DIMH' 28

13 2 0
                                    

"Lo kenapa?" Tanya Lio. Sejak Bianca tiba beberapa menit yang lalu hingga sekarang, ia sama sekali tidak berbicara sedikit pun.

Bianca menggeleng, "gak pa-pa."

"Gak mungkin. Pasti ada apa-apanya." Tolak Lio.

"Ih beneran juga." Sahut Bianca.

"Cerita aja sama saya. Kamu kenapa?" Ujar Lio mengulangi pertanyaannya, tapi entah kenapa ia menggunakan kata saya-kamu. Itu terlalu menggelikan.

"Tadi Nico nembak gue," jawab Bianca.

"Terus?" Tanya Lio.

"Ya gitu, gue gak nerima. Pas dia nembak gue, mbak-mbak kasirnya manggil gue karna pesanan gue udah siap. Ya udah, deh, gue langsung pergi ninggalin dia." Tutur Bianca menerangkan.

"Terus, kamu ngeliat gak ekspresi dia?" Tanya Lio sambil membuka bungkus burgernya.

"Kayak benci gitu," Bianca mendengus kesal.

"Kenapa kamu gak jawab dulu?"

"Gue bingung mau jawab apa." Sahut Bianca sambil mengerucutkan bibirnya.

"Lo suka gak sama dia?" Tanya Lio.

Bianca menggeleng, "enggak."

"Kalo gak suka, kenapa rela bohong ke gue bilangnya mau ke toko buku padahal mau pergi bareng Nico?" Tanya Lio dengan lembut, tapi sangat memukul.

Bianca merasa dipojokkan oleh perkataan Lio barusan. Ia serasa dipukul hingga terplanting dari lantai sepuluh ke lantai satu.

"Gue gak mau bikin lo mikir yang aneh-aneh." Balas Bianca dengan kepala yang tertunduk.

"Kenapa gak jujur aja?"

"Kan udah gue bilang kalo gue gak mau bikin lo jadi mikir yang aneh-aneh." Jawabnya dengan suara meninggi.

"Jangan emosi, nanti setannya senang." Lio menarik nafasnya pelan, "kalo nyelesaikan masalah make emosi, masalahnya pasti gak akan kelar. Jadi lebih baik lo tarik nafas, tenangin diri."

Bianca menarik nafasnya perlahan, lalu mengeluarkannya dari mulut. "Sebenarnya tuh gue suka sama dia. Tapi rasa suka gue itu cuma rasa suka biasa, gak sampe berambisi buat jadi pacarnya dia. Memang, sih, kalo gue lagi di dekat dia, gue ngerasa nyaman, tapi itu cuma sebatas gitu aja, gak lebih." Jelas Bianca.

"Terus kenapa lo lebih milih buat berangkat bareng Nico daripada berangkat bareng gue?" Tanya Lio seraya menaikkan salah satu alisnya.

"Si Nico batu banget, dia bilang kalo gue gak berangkat bareng sama dia, dia bakal bolos sebulan penuh. Yah gue gak tega, lah." Balas Bianca jujur.

"Gitu?" Desis Lio.

"Iya, kok gak percayaan banget, sih?"

"Gue percaya kok." Lio melempar bungkus burgernya yang sudah habis ke arah tong sampah.

"Lagian juga gue gak sampe kepikiran buat pacaran sama dia. Gue cuma nganggap dia kayak moodbooster, mungkin?"

"Hati-hati, lho. Rasa nyaman bisa lebih bahaya daripada rasa suka." Gumam Lio dengan pandangan lurus ke tivi.

"Ish, gue cuma suka sama lo." Tandas Bianca kesal.

"Iya, gue tau. Gue juga cuma suka sama lo, gak ada yang lain." Sahut Lio.

"Yo?" Panggil Bianca seraya memandangi Lio yang sedang menonton tivi.

"Hmm?" Lio berdehem sebagai respons.

"Kalo misalnya kita pisah, lo bakal benci gak sama gue?" Tanya Bianca.

"Gue gak benci sama siapa-siapa." Jawab Lio seraya menggeser tubuhnya menghadap Bianca.

Deep In My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang