DIMH' 16

21 6 4
                                    

Bel pergantian pelajaran berbunyi nyaring di sepanjang koridor. Seisi kelas XII IPS 1 berteriak panik karena sadar kalau mereka belum juga mengganti baju olahraga ke baju baju seragam putih abu-abu. Pelajaran pertama mereka adalah olahraga. Setengah jam sebelum habisnya pelajaran olahraga, Pak Juna menginstruksikan seluruh murid XII IPS 1 agar mengganti baju olahraga mereka. Tapi karena perkara lelah, mereka malah berdiam diri di dalam kelas yang dingin karena suhu AC di kelas mereka sudah diatur ke suhu terendah dan juga mereka sudah menghidupkan AC-nya sejak bel masuk berbunyi. Jadilah kelas mereka sangat sejuk dan nyaman sehingga mereka lupa untuk mengganti baju.

Bianca sontak langsung berdiri dan mengambil seragam Putih Abu-Abunya di laci meja dan langsung berteriak memanggil Sarah yang sedang berkelana di alam mimpi. "SARAH? WOY BANGUN WOY, ENTAR BU VINA MASUK KITA DIHUKUM."

Guru Sosiologi mereka–Bu Vina–memanglah terkenal sebagai guru ter-killer setelah Bu Kartini. Pernah suatu ketika saat jam pelajaran Bu Vina berlangsung, Bianca main lempar-lemparan penghapus dengan Cika-yang tempat duduknya nomor dua dari depan-tak sengaja potongan penghapus yang dilempar Bianca masuk ke dalam mulut Bu Vina yang baru saja akan berkata suatu hal. Setelah itu, Bu Vina langsung menyuruh seisi kelas untuk berlari mengelilingi lapangan sebanyak sepuluh kali. Padahal, yang bersalah hanyalah Bianca dan Cika. Tapi kalau dengan Bu Vina, satu yang berbuat, semua yang menanggung imbasnya.

Jadilah seisi kelas berteriak heboh karena belum ada satu pun dari mereka yang sudah mengganti baju olahraga mereka yang sudah berbau keringat. Murid-murid cewek dan murid-murid cowok sedang beradu argumen untuk dapat giliran pertama mengganti baju di kelas. Kalau masalah mengganti baju di kelas, cowok dan cewek memang tidak ada yang mau mengalah. Kalau kaum cewek lebih dulu mengganti pakaian, kaum cowok tidak terima karena kaum cewek sangat lama mengganti pakaian. Belum lagi menyemprotkan Parfum, belum lagi membedakin wajah, belum lagi sisiran, belum lagi berteriak heboh karena perkara siapa yang memakai Lip Balm terlebih dahulu. Maka dari itu kaum cowok tidak mau kalau kaum cewek yang mengganti baju lebih dulu.

"Ih, kalian yang cowok ngalah dong sama cewek." Rahma mengeluarkan argumennya dan langsung mendapat argumen balasan dari kubu lawan.

"Enak banget lo. Kalian nyadarlah kalo kalian ganti baju itu super lama. Kalo kami duluan kan cepat." Balas Angga.

"Ck, ngalah dong. Pontong aja itu kalian kalo gak mau ngalah." Sarah juga ikutan mengeluarkan argumen untuk membantu Rahma.

"Iya, kan kalo cowok bisa di mana-mana ganti bajunya. Gampang. Kalo cewek susah. Entar kalo asal ganti baju, kalian menang banyak." Tambah Bianca.

"Ya udah, gak masalah sekali-kali dapet rezeki nomplok. Lumayan bisa liat kalian ganti baju. Ha ha ha." Ujar Lio membela kaumnya.

"Enak banget, lo. Ih kok kalian ngeselin banget, kay—..." Ucapan Bianca menggantung karena seruan heboh dari Erlan.

"MAMPUS KITA, BU VINA UDAH DI TANGGA. IH MATI!" Erlan berseru panik.

"Ih, cepat deh kalian ganti baju duluan." Balas Rahma mengizinkan kaum cowok untuk mengganti baju lebih dulu.

Kaum cowok langsung masuk ke dalam kelas untuk mengganti pakaian. Ada yang menggunakan kecepatan 'Teman yang menghilang saat dibutuhkan', dan ada juga yang menggunakan kecepatan 'Pena yang hilang saat ditinggal sebentar di meja'.

Kaum cowok mulai berkeluaran dari kelas karena sudah siap mengganti pakaian. Dan kaum cewek mulai masuk ke dalam kelas tanpa memperdulikan lagi ada atau tidaknya sisa-sisa kaum cowok di dalam kelas.

Bu Vina semakin dekat dan sudah berada di ujung koridor. Kaum laki-laki langsung membaur ke kerumunan kelas sebelah agar tidak ketahuan.

"Bu? Bu Vina?" Tiba-tiba seorang murid laki-laki memanggil Bu Vina dan membuat Bu Vina membalikkan tubuhnya. Kaum laki-laki XII IPS 1 memanfaatkan kesempatan ini untuk memberitahu kaum perempuan yang masih belum juga selesai mengganti pakaian.

"WOY, WOY BURUAN BU VINA UDAH DI KELAS SEBELAH!" Lio berteriak memberitahu.

Bianca membuka pintu dan tanpa sadar pandangan mereka berdua bertemu. Keduanya enggan untuk mengalihkan pandangannya masing-masing, seolah dalam posisi ini mereka bisa merasa nyaman senyaman-nyamannya.

"Ish, kalian mah bukannya masuk malah drama-an di sini. Buruan masuk." Celetuk Angga dan berhasil membuat mereka kembali tersadar ke dunia nyata.

Semua murid-murid di kelas ini baik kaum perempuan maupun kaum laki-laki sudah sepenuhnya mengganti pakaian. Mereka semua duduk di tempatnya masing-masing.

Bu Vina masuk ke dalam kelas XII IPS 1, dan sontak seisi kelas semakin tegang seolah enggan mengeluarkan sepatah kata pun. Bu Vina duduk, lalu meletakkan barang-barang yang dibawanya di meja.

Hening. Kata yang tepat untuk menggambarkan suasana kelas XII IPS 1 saat ini.

D I M H

Bel pulang sekolah berbunyi nyaring, dan membuat seluruh murid antusias untuk segera keluar dari tempat yang dijuluki neraka oleh semua murid.

Bianca keluar dari kelas dan diikuti dengan Angga, Andien, Lio, dan Cinta. Rencananya mereka mau mengerjakan tugas kelompok yang diberikan oleh Bu Kartini semalam di rumah Bianca.

"Siapa yang bawa mobil?" Bianca bertanya.

"Tadi aja gue ke sekolah naik angkot." Balas Cinta.

"Gue diantar." Tambah Andien.

"Gue gak bawa mobil, tapi gue bawa motor. Motor gue mana bisa ngangkut kalian semua." Ujar Angga. Memang benar, motor Angga adalah motor berjenis Motor Sport yang sudah dimodifikasi menjadi motor balap. Karena Angga adalah salah satu pembalap liar di Jakarta, tak jarang juga ia memenangkan acara-acara balap liar yang berlangsung pada tengah malam.

"Gue juga ogah boncengan bareng lo. Lo kalo bawa motor kayak Rossi, kencang banget, terus ugal-ugalan. Berasa nyawa gue udah di ujung tanduk." Cinta langsung berseru menolak.

"Lo, Yo? Bawa mobil gak?" Bianca akhirnya bertanya pada Lio, harapan terakhirnya.

"Gak," jawab Lio sambil tertawa receh.

"Ih, mampus deh. Kalo naik angkot entar nyambung-nyambung. Mager kali gu—..."

"Ada yang perlu dibantu?" Nico tiba-tiba datang dan langsung memotong umpatan yang akan dilontarkan Bianca.

"Gak," jawab Bianca sama persis seperti jawaban Lio tadi.

"Jutek banget mbak, gue nanya baik-baik padahal." Timpal Nico tak terima.

"Jadi gue harus heboh sambil bilang ih Nico gue perlu banget bantuan lo ih ih ih." ujar Bianca dengan suara yang dibuat-buat seperti Fan yang bertemu dengan idolanya padahal tidak mirip sedikit pun.

"Ya gak gitu juga sih." Nico berkata kikuk.

"Nic, lo bawa mobil gak?" Lio bertanya pada Nico.

Nico mengangguk, "bawa, kenapa?"

"Kami numpanglah."

"Boleh, kebetulan gue lagi bosan di rumah." Nico mengiyakan.

"Ih, gak usah. Naik taksi aja." Bianca menolak.

"Lo naik taksi. Kami numpang sama Nico." Ujar Cinta.

Bianca terdiam melihat teman-teman sekelompoknya yang sudah meninggalkannya. Mau tidak mau, ia juga ikut–menumpang dengan Nico–bersama mereka.

D I M H

NOTE:Thanks para reader-reader yang masih setia baca cerita yang kubuat ini yang tergolong sangat buruk. Pokoknya, thanks banget ya. Terlebih lagi yang mau memberi Vote dan Comment. Itu sangat membantuku. Thanks yaa😊

Deep In My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang