13

4.1K 594 31
                                    

Seungwan

Begitu mendengar perkataan Hoseok, aku langsung memaksa Hoseok untuk mengantarku ke tempat Yoongi berada.

Dengan nafas memburu, aku melihat Yoongi dengan mulut berbusa tergeletak di lantai.

Aku dan Hoseok langsung menghampirinya. Kami jelas panik.

"Gue kira nggak bakal kejadian kaya gini." Hoseok mengangkat sedikit kepala Yoongi dan meletakannya di pangkuannya.

Tak terasa pandanganku menjadi sedikit buram. Mungkin aku akan menangis sejadi-jadinya jika Yoongi benar-benar tak bisa di selamatkan.

Aku menangkup wajah Yoongi dan memaksa ia tersadar. Mulutnya terus mengeluarkan busa-busa itu yang membuatku meneteskan air mata.

"Bangun." Aku terisak dan membersihkan mulutnya dengan sapu tangan di dekat sebuah jarum suntik.

Aku terlalu panik hingga tidak bisa berpikir jernih.

"Masukin jari lo ke mulut Yoongi, biar dia muntahin morfinnya." Perintah Hoseok.

Aku langsung memasukan kedua jariku ke dalam mulut Yoongi hingga ke ujung lidahnya.

Awalnya Yoongi tak merespon, namun ketika aku memasukan lagi jariku lebih dalam, dia memberikan respon dengan memuntahkan semua isi perutnya.

Bajuku menjadi kotor karena muntahannya tapi aku tak merasa terganggu sama sekali. Aku justru sedikit bernapas lega hingga mengusap peluh keringat dan juga air mataku dengan lengan bajuku.

Dengan tergesa-gesa aku dan Hoseok membawa Yoongi ke rumah sakit terdekat karena ia belum tersadarkan diri.

Yoongi ditidurkan di pangkuanku sementara Hoseok menyetir.

Aku terus menjaga tubuhnya agar dia tak terguling ke bawah. Hoseok mengebut dan sesekali mengumpat jika ada orang yang mengklakson karenanya.

Sesampainya di rumah sakit, aku dan Hoseok langsung menyuruh perawat untuk membawa Yoongi ke UGD.

Kami menunggu diluar dengan gusar. Hoseok nampak menelpon teman-temannya dan ku dengar ia memarahi Taehyung karena meninggalkan Yoongi sendirian.

"Sunbae, tolong telepon orang tua Yoongi sunbae." Pintaku lembut.

Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan menghembuskan nafasnya kasar. "Ayah Yoongi udah nggak ada."

Aku sedikit terkejut karena aku ternyata tak mengenal Yoongi sama sekali. Aku bahkan tak mengetahui bahwa ayah Yoongi sudah tiada.

"Ibunya?"

"Ck. Dia nggak mungkin kesini walaupun tau anaknya udah sekarat. Malah dia seneng."

"Nggak mungkin, sunbae. Walau gimana pun, seorang ibu pasti akan menyayangi anaknya."

Hoseok hanya mengedikan bahunya acuh dan berlalu duduk di ruang tunggu di depan ruang UGD.

---

Yoongi

Gue membuka mata pelan. Rasanya kaya ditusuk-tusuk ribuan jarum, sakit. Ngasal. Gue belom pernah ngerasain ditusuk ribuan jarum. Ya pokoknya sakit.

Gue mengitari ruangan, putih semua. Mungkin gue berada di surga. Tapi setelah gue pikir-pikir lagi, mana mungkin gue di surga kalau kelakuan gue selama di dunia bejat.

"Yoongi."

Gue mendengar orang-orang di sekeliling gue mulai gaduh. Dan setelah gue benar-benar membuka mata, gue menengok kanan kiri. Ada banyak teman-teman gue dan ketika gue ingin mengangkat tangan, ternyata tangan gue dipasang beberapa alat suntik dan infus. Pasti bukan suntikan morfin kan?

Kondisi gue benar-benar lemah sampai nggak bisa mukul Hoseok yang mau meluk gue.

Akhirnya gue hanya pasrah mendapat pelukan menjijikan dari Hoseok.

"Gue pikir lo mati." Celetuk Taehyung.

"Kalo gue mati, lo orang yang pertama gue datengin." Kata gue dingin.

Taehyung hanya nyengir yang membuat gue muak.

"Bego banget lo, sampe overdosis. Sebegitu ngestucknya?"

Ngomong-ngomong, gue nggak liat Seungwan disini. Orang yang buat gue jadi orang tolol sampai overdosis.

Padahal gue berharap ada Seungwan disini, kaya cerita-cerita di novel yang sering Namjoon ceritain.

"Bengong lagi anak monyet."

"Anjing ya lo. Kalo gue sembuh lo orang pertama yang gue incer." Delik gue ke Seokjin.

"Yoongi."

Suara perempuan membuat ruangan seketika hening. Gue kenal banget suara ini.

"Kamu baik-baik aja, kan?" Dia menghampiri gue dan mengelus rambut hitam gue.

Gue langsung menggelengkan kepala karena risih dan membuat dia berhenti mengelus rambut mahal gue.

"Yoongi." Dia menatap mata gue dan yang gue lakuin justru sebaliknya, membuang muka agar nggak tatapan dengan perempuan ini.

"Maafin mama, sayang." Dia menggenggam tangan gue erat. Kondisi yang terlalu lemah buat gue menepisnya.

Seinget gue tangannya nggak selembut dulu, dulu banget pas gue masih kecil. Dulu, saat dia selalu menggenggam gue ketika pulang sekolah.

Seenggaknya, temen gue tau diri dan mereka meninggalkan gue saat ibu gue merasa butuh waktu berdua sama gue.

Tanpa diduga, sebuah kecupan ringan mendarat di kening gue. Gue berasa gadis yang mau ninggalin emaknya pas jadi penganten baru.

Gue menatap ibu gue dengan pandangan tak bersahabat. "Ngapain kesini?"

Ibu gue tersenyum lembut nggak kayak biasanya. Gue rasa yang sakit itu ibu gue, bukan gue.

"Tadi ibu ditelpon teman kamu. Katanya kamu hampir nggak ada kalau aja 2 teman kamu itu nggak nyelamatin kamu. Ibu benar-benar syok. Dan ibu sadar ketika teman kamu nyeritain tentang orang tuanya."

"Ibu tau, ibu salah. Salah besar. Makanya, sebelum kita nggak bisa ketemu. Entah ibu yang ninggalin kamu duluan atau sebaliknya, ibu mau minta maaf sebesar-besarnya." Lanjutnya

Dia mengecup pipi gue dan mengelus rambut gue serta matanya nggak bisa pindah dari mata gue. "Ibu minta maaf."

Gue nggak bisa deskripsiin perasaan gue sekarang. Yang jelas, gue mengangguk tanpa mengatakan apapun dan dia tersenyum bahagia.

Ibu gue memeluk gue erat serta beberapa kali bergumam terimakasih dan menyebut nama Tuhan.

"Oh iya, teman kamu minta maaf karena nggak bisa nemenin kamu."

Gue mengernyitkan dahi. "Emang temen yang mana? Perasaan temen aku disini semua." Kata gue masih dengan muka datar.

"Dari suaranya si suara cewek. Ibu lupa nanyain namanya."

---

Gimana? Wkwkwk maafkeun gue bikin Yoongi POV yang menjijikan wkwk

Xoxo.

The Only OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang