DIMH' 41

27 2 0
                                    

Bianca duduk di meja makan, begitupun dengan Papa, Mama, dan Angie. Mereka sedang menikmati hidangan sarapan. Semuanya terlihat sangat menikmati, kecuali Bianca. Wajah Bianca terlihat sangat pucat. Kepalanya sangat nyeri, matanya berkunang-kunang, dan tubuhnya melemas. Tak lama kemudian, keluar darah yang sangat kental dari hidung Bianca.

Bianca kaget, dan keterkagetannya semakin bertambah saat Papanya melihat itu.

"Astaga, Ca." Pekik Papanya kaget.

Mama dan Angie menoleh ke arah Bianca, dan raut wajahnya sama terkejut seperti Papa Bianca.

"Ca, kau baik-baik saja?" Tanya Angie dengan nada suara yang penuh harap serta tidak percaya.

"Aku nggak apa-apa." Balas Bianca seraya tersenyum semangat.

Bianca berdiri dari kursinya, lalu berniat pergi ke kamarnya.

"Ca kamu beneran nggak apa-apa?" Tanya Mama Angie dengan nada yang sama dengan Angie.

"Tidak ap---"

Bianca terjatuh sebelum sempat menyelesaikan perkataannya. Semuanya langsung panik saat melihat Bianca yang tiba-tiba terjatuh. Hidung Bianca juga masih mengeluarkan darah, dan sekarang darahnya mengalir ke lantai. Bianca sudah tidak sadarkan diri, semuanya tampak hitam menurutnya.


D I M H

"Kondisi Bianca semakin memburuk, dan maaf, saat ini kondisinya sangat teramat buruk." Tutur Dokter James-Dokter yang menangani Bianca.

Papa Bianca langsung melemas saat mendengarnya.

"Tolong sembuhkan anak saya, Dok." Pinta Papa Bianca memohon.

"Kami akan bantu sebisa kami, Pak." Balas Dokter James.

Setelah mengatakan itu, Dokter James keluar dari ruang ICU. Papa Bianca, Mama Angie, dan Angie langsung menghampiri ranjang Bianca. Bianca sudah sadarkan diri sejak beberapa menit yang lalu, tetapi ia sangat lemas.

"Ca, kamu baik-baik saja, kan?" Tanya Papa Bianca dengan suara yang bergetar.

Bianca mengangguk lemah, "Ca- Ca ba- ik kok, Pa."

"Jangan tinggalin Papa, ya." Pinta Papa Bianca, Mama Angie dan Angie yang melihat itu menahan air matanya.

"Pa- Pa ngo- mong apa sih? Ca- Ca nggak apa-apa." Kata Bianca, suaranya sangat pelan dan bergetar.

"Pa?" Ujar Bianca memanggil Papanya.

Papanya menoleh, "apa, sayang?"

"Kita pindah ke Jakarta saja, di sana lebih enak." Ucap Bianca.

"Tidak bisa, Ca. Papa sudah menandatangani kontrak pekerjaan di sini." Sahut Papanya dengan suara yang lembut.

"Tapi Caca suka di sana. Misalnya nanti Caca pergi, Caca mau dikuburkan di Jakarta." Balas Bianca, membuat tangis Papanya pecah seketika.

"Nggak, kamu nggak akan pergi. Kamu pasti sembuh, Ca."

Bianca sangat ingin menumpahkan air matanya, tetapi seperti tidak ada lagi air mata yang tersisa. Matanya sangat berat untuk terus terbuka, seperti ada yang menarik kelopak matanya agar menutup.

"Pa, Bianca sayang Papa." Ucap Bianca, lalu dengan perlahan matanya tertutup.

Elektrokardiograf yang tadinya terlihat gelombang yang naik turun, sekarang menunjukkan garis lurus yang tidak ada habisnya dan juga disertai dengan bunyi senada yang membuat semuanya terkejut.

Deep In My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang