"Jadi, kamu mau menceritakan semuanya padaku?" tanyaku di dalam mobil.
"Ya. Sebenarnya Vigo, Jones, Michael, Daniel, dan Ethan. Mereka bersahabat sejak lama, tapi Michael melakukan sesuatu yang membuat kakakku menjadi murka. Dia mengkhianati kakakku, dia mengambil keuntungan dari restaurant milik Vigo. Karena itu persahabatan mereka rusak. Jones, Daniel, dan Axe membela Michael sedangkan aku, Ethan bersama teman - temanku membela Vigo. Jadi saat kamu bertemu mereka. Mereka pura - pura tidak saling mengenal, aku pun sudah tidak melihat kakakku berbicara dengan Michael walau terkadang mereka bersebelahan!" jelas Max.
"Jadi karena itu kamu juga membenci Axe?"
Max mengangguk. "Dan karena dia telah merebut kasih sayang Vigo dariku. Dulu saat Michael dan Vigo bersahabat, Vigo selalu peduli pada Axe bukannya diriku. Walau aku adik tirinya namun aku juga membutuhkan kasih sayang dari dirinya!"
Aku mengerutkan dahi. Jadi Max ini adalah adik tiri Vigo. Pantas saja wajah mereka tidak begitu mirip dan usianya pun berbeda jauh. "Oh begitu!" muncul pertanyaan dalam benakku. Bagaimana bisa keluarga mereka berantakan. Apa yang terjadi sehingga Max menjadi adik tirinya.
Max tersenyum. "Kami berbeda ayah. Karena ibuku bercerai dengan ayah Vigo saat Vigo masih berumur 7 tahun dan aku belum lahir. Lalu ibuku bertemu dengan ayahku saat Vigo berusia 14 tahun sekarang dia berumur 29 tahun tapi belum menikah!" Max tertawa. Dia menjawab pertanyaan yang ada di benakku seolah - olah ia telah mengetahuinya.
"Lalu Vigo tinggal bersama siapa?"
"Bersamaku, ibu, dan ayahku. Namun hubungannya dengan paman Gerald baik - baik saja. Oh ya paman Gerald adalah ayah kandung Vigo! Dan kami pun menjadi keluarga yang bahagia!" jawab Max.
"Ooh!" aku senang mendengarnya. Vigo pasti senang, memiliki keluarga yang bahagia seperti itu. Ayah tirinya pun masih peduli dan begitu pula dengan adiknya.
Kami mengetuk pintu rumah Daniel. Ini kali pertamanya aku berkunjung kemari. Saat pintu dibuka bukan Daniel yang membukakannya melainkan seorang wanita, kelihatannya itu adalah ibu Daniel.
"Dylan!" wanita itu memelukku erat - erat. Dia mengecupku berkali - kali. Tak lama seorang pria muncul dari belakangnya dan ikut - ikutan memelukku.
"Jadi ini Dylan! Daniel benar, kamu mirip sekali dengan Sally!" kata pria itu senang.
"Ya. Daniel berkata seperti itu saat pertama kali kita bertemu"
"Hai Max, bagaimana kabar orang tuamu?" tanya ibu Daniel.
"Mereka baik saja!"
"Kalau begitu, masuklah! Di luar sangat dingin!"
Makan malam yang menyenangkan. Orang tua Daniel tak henti - hentinya berkata bahwa aku mirip dengan Sally, adik Daniel.
"Dylan, aku ingin bertemu dengan orang tuamu!" kata bibi Sharen, nama ibu Daniel.
"Bibi bisa datang ke negaraku!"
"Ya, akan kami usahakan karena kami ingin berbicara dengan mereka terutama ibumu!"
Aku menundukkan kepala, teringat pada sosok mama yang sering ku pandangi dalam bentuk kertas yang kutaruh disebelah tempat tidurku.
"Ada apa Dylan?" tanya bibi Sharen yang melihatku sedih.
Aku tersenyum. "Ibuku sudah tiada setelah melahirkanku!" ruang makan terasa sunyi. Mereka semua terdiam, dan sedih mendengar pernyataanku. Terutama bibi Sharen yang sangat menyesal dengan apa yang ia katakan.
"Tidak apa. Aku bahagia sampai sekarang karena aku masih memiliki tiga orang kakak dan juga ayah!"
"Jadi kamu tidak pernah mengetahui wajah ibumu?" tanya Daniel.
"Ya. Aku hanya mengetahuinya dari foto yang diberikan kakakku!"
"Maafkan aku. Aku sungguh menyesal!" kata bibi Sharen.
"Tidak apa bibi"
Saat kami asyik berbincang - bincang. Ponselku berdering sejenak, ada sebuah pesan dari kak Raka. Aku segera membacanya.
"Dylan, kamu sedang apa?"
"Makan malam!"
"Oh. Bersama siapa?"
"Max. Dan keluarga Daniel!"
"Ciee... siapa mereka?"
"Teman - teman baruku disini!"
"Kakak punya kabar gembira buat kamu, kak Devan, papa dan aku berangkat menuju London, karena kami sangat merindukanmu... Kita bisa berkeliling bersama nanti dan kamu yang menjadi pemandu wisata kami karena kamu sudah cukup lama di London dan kakak rasa kamu sudah hafal dengan tempat wisata disana. Hehe..."
"Benarkah? Aku tidak sabar menunggu kedatangan kalian. Dengan senang hati aku akan jadi pemandu wisatanya!"
"Jangan lupa kenalkan aku pada teman - temanmu dan Axe yang diceritakan kak Lucy padaku. Kamu menyukainyakan?"
"Lupakanlah yang terpenting aku akan mengenalkan seluruh temanku pada kalian! Cepatlah aku juga merindukan kalian!"
"Iya, tunggu kami Dylan! Kami menyayangimu!" begitulah akhir pesan dari kak Raka. Aku sangat senang sekali saat membacanya, dan menceritakannya pada bibi Sharen dan juga paman Aron. Sama sepertiku mereka juga menantikan kehadiran keluargaku di London.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In April
Teen Fiction"Dia mencintaimu. Aku ingin kamu menjaganya untukku. Buatlah dia selalu merasa bahagia. Karena hanya kamu yang dapat membuat dirinya bahagia" - Max Marin Terkadang menyakitkan, menyedihkan, membahagiakan serta mengharukan. Semua perasaan itu bercamp...