Dua Belas

197 13 0
                                    

Hari ini aku membantu ibu membersihkan rumah. Sedangkan Daniel membantu ayah berkebun. Mereka benar – benar seperti keluargaku sendiri. Setelah selesai, aku merebahkan tubuh di sofa. Tubuhku penuh dengan keringat. Aku kelelahan membersihkan rumah sebesar ini tapi juga menyenangkan dapat bergerak kesana – kemari.

Ya, inilah yang di katakan keluarga normal. Dari dulu aku sangat menginginkannya. Dan kini, aku telah mendapatkannya. Andai saat itu aku tahu jika kak Devan juga menyayangiku, pasti kami akan melakukan hal ini setiap harinya serta tertawa bersama.

Mataku ingin sekali menutup tetapi aku berusaha mencegahnya. Usahaku pun gagal, aku tertidur. Beberapa menit kemudian, bel rumah mengejutkanku dan membuatku bangkit dari sofa untuk membukakan pintu.

Betapa terkejutnya saat aku mengetahui siapa yang datang. Dia Axe bersama bocah laki – laki yang usianya sekitar 5 tahun. Aku hanya terdiam menunggu Axe berbicara tentang bocah tersebut.

"Dylan, kamu mau menolongku?"

"Entahlah. Siapa dia?" tanyaku dengan nada pelan. Axe mengajakku menjauh dari bocah laki – laki tersebut.

"Dia Jeff, sepupuku. Orang tuanya meninggal tiga tahun yang lalu, orang tua Jeff adalah kakak dari ibuku. Kini dia tinggal bersama adik ibuku. Tapi dihidupnya dia menjadi bocah laki – laki yang menyebalkan dan juga nakal! Dia jarang menyukai seseorang. Aku ingin kamu menolongku! Kita akan pergi bersama, mengajak Jeff mengelilingi London karena lusa dia akan pulang bersama bibiku ke Amerika!" jelas Axe. Aku menoleh ke arah bocah tersebut sembari tersenyum, namun dia tidak membalasnya. Raut wajahnya terlihat kesal.

"Jadi pada intinya selama kita berkeliling. Kamu ingin aku berusaha agar dia menyukaiku?"

"Benar!"

"Yang benar saja Axe! Dia pun tak membalas senyumanku! Bagaimana bisa aku membuatnya menyukaiku?!"

"Kamu pasti bisa Dylan! Kumohon, aku sangat membutuhkan bantuanmu! Sekali ini saja!" pintanya.

"Kali ini saja! Jika aku gagal, aku akan pulang!"

"Yeah! Terima kasih Dylan!" Axe memelukku, girang.

Padahal kemarin aku telah berkeliling sampai larut malam. Aku sangat lelah. Tapi aku juga tidak tega menolaknya. Akhirnya kami pergi bersama. Mungkin Jeff menyukai hewan – hewan jadi kami membawanya ke kebun binatang.

Aku tahu apa yang bocah itu rasakan. Dia kehilangan kedua orang tuanya karena itu dia tidak pernah ramah kepada semua orang. Tapi itu sangat keterlaluan. Aku yang kehilangan kedua orang tua dan kakak – kakakku saja, hanya sedih sekejap dan langsung mengerti ini adalah cobaan dari Tuhan.

"Jeff, kamu menyukai binatang apa?" tanyaku pada bocah tersebut. Namun dia tidak menggubrisnya.

"Jeff, jawablah pertanyaannya!" perintah Axe.

"Tidak mau!"

"Kamu melukai hatinya!"

"Biarkan saja!"

"Tidak boleh begitu Jeff!"

Wajah Jeff berkerut. Dia terlihat sangat marah, namun sedari tadi dia juga melakukan hal itu. Jadi tidak ada perbedaannya. Ternyata kali ini Jeff benar – benar marah. Dia berjalan sendiri menyusuri jalan kecil yang ada di dalam kebun binatang.

Aku dan Axe berusaha menyusulnya. Namun dia berlari secepat kilat untuk menjauhi kami. Sampai saat kami berdua kehilangan jejaknya di tengah pesatnya pengunjung.

Awalnya aku mengeluh dan ingin pulang. Akan tetapi aku sudah terlibat dalam hilangnya Jeff. Jadi aku harus bertanggung jawab dan membantu Axe untuk mencarinya.

Love In AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang