DIMH' 32

14 2 1
                                    

Bianca mendorong pintu bening di depannya dengan perlahan, matanya memandangi sekeliling untuk mencari seseorang. Ia melangkah masuk lalu melepaskan tangannya dari kenop pintu bening itu. Ia melangkah ke arah meja yang terletak di dekat jendela yang sudah diisi oleh seorang pria bule.

Pria bule itu melambaikan tangannya ke arah Bianca sambil tersenyum, Bianca membalasnya dengan senyuman miring.

"Hai, Caca, how are you? Long time no see you." Kata pria bule itu saat Bianca sampai di depannya.

"Oh, Hallo, Cel. I'm fine." Balas Bianca seraya menarik kursi kosong di hadapan pria bule itu lalu mendudukkan bokongnya.

"Kamu dari mana saja? Celo menunggu lama sekali di sini." Ujar pria bule itu dengan nada kecewa.

Bianca tertawa kecil, "Celo, sih, datangnya kecepatan."

Pria bule yang dipanggil Celo itu tersenyum kecil mendengar perkataan Bianca.

"Celo terlalu bersemangat," ucap Celo lalu kembali tersenyum.

"Can you stop smiling to me, Cel? It's too cute for a man like you." Protes Bianca karena Celo-nya tidak henti-henti menebarkan senyum.

"Titi nyariin kamu tadi,"

"Are you kidding me?" Tanya Bianca pura-pura antusias.

"Enggak, Celo serius."

"Skip aja deh," Bianca menyedot minum yang sudah dipesan oleh Celo.

"Oh, iya. Celo sudah mengurus semua berkas-berkas untuk kepindahan kamu, dan semuanya sudah beres. Jadi, tinggal kamunya aja mau berangkat kapan." Tutur Celo langsung ke inti pembicaraan mereka.

Celo adalah teman Papanya Bianca yang sudah seperti keluarganya sendiri. Begitupun istrinya yang dipanggil Bianca dengan panggilan Titi. Celo dan Titi adalah sebutan pengganti Paman dan Bibi yang diciptakan oleh Bianca sendiri, dan siapa sangka Celo dan Titi menyukai panggilan yang dibuat Bianca.

"Masa cepat banget, sih?" Tanya Bianca tidak terima.

"Bukannya kalau lebih cepat malah lebih baik? Soalnya Papa kamu selalu meneror Celo untuk menyelesaikan berkas kepindahan kamu secepatnya." Balas Celo seraya memerhatikan Bianca yang sedang memakan kentang goreng yang juga dipesankan Celo.

Bianca mendesah pelan, ia tidak menyangka semuanya akan berlalu secepat ini. Dan ia tidak bisa, tidak bisa untuk pergi. Dan mungkin ia tidak lagi kembali.

"Kamu juga bisa pindah ke rumah Celo kalau kamu tidak mau menjelaskan semuanya pada Mama kamu, Titi pasti juga akan senang." Saran Celo membuat Bianca semakin bungkam untuk berkata.

"Bianca udah gak tinggal di rumah Mama lagi,"

"Apa?! Jadi kamu tinggal di mana selama ini?" Tanya Celo kaget setengah mati.

"Di apartemen temen Caca."

"Ya sudah. Kamu mau tetap di apartemen teman kamu itu?"

"Tidak, Caca gak mau pamit sama semuanya. Itulah sebabnya Papa minta Celo untuk mengatakan ke pihak sekolah agar kepindahan Caca dirahasiakan." Ujar Bianca menolak.

"Kalau begitu, kamu tinggal di rumah Celo saja, bagaimana?" Tanya Celo dengan nada dan raut wajah yang penuh harap.

"Baiklah," Bianca tertunduk, "Celo?"

"What's up, Baby?" Tanya Celo merespons.

"Boleh nggak kalau Caca tinggal di Jakarta selama satu minggu lagi? Caca masih mau keliling untuk melepas rindu."

Deep In My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang