Dua Puluh Delapan

245 13 0
                                    

Bulan April ini membuatku sangat bahagia karena Axe akan mengajakku bertemu di Greenwich Park katanya dia ingin memberiku sebuah kejutan. Aku tampak sangat ceria pagi ini, membuat orang – orang yang melihatku menjadi iri. Aku berlari sembari bersenandung menuju Greenwich Park.

Dari kejauhan terlihat seorang pemuda yang menunggu kehadiran pasangannya. Dia tersenyum gembira pagi ini, sama seperti diriku tentunya. "Selamat pagi!" sapanya.

"Ini adalah hari yang sangat istimewa untukmu" kataku.

"Apa?"

Aku menepuk dahi. "Kamu lupa?" aku mengeluarkan sesuatu dari dalam tasku. "Selamat ulang tahun..." aku memberikan kue tart kecil yang ku buat sendiri. "Maaf, kuenya sedikit hancur karena aku sangat gembira pagi ini!" aku meminta maaf.

"Kamu mengingatnya?! Terima kasih..." Axe tampak gembira. Lalu memandangku dengan saksama. "Bolehkah aku meminta sesuatu di hari ulang tahunku ini?"

"Tentu saja, kamu boleh minta apapun yang kamu mau! Tetapi sebelumnya..." aku mengeluarkan sebuah syal dari dalam tasku. Syal cokelat berkain sutra yang halus, aku membelinya saat pertama kali Axe mengajakku sarapan pagi di hari yang menyebalkan itu. Aku belum sempat memberikannya padahal aku selalu ingin memberikannya, sekarang aku memberikannya karena memiliki banyak kesempatan. "Ini untukmu... aku membelinya di toko pakaian di hari menyebalkan itu. Kamu ingat?" aku memberikannya pada Axe.

"Oh, saat itu kamu menghilang demi syal ini?" tanyanya meyakinkan.

"Ya, begitulah" pipiku merona. "Aku ingin kamu selalu mengingatku. Kamu harus menjaganya seperti menjaga hubungan pertemanan... persahabatan... kita!"

"Tidak" Axe menggeleng. Aku menganga, sedikit tidak percaya dengan ucapannya. Axe menggenggam kedua tanganku.

"Aku tidak ingin kita berteman atau bersahabat. Aku ingin kita berpacaran!" aku terkejut saat mendengar pernyataannya.

"Apa?!"

"Ini hari ulang tahunku dan aku minta kamu menjadi kekasihku. Apa kamu mau?" Axe memberiku bunga. Kemudian kembali memegang tanganku. Aku sedikit gemetaran tapi juga bahagia. Tanpa berpikir panjang aku mengangguk.

"Lalu apa kejutan yang ingin kamu berikan padaku?" tanyaku.

"Lihat saja nanti! Sekarang kita berkeliling menyusuri kota London bersama!" ajak Axe. "Aku akan mengenakan ini karena ini adalah hadiah dari kekasihku! Terima kasih..." dia melilit syal itu di lehernya. Aku tersenyum bahagia bukan main.

Kami berdua menghabiskan waktu bersama dengan berkeliling menyusuri kota London. Kami terlihat bahagia, dan tidak segan – segan mengambil banyak foto termasuk foto kami berdua. Axe segera meng-uploadnya ke akun instagramnya. Tak lama kemudian nama Max Marin muncul dan mengomentari foto tersebut.

"Kamu berhasil Axe! Jagalah Dylan!" bunyi komentar tersebut.

Axe menceritakan semuanya padaku jika Max hanya ingin melihatku bahagia. Axe juga menceritakan kebaikan sosok Max yang selama ini menjadi musuhnya, namun sekarang mereka menjadi teman baik.

Tak terasa hari sudah mulai petang. Axe langsung mengajakku ke London Eye. Entah ada apa di sana sehingga membuatnya tergesa – gesa. Dia rela mengantre panjang demi mengajakku menaiki London Eye, padahal dia terlihat lelah berdiri selama kurang lebih dua jam.

Kami pun menaiki London Eye tepat pada malam hari. Kali ini pemandangan kota ini sangat indah dari biasanya, karena aku melihatnya bersama Axe. Sungguh aku merasakan sesuatu yang sangat berbeda, selama aku bersamanya.

Max benar bahwa Axe mencintaiku, karena dia sudah cukup untuk membuktikannya padaku.

"Dylan, lihatlah!" Axe menunjuk ke langit.

"Bintangnya sangat indah!"

"Iya tapi yang ku maksud bukan itu!" Axe menggerutu.

Tak lama kemudian kembang api menghiasi langit yang ku pandangi itu. Aku sangat terkejut sekaligus bahagia melihat tulisan yang di luncurkannya. "I love you!"

"Ini sangat indah..." kataku yang merasa sangat bahagia.

"Aku sangat mencintaimu, semenjak pertama kali kita bertemu..." Axe menggenggam erat tanganku dan tak mau melepaskannya.

"Aku juga, karena itu aku tidak bisa mencintai Max pada saat kami berpacaran" mataku berkaca – kaca. Aku masih merasa bersalah pada Max yang ku tinggalkan begitu saja.

"Dia hanya ingin melihatmu bahagia... jadi bahagialah!" Axe menghibur dan tak memperbolehkanku untuk menangis malam ini. "Aku rasa kejutan yang aku berikan kurang..."

"Memangnya apa yang kurang?" Axe mendekatiku, lalu dia menciumku. Membuatku merasa hangat malam ini, walau ini bukan musim dingin. Tapi aku merasa kedinginan dan Axe telah memberiku kejutan yang dapat menghangatkanku.

Aku tidak pernah sebahagia ini. Axe membuatku menangis karena terharu. Aku rasa Tuhan adil. Tuhan memang adil, kukira semua yang terjadi pada hidupku tidaklah adil setelah Tuhan merenggut nyawa orang – orang yang ku sayangi, seperti mama, papa, kak Devan dan juga kak Raka. Namun Tuhan telah menunjukkan kekuasaan-Nya, dan memberiku seseorang yang tepat untukku. Axe, lelaki yang telah menggantikan orang – orang itu dan mengubah segala kesedihanku menjadi kebahagiaan. Dia tidak pernah meninggalkanku, apapun yang terjadi.

Dan tentang bulan April. Walau bulan April bukanlah bulan yang mempertemukanku dengannya, tetapi bulan April selalu membuatku tersenyum bahagia. Tidak pernah ada kekecewaan atau kesedihan di sela – selanya. Karena itu bulan April akan selalu ku kenang karenanya.




Thanks For Reading

_DhEE_

Nb : Love In April, merupakan tahap pengenalan tokoh dan karakter, oleh karena itu cerita tidak terlalu romantis. Dan tahap yang sesungguhnya akan hadir di Love In April 2 (Coming Soon!). Cerita lebih romantis dan pembaca akan merasakan lebih banyak emosi, karena hal yang tak terduga terjadi pada kisah cinta Dylan Kitsch dan Axe Matheson.

Love In AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang