianca bertanya lagi untuk memastikan.

Lio mengangguk, “iya, Bi. Kenapa?”

“Nggak apa-apa sih, keren aja gitu.” ujar Bianca memalingkan wajahnya.

Kali ini Lio tertawa mendengar alasan Bianca. “Keren gimana maksud lo?”

Bianca masih tetap memalingkan wajahnya, agar Lio tidak mengetahui kalau sebenarnya pipi Bianca sudah memerah karena alasan bodohnya sendiri. Entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, seperti ada sebercak perasaan malu, mungkin bukan hanya sekedar perasaan malu.

“Ya gitu deh.” ujar Bianca, “lo mau masuk dulu? Atau langsung cabut?”

“Langsung cabut aja lah, entar telat, soalnya sesi pemotretannya setengah jam lagi.” balas Lio.

Deep In My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang