Tiga Belas

117 11 0
                                    

Sudah satu bulan aku tidak bertemu dengan Max. Dia hanya menelepon dan menanyakan kabarku. Tapi akhir – akhir ini dia tidak meneleponku, katanya dia akan memberiku kejutan. Tapi setelah menanti, tidak ada kejutan yang datang untukku.

Burung – burung mulai berkicau ria, mereka terlihat bahagia sekali. Saat aku tengah memandang mereka dari jendela kamarku, suara ibu mengejutkanku serta burung – burung cantik tersebut. Mereka terbang tak keruan arah. Aku segera bergegas menuruni anak tangga.

Saking cepatnya aku berlari dan tak mempedulikan apapun menjadikanku bertabrakan dengan Daniel. Kami pun terjatuh. Aku mengernyit kesakitan sedangkan Daniel tertawa. Padahal sama sekali tidak ada hal lucu yang perlu di tertawakan.

"Sakit sekali! Kenapa kamu tertawa?!" teriakku sembari memegang kakiku.

"Tidak ada, hanya saja lucu! Kita seperti anak kecil saja yang jatuh bersamaan seperti ini!" Daniel kembali tertawa. Kemudian dia membantuku bangkit, dengan kaki yang sedikit memincang kami berjalan menuju ruang keluarga. Rupanya ibu dan ayah tengah menunggu kedatangan kami.

"Ada apa dengan kalian?" tanya ibu.

"Jatuh!" jawabku.

"Bersama!" tambah Daniel sembari tersenyum.

"Lain kali hati – hati!" kami berdua hanya tersenyum, layaknya anak kecil yang harus di maafkan.

Ayah menaruh sebelah tangannya di balik tubuhnya. Aku bisa melihat secarik kertas putih dan berderet tulisan menghiasinya. Karena di liputi rasa penasaran aku segera bertanya. "Apa itu?"

"Karena ini kami memanggil kalian!" jawab ayah. Kami berdua saling berpandangan. "Ini adalah tiket pesawat"

"Memangnya kita akan pergi? Kemana?" tanya Daniel.

"Paman Marcel!" jawab ibu.

"ITALIA!!!" teriakku dan Daniel bersamaan. Kami sangat senang mendengarnya, aku juga ingin pergi ke Italia. Terutama kota Roma.

Love In AprilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang