8

4.6K 621 23
                                    

Dengan telaten dan bimbingan oleh petugas UKS, Seungwan mengobati Yoongi dengan hati-hati.

Sementara Yoongi hanya meringis kesakitakan ketika Seungwan tak sengaja menekankan luka Yoongi agak keras.

Ditengah Seungwan mengobati hidung Yoongi, Yoongi memegang tangan Seungwan dan menyuruh gadis itu menatapnya. "Udah nggak ngambek, kan?"

Dengan sengaja Seungwan menekankan kapas ke hidung Yoongi yang membuat Yoongi meringis kesakitan.

"Kamu jangan sok jagoan deh. Udah tau kamu cuma sendirian, pake sok ngelawan 7 orang. Jadinya kan babak belur gini." Seungwan kembali mengobati Yoongi di sudut bibirnya.

"Lagian si ayam nepuk bokong kamu. Aku kan nggak terima, aku aja belum pernah ngerasain bokong kamu."

Yoongi seketika berteriak kesakitan ketika Seungwan menekan luka Yoongi lebih keras.

Petugas UKS yang melihat mereka hanya tersenyum geli.

Seungwan membuang kapas-kapas itu dan merapikan lagi obat-obat ke tempatnya. Ia beranjak meninggalkan Yoongi. "Aku ke kelas. Nanti temen-temen kamu katanya kesini kok. Nanti aku kesini lagi pas istirahat."

"Oh iya, luka diperut kamu yang ngurusin petugas ya, aku takut salah." Lanjutnya.

"Kamu takut salah atau takut nahan godaannya?" Yoongi menyeringai.

Pipi Seungwan merona namun ia sembunyikan. "Apaan si."

---

Seungwan

Aku kembali ke kelas dengan perasaan sedikit tidak tenang. Harusnya aku berterimakasih kepada Yoongi bukan meninggalkannya di UKS.

Namun mau bagaimaana lagi? Aku harus meminta maaf kepada Jungkook.

Sesampainya di kelas, ternyata Guru Song sedang mengajar. Aku meminta maaf atas keterlambatanku dan langsung duduk di bangku.

Aku menyolek Jungkook yang tempat duduknya di depanku. "Jungkook." Panggilku sepelan mungkin.

Jungkook tak menoleh dan semakin memajukan badannya ke depan.

Oke, dia marah padaku.

Aku menghela nafas kasar dan mendengarkan penjelasan Guru Song, walaupun sebenarnya aku tak mendengarkannya. Isi kepalaku melayang kemana-mana.

Hingga bel istirahat berbunyi, aku melihat Jungkook langsung berdiri dan berjalan keluar dengan earphone di telinganya.

"Mau kemana, Wan?" Seulgi menegurku.

"Mau ngejar kelinci gue yang lagi ambekan nih."

Aku langsung saja menyusulnya. Percuma saja aku memanggilnya, pasti dia tak mendengarnya.

Dia berbelok ke tangga. Ah, pasti dia mau ke rooftop. Aku tak suka tempat itu, terlalu menyeramkan. Karena yang aku dengar, para siswa bunuh diri disana. Tapi entah kenapa Jungkook selalu kesitu, aku sering menuduhnya ingin bunuh diri juga namun dia berkata tidak.

Rooftop ini tak seperti di drama yang sering ku tonton. Tempat ini sungguh tak membuat nyaman. Tak ada yang membersihkannya membuat tempat ini semakin usang.

Aku bergedik ngeri saat sudah sampai rooftop. Dan aku melihat Jungkook duduk di sebuah bangku, membelakangiku.

Lalu dia membaringkan tubuhnya. Apa disana tidak kotor?

Kemudian aku mendekatinya, ketika aku di hadapannya dia tak membuka matanya.

Aku berdeham, namun dia tak bangun juga. Aku berdeham lebih keras hingga terbatuk, namun dia tak bergeming.

Aku mendengus sebal lalu menepuk pipinya. "Kookie."

"Ya! Ireona." Aku kembali menepuk-nepuk pipinya.

Dia masih tak bergeming, lalu aku melepaskan earphone-nya kasar dan membuatnya langsung membuka mata.

Dia mendudukan diri dan tak melihatku. "Ngapain?"

Aku duduk disebelahnya. "Gue tau, lo pura-pura tidur kan?" Aku bertanya namun dia hanya diam. "Gue tau lo udah jadi aktor drama musikal, tapi lo nggak bisa akting depan gue, Kookie."

"Jangan sebut nama gue kaya gitu."

Aku menyolek dagunya, berniat menggodanya agar tak marah lagi. "Yaelah Kook, gitu aja marah. Jeon Jungkook cakep deh kalau nggak marah."

Dia menyingkirkan tanganku. "Ngapain lo kesini?"

Aku menguncang-guncangkan kakiku yang melayang bebas di udara karena bangku ini lumayan tinggi bagi orang berbadan kecil sepertiku. "Gue minta maaf, Kook. Kemarin gue nggak dateng ke drama musikal lo. HP gue juga mati jadi nggak bisa ngabarin lo."

Dia menghela nafas kasar. "Kenapa nggak dateng?"

"Yoongi sunbae maksa gue ke studio musik dia. Ya mau gimana lagi, lo kan tau dia tukang maksa."

Dia kembali menghela nafasnya gusar. "Lo beneran pacaran sama dia?"

"Hm? Gue bingung, Kook. Gue nggak pernah bilang mau jadi pacar dia tapi dia selalu nganggep gue pacar."

"Dia selalu maksa ini itu, tapi disatu sisi dia juga baik kok sebenernya." Lanjutku.

Dia diam tak menanggapiku.

Kemudian aku berjalan untuk berhadapan dengannya. Kini aku tepat di depannya. "Intinya, lo mau maafin gue kan?"

Dia mengalihkan pandanganya dan aku langsung menarik wajahnya agar bertatapan denganku. "Lo mau minta apa? Gue turutin deh, asal lo mau maafin gue."

Dia menyeringai dan firasatku berkata ada yang tak beres. "Traktir gue makan besok. Di tempat biasa."

Dugaanku benar.

Aku melepaskan tanganku dari wajahnya dan berdiri tegap. "Atur aja deh, Kook. Semerdeka lo."

Tiba-tiba ponselku berdering. Aku langsung memberi kode pada Jungkook untuk diam dan aku berbalik badan membelakanginya.

Aku menarik tombol hijau tersebut. "Ada apa?"

"Kamu lagi dimana? Katanya mau kesini."

Aku menepuk dahiku. Penyakit pikun ku harus segera di obati. "Iya sunbae, aku kesana bentar lagi."

Namun tiba-tiba sebuah tangan kekar melingkar di pinggangku. Aku yakin, ini Jungkook. Wajahnya di letakkan di bahuku dan tangannya meraih ponselku. Dia mengambil alih ponselku.

Sayup-sayup terdengar suara Yoongi dari ponselku.

"Sayang? Kamu kenapa? Kok diem aja?"

"Halo?"

"Kamu baik-baik aja, kan?"

"Son Seungwan, coba jelasin ka--"

Aku tak mendengarnya lagi. "Kook?"

Dia mengeratkan pelukannya dan membenamkan wajahnya di ceruk leherku. "Cuma sebentar aja."

The Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang