DIMH' 38

12 1 0
                                    

Bianca menggandeng lengan Sarah layaknya seorang kakak beradik. Hari ini ia akan menemui Lio, untuk menjelaskan semuanya. Ia dan Sarah membuat kesepakatan bahwa selama Bianca berbicara dengan Lio, Sarah tidak boleh mengusiknya.

"Ca, gue kayaknya mau ke Matahari aja deh." Ujar Sarah tiba-tiba, Bianca langsung menoleh ke arahnya.

"Ngapain?" Tanya Bianca seraya memandang Sarah dengan tatapan bingung.

"Lu kayak bukan cewek aja. Cewek 'kan butuh refreshing juga, sekalian gue mau beliin sesuatu buat lo." Jawab Sarah dengan senyumannya yang sangat menggelikan.

"Semerdeka lo aja deh, gue mau langsung jumpain Lio."

"Oke, nanti sms gue aja kalo udah kelar."

Setelah berkata demikian, keduanya terpisah ke dua jalan yang berbeda. Sarah ke kiri dan Bianca ke kanan. Bianca melangkahkan kakinya dengan lambat, seolah sangat enggan untuk datang. Jantungnya melemah, dan nadinya seolah tidak berdetak. Ia sangat canggung saat ini. Hatinya terus bertanya mengenai laki-laki itu, apa ia sudah berpaling ke lain hati? Apa ia sudah tidak mencinta dan tetap menunggi seperti dulu lagi?

Terus terang saja, Bianca tidak datang untuk mengambil hati Lio dan menyatukannya dengan hatinya. Ia datang ke sinj hanya untuk meluruskan semua yang sudah bercabang entah ke mana-mana. Karena banyak orang hanya bisa 'bunyi' saja, tapi tidak berani mempertanggungjawankan kelakuannya.

Bianca mendorong pintung kaca di hadapannya, lalu mulai melangkah masuk. Matanya terus mengedar ke sekeliling, tapi tidak menemukan sosok laki-laki yang sangat ditunggunya. Tapi ada untungnya juga, kalau saja tidak seperti ini, pasti ia akan merasa canggung.

Bianca memilih tempat di sudut, seperti biasanya. Ia duduk dan langsung mengeluarkan handphonenya dari saku, ia berniat mengirimkan pesan kepada Lio bahwasannya ia sudah sampai. Setelah mengirimkan pesan kepada Lio, ia kembali memasukkan handphonenya ke dalam saku.

Tidak lama kemudian pintu kaca terdorong, dan itu membuat perhatian Bianca teralih. Dan begitu kagetnya ia melihat Lio yang datang dan tersenyum ke arahnya. Wajah Lio banyak berubah, rambutnya dipangkas pendek, tubuhnya lebih berisi, dan kulitnya sudah agak kecoklatan- mungkin karena pendidikan penerimaan anggota kepolisian RI-.

Lio duduk di depan Bianca, lalu menyapanya.

"Hai, Bi?" Terasa agak kelu saat Lio berkata demikian, tapi mau sekelu apa pun, itu berhasil membuat hati Bianca menghangat.

Bianca menarik sudut bibirnya, "Hai, long time no see you."

"Iya, memang udah lama banget nih." Lio tertawa pelan, dan tertawaannya juga sudah berubah. Kalau dulu ia lebih cenderung melepas tawanya, dan sekarang ia terlalu kentara menahan tertawaannya.

"Eh, elo apa kabar?" Tanya Bianca kepada Lio.

Lio menarik nafas, kemudian melepasnya.

"Baik, kok."

"Bagus, deh." Tutur Bianca pelan.

"Eh, lo mau ngomongin apa nih? Sori tadi gue ngantar Diandra dulu ke toko perhiasan." Ujar Lio.

Toko perhiasan? Mau apa Lio mengantar Diandra ke toko perhiasan? Mereka mau nikah? Bianca bertanya-tanya di dalam hatinya, ada rasa kecewa yang mulai menunjukkan diri sedikit demi sedikit.

"Oh, gue mau ngomongin---" Bianca tampak enggan untuk meneruskan perkataannya.

"Ngomongin apa? Terusin aja," kata Lio, membuat Bianca semakin enggan untuk meneruskan perkataannya.

"Gue cuma mau nanya kabar teman-teman yang lain." Ucap Bianca berbohong.

"Oh, gue kirain mau ngomong apaan lo." Lio tertawa pelan.

Deep In My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang