Suara dengungan pendingin ruangan terdengar mengalun lembut, saking sepinya kamar. Aku bahkan bisa mendengar suara ikan yang berenang di kolam dekat kamar, juga suara napas pria di sampingku ini. Aku mendekap selimutku erat, sambil berusaha memejamkan mata, tapi lima menit kemudian aku hanya menatap langi-langit kamar.
Ah sial, pasti ini gara-gara Anto.
Aku mulai bergerak gelisah, merasa kurang nyaman dengan keberadaan pria baligh di sampingku, dari tadi aku was-was, takut tangannya bergerak liar. Tapi untungnya, dia tertidur begitu pulas. Tinggal aku yang pengen banget berdiri dan tidur di sofa, tapi membayangkan dia terbangun gara-gara selimut tertarik, aku lebih pilih begadang sambil telentang.
Namun tiba-tiba tangan Anto terangkat dan mengibaskannya ke wajahku, telapak tangannya mengenai hidungku, rasanya kayak mukaku ditimpuk semangka. Ini tangannya aja seberat ini. Aku mengaduh kecil, sambil berusaha menyingkirkan tangan yang ternyata wooaah, nggak mungkin kan tangan cowok sebagus ini? Maksudku, ukuran om-om loh, bulunya dikit banget, empuk lagi.
Baru saja hendak melempar tangannya, tiba-tiba dia mengangkat tangannya lagi dan menjatuhkannya dipinggangku. OMG. Ini bakal mengundang hal-hal yang tidak-tidak!
Tanpa banyak pikir aku langsung menendang dia, pelan sih sebenernya tapi bikin dia jatuh gedebug dan disambung aduh-aduhan, rasain, suruh siapa pegang-pegang!
"Kok tending-tendang sih?! Emangnya aku bola apa?" dia berdiri sambil memegangi pinggulnya.
Aih, dasar ngga tau malu, "Kamu pegang-pegang!"
"Aku ngga pegang-pegang apa!" dia ngotot kalau dia nggak pegang apa-apa.
"Ndasmu," aku menghela nafas dan bersiap-siap adu argument, "kamu pegang pinggangku!"
Dia mentapku sebal sambil mengernyitkan jidat, "Terus kenapa?"
Aduh, harus gimana sih biar dia ngerti kalau aku sebenernya deg-degan tidur sama dia?
"Malu lah!"
Tunggu ... aku bilang apa? Aku terkejut dan merespon itu dengan menutup mulut, sambil menyumpahi diri sendiri, ah, harga diriku.
Melihat dia menyeringai seperti itu membuat bulu kudukku seketika meremang, aura dia memang menyeramkan sejak awal, jadi sebagai tindakan preventif aku ikutan berdiri sambil mundur-mundur ngga jelas. Selain bikin takut, dia juga bikin deg-degan. Otakku jadi ngga berfungsi seperti orang waras.
Dia semakin mendekatiku dengan tampang yang tak bisa kujelaskan, kalau saja situasinya berbeda, aku pasti menyebutnya sexy tapi berhubung dia bikin aku ketakutan setengah mati, bilang ganteng aja aku ngga sudi.
"Mau ngapain?!" aku bener-bener takut! Tiba-tiba punggungku menyentuh benda tumpul yang kuyakini sebagai tembok, sekarang aku merutuki kenapa ada tembok di kamar ini.
Namun, bukannya peka karena aku nyaris mati ketakutan, dia malah berdiri persis di depanku, menatap mataku lekat-lekat. Aku bisa merasakan jantungku nggak keruan detaknya, juga bisa merasakan jempol kaki Anto menyentuh jari kakiku. Tiba-tiba aku tertunduk, berusaha mencari oksigen dan menyembuhkan pipiku yang memerah.
Semoga saja dia tidak mendengar detak jantungku, karena ini malu-maluin.
"Nab?"
"Nabila?"
Aku tidak menggubrisnya. Aduh, gagal menentramkan detak jantung!
"Nabila?" dia menarik kedua tanganku yang sempat kutepis, tapi kekuatan baru bangunnya ternyata boleh juga, "aku tidur di luar, ya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Gak Mau Nikah
ChickLitNabila Aku 17 tahun, baru saja hengkang dari SMA. Tau-tau, Aku dijodohkan dengan om-om berusia 27 tahun, dan dilamar lewat free call Whatsapp (Kurang romantis apa coba?), sialnya dia tak menerima jawaban selain 'Ya', padahal beribu kali kujawab 'AB...