Chapter 24

1.4K 91 2
                                    

"Hubungannya?" Zandar mengangkat sebelah alisnya dengan senyuman yang lebih lebar "hubungannya adalah, gue pingin minta maaf sambil main gitar" .

Mendengar apa yang diucapkan Zandar Hani refleks mengembangkan senyuman tipis, tapi kali ini berbeda senyuman itu tulus karena mampu bertahan lebih lama. Bahkan selama Zandar bermain gitar gadis itu tidak bisa berhenti tersenyum barang untuk sedetik saja, terasa lucu namun juga aneh jika mengingat kalau Hani adalah seorang gadis Introvert.

"Gue dimaafin?"Zandar memberikan cengiran terlebar yang bisa ia lakukan, senyuman Hani yang sempat pudar pun kembali terlihat karena cengiran tersebut.

"Kayaknya gue gak mampu deh buat bilang enggak?" Senyuman Hani melebar dan mereka bertahan saling memandang dengan senyuman lebar selama beberapa detik lalu tertawa. Setelahnya keheninganlah yang menyelimuti mereka.

"Gue mau pulang" ucap Hani memecahkan keheningan diantara mereka, gadis itu berdiri dengan segera setelah ia mengucapkan hal tersebut. Zandar mau tak mau ikut berdiri dan mengangguk karena ia tak punya alasan apapun untuk menahan Hani lebih lama lagi didalam rumahnya.

"Mau gue anter pulang?" Saat Zandar sudah memegang knop pintu utama pemuda itu langsung berbalik, membuat Hani yang berjalan tepat dibelakamgnya langsung berjengit kaget.

"Astaga bikin kaget!" Hani memegangi dadanya dan menepuk - nepuknya pelan "gak usah kali, tadi bisa sampe sini ya gak mungkin gue gak bisa sampe kerumah"

Zandar cemberut meskipun hal itu tidak disadari Hani karena pemuda itu sudah berbalik dan menarik knop pintu, Hani berjalan melewati Zandar dan berbalik untuk menatap pemuda itu. "Makasih ya, biarpun gue gak sengaja bertamu dan berkemungkinan gangguin lo"

Zandar hanya mengangguk, tak lama setelahnya ponsel dikantong celana Zandar bergetar membuat sang empunya melihat ponsel tersebut dengan ekspresi terkejut. Zandar melihat kearah Hani seperti ingin meminta izin, dan kali ini Hanilah yang mengangguk.

"Halo? Ma?" Suara Zandar saat menerima telepon masih terdengar jelas oleh Hani, meskipun hanya suara saat ia baru membukanya saja karena pemuda itu sudah masuk kedalam rumah tanpa menutup pintunya. Dengan gerakan pelan Hani menarik knop pintu rumah Zandar agar pintunya tertutup. Gadis itu berbalik dan berjalan keluar dari rumah Zandar.

Meskipun ketika baru beberapa langkah Hani mulai tersenyum tipis sembil berjalan menunduk
"Zandar itu punya cara sendiri buat minta maaf sama orang lain" Ucap seseorang membuat Hani berjengit dan nyaris saja terjatuh, entah untuk keberapa kalinya gadis itu terkejut hari ini, dengan kesal Hani menatap Alvin yang menjadi pokok permasalahan keterkejutannya kali ini.

Gadis itu berdiri berahadap - hadapan dengan Alvin yang sedang tersenyum kearahnya, "Zandar bukan monster kok!" Alvin mepangkah maju dan mndorong kepala Hani kebelakang. Pemuda itu tersenyum dan mereka berdua saling tersenyum lebar meskipun senyuman Hanilah yang pertama pudar.

"Lo itu pembohong besar" Hani tersenyum tipis, gadis itu melihat penampilan Alvin dari atas kebawah lalu sebaliknya. Orang itu menggunakan celana Jeans selutut dan kaos bergaris hitam putih lengan panjang dan alas kaki berupa sendal jepit, dilihat dari sisi manapun Alvin terlihat sangat santai. "Dimana rumah lo?" Meskipun ada kemungkinan besar kalau Alvin kembali membohonginya Hani tetap menanyakan pertanyaan itu.

"Tuh!" Alvin menunjuk rumah yang ada tepat dibelakangnya, berhadap - hadapan dengan rumah Zandar "yang nomer tujuh lapan".

"Kali ini jujur?" salah satu alis Hani terangkat, membuat Alvin tersenyum miring "well, kalo elo bohong" Hani menggantungkan kalimatnya "sekalian aja elo ngasih alamat Elang dan bilang itu rumah lo" lanjut gadis itu dengan ekspresi nampak seperti orang yang tak perduli, datar seperti papan.

INTROVERTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang