Pertama

4.4K 146 1
                                        

 "Sah?"

"Saaaaah!!" teriak semua orang mengerumuni aku dan alien di sampingku. Sekarang aku resmi jadi istri Muhammad Rodhianto Al Bazili, yang aku termui di lorong sebelum ijab qabul, yang aku bilang cowok ganteng, yang aku bilang aku lebih pengin nikah sama dia dari Muhammad Rodhianto Al Bazili. Padahal cowok itu ya si Muhammad Rodhianto Al Bazili.

Aku menggigit bibir bawahku, berarti aku menjilat ludah sendiri dong?

Tau-tau air mata keluar dari ujung mataku, di tengah keriuhan tamu yang bahagianya kebangetan, aku malah mengalami depresi tiba-tiba, tiba-tiba juga ada yang mengelap air mataku, aku baru ingat, kan aku sudah punya suami ...

"Kenapa nangis?" bisiknya lalu dia mencium puncak kepalaku, disambut dengan tepuk tangan yang meriah, dan suit-suitan dri Sayyid dan kawan-kawan. Aw, kenapa harus ada cium kepala segala, sih!

"Kan busa dadanya udah dibuang," dia melanjutkan.

Apa katanya, busa dada?

Aku langsung melotot dan meninju paha dia, memangnya ... oh! Pasti dia ngumpet di lorong sewaktu mbak Yena dan Astri maksa-maksa aku pakai busa dada itu ...

Oalah harga diriku.

"Aw, jangan galak-galak dong," dia mencium keningku, entah mengapa. Aku hanya berusaha untuk mempertahankan senyum ini, padahal dalam hati merutuki alien tukang cium di sampingku. Dasar Muhammad Rodhianto Al Bazili.

***

Aku menatap grandma nanar, dia tersenyum sangat bahagia, lalu dia berjalan ke arahku dan memelukku, "Happy wedding, my lovely grandchild."

Hatiku sakit bukan main. AH! Seharusnya aku kabur aja tadi pagi biar gagal pernikahan ini.

"Happily ever after, Amin!" Maureen memelukku erat sekali, "nanti malam jangan gercep-gercep ya bos, nanti ngga nikmat." Bisiknya, aku segera mencubit pinggangnya keras-keras, sekali lagi dia bawa-bawa hal itu, akan kugantung dia hidup-hidup.

"Mami harap kalian jadi keluarga yang sakinah mawadah, warrohmah. Jagain Nabila ya, Anto." Mami menepuk-nepuk lengan bahu Anto (ribet juga manggil dia Muhammad Rodhianto Al Bazili) sebelum keluar kamar hotel bersama ayah, kakek, grandma, nenek muda, opung-opung, mama dan papa mertua (Huhu, aku resmi jadi seorang istri) juga Maureen.

Setelah pintu di tutup Anto, bahkan dia menguncinya, dia duduk di atas kasur sambil menyangga jidatnya yang lumayan lebar. Aku menghembuskan napas panjang, masih merutuki semua hal yang baru terjadi.

Resepsi dan pesta pernikahanku berjalan dengan sangat lancar, padahal aku mengharapkan atap ball room runtuh dan mengenaiku sampai meninggal, itu lebih baik ketimbang, aku harus melaksanakan proses pernikahan ini, dari pagi sampai malem keep smile. Jantungku ngga absen berdegup kencang, nervous abis seharian ini, mungkin kalau diemberin, keringatku melebihi volume kolam renang The Jungle. Tapi, tau tidak? Si alien yang seharian ini duduk di sampingku malah adem ayem, keep smile nya benar-benar tulus, apa lagi senyumnya sewaktu dia mengelap keringat di jidatku siang tadi. Rasa-rasanya dia kebentur kap mobil sebelum resepsi. Nggak mungkinkan dia juga setuju untuk dijodohi?

"Nab?"

Aku menggeser kepalaku sambil meremas bajuku, takut juga ada di dalam satu ruangan sama cowok yang udah baligh, walaupun aku secara hukum maupun apapun adalah istrinya.

"Kamu, mau ruang yang kayak gimana?"

Ke dua alisku bertaut, memangnya aku pernah minta dibuatkan ruangan sama dia?

Gak Mau NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang