DIMH' 22

12 2 0
                                    

Nico duduk di pinggiran lapangan. Ia terkekeh di dalam hati melihat perempuan yang sedang hormat di depan tiang bendera. Sesekali perempuan itu bertengkar mulut dengan beberapa temannya. Lucu, jika terus dilihat.

Sebuah ide terlintas di kepalanya. Kalau ini di tivi-tivi, mungkin sebuah bola lampu yang bersinar terang pasti keluar dari kepalanya, menandakan kalau sebuah ide bagus terlintas di kepalanya. Ia mengambil handphonenya yang terletak di saku seragam putihnya. Ia berniat ingin mengabadikan momen lucu ini, supaya bisa dijadikan sebagai pamungkas kalau-kalau perempuan itu membuat tingkah.

Ia mengarahkan handphonenya yang sudah camera mode on ke perempuan di depan tiang bendera itu. Senyuman jahil dan penuh kemenangan tercetak jelas dari raut wajahnya. Saat ia sudah mengarahkan handphonenya tepat di perempuan itu, seketika perempuan itu oleng dan tak lama setelah itu ia terhuyung ke lantai batu di tempatnya berpijak.

Nico refleks bangkit dan berlari ke arah perempuan itu seraya berteriak memanggil nama perempuan itu, "BIANCA!" serunya panik.

Cinta, Andien, Angga, dan Lio refleks menoleh ke arah Bianca yang sudah terhuyung dan kemudian tertidur di lantai. Mereka panik bukan main, terlebih lagi Lio. Raut wajahnya jelas sekali menggambarkan kepanikannya terhadap perempuan itu. JELAS SEKALI.

"ASTAGFIRULLAH, BIANCA?!" Andien berkata dengan histeris dan nada yang tinggi, nyaris menangis.

"Lebay, lo! Mendingan tuh lo baw–"

"Biar gue aja yang bawa ke UKS," Nico langsung menyambar perkataan Angga yang belum selesai.

Tanpa basa-basi, Nico langsung mengangkat tubuh Bianca yang terbaring lemas di depannya. Ia langsung membawa Bianca ke Unit Kesehatan Sekolah agar dapat diobati.

Lio menatap Nico yang membawa Bianca. Hatinya seolah tertohok. Tidak seharusnya Nico yang berada di posisi itu! Tidak seharusnya! Seharusnya ia yang menggendong tubuh Bianca dan membawanya ke UKS. Jelas sekali kalau ia cemburu.

Lama kelamaan, tubuh dua orang itu sudah mulai hilang dari pandangan karena dimakan jarak. Paru-parunya berhenti bekerja, begitu juga dengan jantung, dan beberapa organ penting lainnya. Ingin sekali ia menyusul Nico dan menggantikannya untuk membawa Bianca ke UKS. Tapi itu tidak mungkin, ia tidak boleh egois. Lagian, semua orang juga tahu kalau Nico menyukai perempuan yang disukainya; Bianca.

"Nic? Lo kenapa?" Tanya Angga penasaran karena ekspresi wajah Lio yang tidak tertebak.

Lio menggeleng ragu, "gak pa-pa" balasnya datar.

"Yakin, lo?" Angga kembali bertanya karena tidak puas atas jawaban yang diberikan Lio barusan.

Lio mengangguk mantap, "iya, coy! Ngapain pula gue cemburu sama mereka, buk–"

"Lah?" Angga memasang wajah terkejutnya.

Lio membeku seketika. Bagaimana bisa ia sebodoh ini? Tidak seharusnya bibirnya mengatakan hal yang tidak seharusnya ia katakan.

"Apa?" Tanya Lio dengan raut wajah seolah tidak terjadi apa-apa.

"Tad–"

"Gak! Lo salah denger," potongnya cepat.

Angga hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Oh,"

D I M H

"Lo gak pa-pa?" Tanya Nico pada Bianca yang baru saja siuman.

"Setdah, lo bego atau gimana, sih? Udah jelas-jelas gue pingsan, masih aja lo nanya lo gak pa-pa." Tandas Bianca kesal dengan menirukan suara Nico padahal tidak mirip sama sekali.

Deep In My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang