DIMH' 35

15 2 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhir pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer atau kerap disebut UNBK. Semua siswa-siswi sedang merencanakan kegiatan konvoi mereka masing-masing.

Kelas XII IPS 1 tampak sangat sedih pada saat ini, karena semuanya akan berpisah, terlebih lagi semuanya tidak akan merasakan kegilaan yang mereka lakukan bersama. Seperti beradu argumen untuk siapa yang mendapat jatah pertama menukar baju di kelas, seperti bertengkar hanya karena kubu perempuan mencintai oppa-oppa Korea dan kubu laki-laki yang kerap sekali menghina oppa-oppa Korea yang diceritakan kubu perempuan.

Banyak sekali kejadian-kejadian yang sederhana tapi sangat membekas di hati. Bagi Lio semuanya sangat luar biasa, saat pertemuan pertamanya dengan Bianca, saat ia tanpa sengaja menabrak Bianca, saat ia dan Bianca bertengkar tanpa sebab, saat ia dirawat di rumah sakit karena kecelakaan, saat Bianca memeluknya, saat ia berpacaran dengan Bianca, dan saat ia bersama perempuan itu adalah momen yang sangat luar biasa.

Sudah tiga bulan perempuan itu berada di London dan tak pernah mengabari semuanya. Apalagi pertemuan terakhirnya dengan Bianca sangat tidak enak untuk diceritakan. Jujur saja Lio masih belum bisa berpaling ke lain hati, hatinya masih berada dan terkurung di dalam jiwa Bianca. Jiwa yang pergi bersama raganya tanpa membebaskan hati Lio terlebih dahulu.

"Yo, lo ikutan konvoi bareng kita nggak?" Tanya Sarah yang berjalan menghampirinya.

"Rencananya mau gimana?" Lio balik bertanya tanpa menjawab terlebih dahulu.

"Yah coret-coret, terus pulangnya kita singgah ke Panti Asuhan, untuk menyumbangin barang-barang yang udah disiapin." Tutur Sarah menjelaskan.

"Oke, deh, gue ikutan." Balas Lio.

"Eh, kita mau fotbar dulu nih bareng Pak Bandot, lo ikutan yuk." Ajak Sarah, lalu memandang Lio yang tampak tidak bersemangat.

"Masih karena Bianca?" Tanya Sarah, dan berhasil membuat laki-laki itu tertohok.

Lio mengangguk lemah.

"Lio, udah tiga bulan Bianca pergi. Dan gue rasa itu waktu yang cukup untuk kembali ke kehidupan nyata." Sahut Sarah.

"Bukan cuma lo yang merasa kesepian, gue juga. Lo tau kan kalo gue nggak punya siapa-siapa selain Bianca? Coba lo bayangin sesepi apa kehidupan gue saat Bianca pindah ke London? Bayangin!" Tandas Sarah menyadarkan Lio.

"Iya, gue paham. Tapi gue cuma belum bisa melupakan dia. Tiga bulan bukan waktu yang cukup, Sar. Apalagi saat hati lo sudah menetapkan pilihannya pada satu orang, dan orang itu malah pergi dan berbahagia dengan orang lain. Perlu waktu yang mungkin sangat lama." Kata Lio membuat Sarah enggan untuk menyanggah.

"Gue cuma nggak mau lo kayak begini terus. Lo masih punya kita semua. Kita keluarga. Kita sahabat." Tambah Sarah mencoba membuat Lio kembali tersadar.

"Gue rindu dia, Sar. Gue rindu dia." Pekik Lio pelan lalu menarik Sarah ke dalam pelukannya.

"Gue juga sama, Yo. Tapi kita harus bisa kembali ke realita. Kita nggak boleh terus terpuruk dalam kesedihan." Ujar Sarah seraya melepas pelukan Lio.

"Lo benar, Sar."


D I M H

Bianca duduk di halaman belakang rumahnya, lalu teringat bahwa hari ini adalah hari terakhir UNBK, dan otomatis teman-temannya pasti sedang berkonvoi bersama dan saling berbahagia. Bianca sangat merindukan semuanya, terutama Lio dan Sarah. Ia tidak bisa berbohong, karena memang benar ia sangat merindukan Lio.

"Ca, sudah malam, kamu nggak tidur?" Tiba-tiba Papa Bianca datang dan duduk di sebelahnya.

"Hehe, belum, Pa. Soalnya lagi kepikiran sama teman-teman di Jakarta." Jawab Bianca.

Deep In My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang