Chapter 22

1.6K 114 3
                                    

Zandar melempar tas miliknya kesembarang arah. Pemuda itu langsung melompat keatas tempat tidur dan menenggelamkan kepalanya pada bantal. Zandar membalik tubuhnya agar terlentang, dirinya menatap langit - langit kamarnya dengan tatapan kosong.

Ini hari keempat semenjak Hani mulai kembali bersekolah, dan itu membuat Zandar nyaris saja memukul kepalanya sendiri. Elang memang bersikap seperti biasa padanya tapi secara tidak langsung Elang berusaha menjauhkannya dari Hani. Zandar menyadarinya meskipun hal itu tidak cukup kentara dilakukan oleh Elang.

Pemuda itu memijit pangkal hidungnya karena kepalanya yang terasa pusing. Dengan cepat ia memutar bola matanya lalu bangun dari tempat tidurnya, pemuda itu berganti pakaian dengan segera setelah ia melihat gitar yang tersimpan rapi dipojok ruangan.

Zandar tersenyum tipis saat ia meraih gitarnya, ringisan pelan juga tidak bisa Zandar hindari ketika jari - jemarinya yang terluka kembali ia gunakan untuk menekan senar gitar. Zandar mulai memainkan gitar dengan senyuman tipis.

Meskipun Zandar belum cukup mahir untuk memainkan sebuah lagu, tapi ia sudah bisa memainkan kunci - kunci dasar dalam bermain gitar.






......

Zandar melirik kearah kiri lalu beberapa saat kemudian kearah kanannnya seperti selayaknya orang yang ingin menyebrang jalan, tapi kenyataannya ia sedang berjalan, pemuda itu menghela nafasnya pelan saat melihat beberapa orang berlarian disekitarnya, ia merasa mereka begitu berlebihan hingga mengartikan keterlambatan sebagai sesuatu yang mengerikan dan mencoba mengatasinya dengan berlari sekuat tenaga, bukankah ujung - ujungnya mereka juga akan sampai ? . Dan bukankah ada toleransi keterlambatan? Lagipula pagi ini hujan. Zandar menoleh kesamping saat ada seseorang yang menepuk bahu kanannya, dan sekarang ia merasa seperti sedang melakukan pemanasan sebelum melakukan olah raga, kepalanya menoleh kekiri - kekanan dan kembali kekiri.

"Yo! Santai bener lo!" Alvin berbicara singkat saat berjalan lambat disampingnya lalu kembali berlari menuju kelasnya. Zandar tersenyum tipis saat melihat Alvin yang terus menerus menabrak bahu orang lain karena berusaha menyalipnya ditengah keramaian dan kepadatan meski ia tau pemuda itu sedang menyindirnya.

"Telat ! Telat ! Aduh!" Zandar membulatkan matanya saat ia tanpa sengaja terdorong kedepan karena seseorang yang menabraknya, dari suaranya ia tau kalau orang itu adalah seorang perempuan dan tergesa - gesa layaknya murid lain disekitar mereka. Pemuda itu tidak berbalik namun tetap diam pada posisinya.

"Sorry!" Cicit gadis itu pelan dari belakang Zandar dan langsung berlari melewati Zandar meskipun itu hanya dua langkah karena Zandar sudah mencekal tangannya. "Eh!" Gadis itu mengangkat wajahnya dan menatap Zandar setelah terlebih dahulu menatap tangan mereka yang tertaut.

"Hani!" Zandar tidak bisa menahan keterkejutannya dan begitu pula dengan Hani, gadis itu langsung menarik tangannya dan berlari melewati siswa dan siswi lain tanpa melihat kebelakang dimana Zandar yang berjalan cepat dan mencoba mengikutinya.

......

"Kantin yok!" Elang merangkul Zandar secara tiba - tiba dari belakang hingga membuat Zandar yang memang baru berdiri terhuyung kedepan karena tak sempat menahan dorongan Elang yang terlampau bersemangat. Mereka saling pandang dan Elang tersenyum lebar kearah Zandar, senyuman lebar dan menimbulkan satu senyuman lain dibibir Zandar meskipun itu hanyalah sekedar senyuman miring.

"Elo kelewat bersemangat" Zandar memasukkan tangannya kedalam saku, tidak tau apa yang sedang ia alami saat ini, Zandar merasakan kedekatannya dengan Elang terasa lebih hambar dari teh tanpa gula, terlihat manis tapi kenyataannya tidak memiliki rasa apapun selain hambar selayaknya air putih bukan teh, hanya memberi aroma teh tapi tidak memberi kemanisan.

INTROVERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang