DIMH' 03

108 20 2
                                    

"Celana lo kenapa, Ca?" tanya Sarah saat Bianca tiba di tempat duduk.

"Tuh tadi ada cowok yang nabrak gue, terus dia malah nggak mau disalahin. Kesal gue!" tandas Bianca saat baru saja mendudukkan bokongnya.

"Terus?" Sarah memperhatikan Bianca dengan seksama, lalu sedikit menahan tawanya karena ekspresi wajah Bianca yang sangat lucu jika sedang marah.

"Ya gitu, dia ganti. Lagian kalo nggak dia ganti, gua gampar tuh orang."

"Jad—"

"Ini pesanan lo yang gue jatuhin tadi. Maaf ya, gue gak sengaja." kalimat Sarah dipotong oleh laki-laki yang baru saja datang ke meja mereka dengan membawa nampan yang berisikan dua nasi goreng, satu kopi, dan dua teh dingin.

Laki-laki itu yang menabrak Bianca tadi. Sarah terkesima menatap laki-laki itu, tapi tidak dengan Bianca. "Hei, gue tau gue ganteng, jadi nggak usah serius amat liatin gue." guman cowok itu, penuh percaya diri, menyadarkan Sarah. Bianca malah memandang laki-laki itu dengan tatapan jengah dan kesal setengah mati.

"Anjay, lo! Sok ganteng banget, sih." cerca Bianca dengan nada yang sangat sarkastik.

Laki-laki itu hanya menatap Bianca sekilas, "eh, gue boleh gabung nggak? Gue sendirian nih, gak ada temen bicara, gak asik." ujar cowok yang menabrak Bianca tadi. Bianca diam, lalu Sarah mengangguk sebagai respons.

"Oke, nama gue Lio, gue baru aja tinggal di Jakarta, gue pindahan dari Bandung. Gantian, sekarang lo berdua." gumam Lio memperkenalkan dirinya.

"Gue Sarah, itu Bianca." Sarah menunjuk Bianca, "tapi panggil Caca aja."

Lio mengangguk paham, lalu duduk di tempat duduk yang kosong, di depan Bianca. "Kalian masih SMA?" tanya Lio memecah keheningan.

Bianca diam, tidak sudi untuk menjawab. Sarah membalas dengan anggukan.

"Di mana?"

"Di SMA Global." jawab Sarah dengan nada datar.

"Gue juga sekolah di sana, tapi besok gue mulai sekolah." sahut Lio dengan antusias.

Bianca tersedak, Sarah juga. "Minum dulu tuh, jangan canggung lah di depan cowok ganteng kayak gue." ujar Lio sambil menyodorkan dua gelas teh dingin kepada Bianca dan Sarah.

Sarah membersihkan sudut bibirnya menggunakan tisu. "Maaf ya, kami kaget aja pas denger lo bilang sekolah di SMA Global." Lio mengangguk mengerti.

"Lo tinggal di mana? Maksud gue, lo tinggal di apartemen? Atau apa?" tanya Sarah.

"Oh, gue tinggal di apartemen. Soalnya, gue tinggal sendiri di Jakarta." jawab Lio.

"Bokap sama nyokap lo tinggal di mana?" tanya Sarah lagi, mengintrogasi Lio, seakan-akan Lio merupakan pelaku kejahatan.

Lio tertawa, "gue berasa lagi disidang nih, dari tadi banyak banget pertanyaannya." Lio menatap sekelilingnya, memastikan agar ia tidak dilihati orang karena tertawa terlalu keras.

"Bokap nyokap gue tinggal di Bandung." sahut Lio.

"Oh." balas Bianca dengan acuh.

Lio melihat layar ponselnya. "Eh, gue tinggal sebentar ya." Sarah mengangguk. Lio berjalan ke arah sudut halaman cafe, tempat yang paling sedikit diisi pelanggan.

"Sumpah Ca, ganteng banget, ganteng banget. Parah gila, ganteng banget." pekik Sarah histeris.

Bianca memasang wajah terkejut, lalu menyanggah perkataan Sarah, "biasa aja padahal."

Lio datang, kembali duduk, lalu menyesap kopi di cangkirnya. "We, gue gak bisa lanjut cerita-cerita nih, gue ada urusan dadakan, gak apa-apa, ya?" gumam Lio meminta maaf.

"Lebih bagus kalo lo pergi, gue udah muak ngeliat muka lo!" tandas Bianca seraya memalingkan wajah.

"Sans dong, jangan ngegas banget. Eh Sar? Gue duluan, ya." ujar Lio berpamitan pada Sarah, ia sengaja tidak berpamitan dengan Bianca.

Lio beranjak dari bangku setelah menyesap habis kopi yang dipesannya, lalu meninggalkan Bianca dan Sarah.

"Eh Ca, pulang yuk, ngantuk gue." ajak Sarah, Bianca tak bergeming sedikit pun, ia masih tetap menatap Lio yang mulai hilang dimakan jarak.

"Astaga Ca, tuh cowok juga udah cabut, ngapain sampe diliatin gitu, entar suka. Lagian kan, besok kita jumpa lagi sama dia." celetuk Sarah menggoda Bianca, dan dibalas Bianca dengan tatapan tajam.

"Gigi lo kendor! Siapa juga yang suka sama cowok kayak begitu? Jijik gue! Gue tuh cuma nggak habis pikir sama dia, sombong banget jadi orang." elak Bianca.

"Halah, suka banget sih beralibi." Sarah menahan senyumnya.

Bianca berdiri dari bangkunya, lalu berkata. "Yaudah deh, yuk pulang."


D I M H

Pagi yang sangat cerah, semua orang tampak sedang berlalu-lalang, menjalankan rutinitasnya masing-masing. Bianca dan Sarah berjalan di koridor menuju ruang kelas. Koridor masih sepi, masih sedikit siswa-siswi yang datang.

"BIANCA, SARAH?!" Lio memanggil Bianca dan Sarah dengan suara yang lantang, sehingga suaranya itu bisa terdengar hingga ke ujung koridor sekali pun.

Bianca dan Sarah menoleh ke sumber suara. "Eh, lo baru sampe?" tanya Sarah, Lio mengangguk.

"Temenin gue ke ruang Tata Usaha dong, gue gak tau di mana." pinta Lio.

"Yuk."


"Nggak," Bianca dan Sarah berkata bersamaan untuk merespons Lio.

"Yuk, Sar." Lio langsung menarik Sarah, dan Sarah menurut.

Bianca yang melihat Lio dan Sarah meninggalkannya, langsung berteriak memanggil keduanya.

"Tungguin gue," teriak Bianca seraya berlari mengejar Sarah dan Lio.

Mereka berhenti di depan pintu ruang Tata Usaha. Sarah maju untuk mengetuk pintu, tak lama pintu terbuka, lalu seorang pria paruh baya keluar dari balik daun pintu tersebut.

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya pria itu.

"Eh, gini Pak Asep, kita mau ngantar dia ke sini, dia anak baru, Pak." ujar Bianca menjelaskan, lalu menunjuk Lio.

"Oh, Lio Ditrogeraldine, bukan?" tanya Pak Asep untuk memastikan.

Lio mengangguk,  "silakan masuk." Pak Asep mempersilakan mereka bertiga untuk masuk ke ruang Tata Usaha.

Pak Asep duduk di bangkunya, tetapi mereka bertiga tetap berdiri.

"Lio, kelas kamu XII IPS 1. Karena dulu kamu juga masuk jurusan IPS, kan?" tanya Pak Asep, Lio mengangguk.

"Baiklah kalau begitu, semua buku yang berisi seluruh peraturan sekolah ini sudah saya serahkan kepada kamu. Jadi saya harap kamu bisa menuruti semua peraturan yang ada di sekolah ini." ujar Pak Asep, Lio mengangguk, lalu mereka bertiga keluar dari ruangan Tata Usaha.


D I M H

Note: Bagian ini sudah saya koreksi, baik kata-kata yang salah atau lainnya. Tetapi kalau ada beberapa kata atau banyak kata-kata yang salah, saya mohon agar pembaca sekalian mengingatkan saya. Trims

Deep In My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang