Wajah Max terlihat sangat marah. Tangannya mengepal dan ingin memukul seseorang yang ia temui di malam hari. Di jalanan yang nampak sangat sepi, mereka berdua bertemu. Tiada orang di jalan tersebut kecuali mereka berdua dan angin dingin yang mengitarinya.
"Kamu puas menyakiti hati Dylan?!" teriak Max pada Axe.
"Aku tidak bermaksud seperti itu!"
"Dia sakit Axe! Dia SAKIT!!!"
"Aku sudah mengatakannya padamu bahwa aku tidak bermaksud seperti itu! Lagi pula aku belum menjelaskan siapa gadis itu!" teriak Axe tidak mau kalah.
"Dia tidak butuh penjelasanmu!"
"Dia pasti membutuhkannya!"
"Tidak. Kamu salah! Dia tidak akan mendengarkan kata – katamu lagi!"
"Aku membencimu!"
"Aku juga begitu! Aku tidak pernah menyukaimu!"
"Apa yang kamu inginkan dariku?" tanya Axe.
"Aku ingin kamu menjauhi Dylan!"
"Benarkah? Aku tidak akan melepaskannya begitu saja!"
"Aku mencintainya Axe! Dan aku akan mengatakan tentang itu padanya!"
Axe menggelengkan kepala. Lalu menghantam wajah Max dengan tinjunya. Max pun membalasnya. Perkelahian di mulai, banyak darah di wajah mereka. Walau begitu mereka tidak berhenti dan terus saling memukul.
"Kamu mau lagi?" tanya Axe dengan mata berkaca – kaca.
"Tentu!" jawab Max tanpa mempedulikan rasa sakit yang di deritanya. Axe kembali menghantamkan tinjunya di wajah Max. Dua orang lelaki datang dan segera melerai mereka.
"Hentikan!!!" teriak Vigo yang nampak sangat marah.
"Sudah puas kamu melukai hati Dylan? Dan sekarang kamu melukai Max! Lelaki macam apa kamu ini? Jika kamu salah mengaku saja Axe!" kata Daniel.
"Aku tidak salah Daniel! Aku bisa menjelaskan semuanya! Akan ku temui adikmu, dan aku akan menjelaskan semuanya!"
"Tidak akan aku izinkan! Sudah sampai disini saja hubungan pertemanan kita! Mulai sekarang kamu juga harus menjauhi adikku!" jawab Daniel yang juga merasa sakit hati.
"Tapi aku sangat mencintai adikmu! Aku tidak mau kehilangannya!"
"Kalau kamu mencintainya. Kenapa kamu melakukan ini? Kamu menyakiti hatinya. Aku tahu apa yang dia rasakan! Karena aku juga merasakannya! Sakit sekali, Axe! Sangat sakit!" kali ini Daniel berbicara sembari meneteskan air mata. Sebab ia juga sakit hati dengan apa yang Axe lakukan padaku.
"Lebih baik kita pergi dari sini!" ajak Vigo.
"Pergilah! Kalian tidak mau mendengarkanku! Pergilah!" perintah Axe yang juga merasa tersakiti. Namun aku lebih tersakiti.
"Kamu yang harusnya pergi dari sini!" kata Max yang tak mau kalah.
"Baik. Aku akan pergi dari sini! Aku tidak peduli apa yang terjadi pada Dylan!" sahut Axe kemudian dia pergi sembari memegang pipinya yang berdarah.
Bulan tampak bundar dan besar. Lolongan anjing terdengar di malam yang sunyi nan sepi ini. Burung hantu tak mau kalah dan mulai melantunkan nada – nada sendu yang mereka miliki. Tiga orang lelaki berjalan bersama. Salah satu dari mereka tidak sanggup menahan rasa sakitnya. Dia duduk di bangku jalan.
"Kamu tidak apa – apa?" tanya Vigo pada adik tirinya.
"Tidak apa"
"Kenapa kamu menemuinya? Untung saja aku membaca pesan di ponselmu tadi! Kalau tidak..." mata Max membelalak, dia meraba – raba saku yang ada dicelana serta mantelnya namun dia tidak menemukan apa – apa.
"Ini ponselmu!" Vigo memberikan ponsel Max.
"Seharusnya biarkan aku berkelahi dengannya!"
"Kenapa begitu?"
"Dia telah menyakiti hati Dylan! Dan aku... aku tidak bisa diam saja!"
"Tapi itu juga bisa melukai dirimu!"
"Biarkan saja! Aku juga ingin tahu... siapa yang akan kamu bela nantinya!"
"Maksudmu?"
"Selama ini kamu tidak pernah mendengarkanku! Dulu kamu memilihnya dari pada aku! Dan aku ingin tahu, sebagai adik tiri apakah kamu menyayangiku?" mata Max berkaca – kaca. Dia ingin menangis, dia ingin marah tapi dia tidak bisa melakukannya. Vigo terdiam, dia berusaha mencerna pembicaraan Max. Beberapa detik dia menatap serius wajah adiknya, matanya terlihat sangat tulus. Tulus menyayangi adik tirinya.
"Aku kesepihan Max. Saat ayahku dan ibu berpisah. Tidak ada yang peduli. Dan ibu menikah begitu saja dengan ayahmu. Hatiku terasa sakit saat kamu hadir, aku hanya ingin ayahku dan ibu bersama... tapi itu tidak mungkin. Itu tidak mungkin... bagaimana pun juga, aku menyayangimu tapi aku tidak tahu bagaimana aku harus mengucapkannya padamu..." jelas Vigo dengan tetesan air mata yang mulai membasahi pipinya. Tubuh Max menjadi kaku saat mendengarnya sementara Daniel hanya terdiam dan membiarkan mereka berbicara.
Max sangat menyesal atas apa yang terjadi pada Vigo, selama ini dia salah. Max menatap wajah kakaknya tersebut, dia tidak memikirkan tentang rasa sakit yang ia derita setelah perkelahiannya dengan Axe.
Air mata tak dapat di hentikan di malam yang sunyi ini. Mereka bertiga menangis. Tetapi bukan berarti mereka adalah lelaki yang cengeng atau pecundang. Namun mereka adalah lelaki yang berani membuka isi hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In April
Teen Fiction"Dia mencintaimu. Aku ingin kamu menjaganya untukku. Buatlah dia selalu merasa bahagia. Karena hanya kamu yang dapat membuat dirinya bahagia" - Max Marin Terkadang menyakitkan, menyedihkan, membahagiakan serta mengharukan. Semua perasaan itu bercamp...