Harapan Itu Sungguh Ada

728 15 0
                                    

Aku bangun dari tidurku. Rasanya nenyak sekali. Seperti biasa, aku selalu terburu-buru dipagi hari. Bedanya, ini adalah hari minggu. Waktunya aku meng-istirahatkan seluruh badanku. 

Ting!

"Aku sudah selesai mengurus visamu. Kau harusnya membayarku. Hahaha''

Sontak saja aku kaget. Bayar? Lalu aku mencoba mengingat apa yang harus aku bayar. Aku pelupa, tentu saja itu diturunkan dari sifat ibuku. "Ah, rupanya ini adalah nomor si pellit itu. Darimana dia tahu ya nomor teleponku?"

Aku buru-buru membalas. Ini masih pagi, yang benar saja? 

''Hei, memang nya kalau mengurus visa harus menggunakan uang? Kan, kau sendiri yang menawariku untuk diuruskan olehmu.''

Dasar, manusia pelit. Ujarku dalam hati.

"Tentu saja, masa kau tidak memberikan imbalan apapun padaku? Kalau begitu bagaimana kalau kau mentraktirku menonton film The End Of Love.''

Astaga, manusia ini benar-benar mengharapkan imbalan yah. Aku langsung membalas nya "Aku tidak mau." 

"Baiklah, kau baru saja membuang kesempatan untuk bertemu dengan sahabatmu itu! Hahaha''

"Baiklah. Aku akan pergi denganmu, tolong bawa visa ku dan cepatlah tentukan tanggal dan waktunya. Aku ini sibuk.''

''Baiklah, Lusa. Rumahmu dimana?''

"Tidak usah menjemputku, aku tak sudi kalau kau kerumahku. Hahaha''

"Baiklah.''

Aku lalu kembali tertidur. Aku mengingat bahwa ini adalah tanggal 9. Hei, apakah kau masih ingat? Ini adalah hari pertama kita bertemu. Aku tidak menyangka bahwa Tuhan memisahkan kita dan belum mempertemukannya kembali. Dimanapun kau berada aku harap kau masih sama, hmm mungkin masih memiliki perasaan yang sama padaku.

Aku kembali membuka mataku. Aku lalu pergi mengambil kunci mobil. 

"Kamu mau kemana nak?'' tanya ayah padaku yang sedang berada diruang tamu kami. 

"Aku mau cuci mobil dulu yah, sekalian mau beli makanan buat yang mau dibawa."

 ''Sekalian, belikan kami cemilan yang terenak. Kau masih punya uang jajan kan?" 

"Uangku sudah habisa yah. Haha''

Aku kemudian melangkahkan kaki menuju gerbang rumah kami. Lalu pada saat ingin membuka gerbang..

''Pagi, Carla.''

Aku sungguh terkejut. Antara marah, kecewa, sedih, dan patah hati melihat seorang yang sekarang berada didepan rumah ku. 

''Kamu mau ngapain kesini?'' nada suaraku berubah menjadi tidak ramah. Dia, manusia itu kembali lagi. Tuhan terlalu cepat mempertemukan kami disaat aku sudah ingin melupakannya. 

"Aku boleh masuk ga? Hmm ga enak nih kalau aku diluar kaya gini. Kamu mau kemana?''

Manusia ini tidak salah berbicara kan? Dia berbicara seolah tidak ada hal buruk yang terjadi diantara kami.

''Ayah!! Yahh! Tolong keluar dong, Lala mau keluar tapi ga bisa keluarin mobil. Tolong bantuin Lala yahh!!'' Aku berteriak sekuat tenaga agar ayahku mendengarnya dan keluar, berharap ayah memarahi orang itu. 

"Kamu kenapa teriak-teriak sih? Ga enak sama tetangga tau.''Belum sempat ayahku menengok.. 

"Selamat pagi om.''

Lalu ayahku menoleh, "Loh, nak Fandi? Ada apa kok tumben sudah lama tidak main kesini?"

Ayah, mengapa engkau ramah terhadap laki-laki jahat ini?

"Ayah aku mau keluar, tolong dong nih.''ucapku sambil menunjuk kearah Fandi. 

''Kamu keluarnya nanti saja, ada teman kamu nih.''

''Teman?Hahha jawabku mulai sinis. Dia bukan temanku yah, aku tidak pernah mengenalnya.''

''CARLA! Ayah tidak pernah mengajari kamu seperti itu!"

''Maaf om, baiklah saya akan menunggu disini saja sampai Carla kembali.''

Aku yang melihat hal itu menjadi malas untuk kembali kerumah. Untung saja ibu masih tertidur. Wajar saja, ibu bekerja setiap hari, dia butuh istirahat.

Aku langsung masuk kedalam mobil dan pergi dari rumah tanpa sempat menutup gerbang.

Supermarket

Haha ini sudah gila, mau apa dia kembali? Aku mengambil keranjang belanjaan dan mulai memasuki barang apa yang akan ku bayar. Aku keluar hanya memakai celana pendek dengan kau putih kesukaan ku. Lalu tibalah saatnya aku membayar. 

"Mba, kok mukanya cemberut saja?"tanya kasir itu dengan ramah.

"Tidak jelas.'' ucapku dengan sinis. Sebenarnya aku tidak bermaksud untuk berkata seperti itu hanya saja kejadian pagi ini yang membuatku berubah. Bukan, bukan hari ini, melainkan beberapa tahun yang lalu.

Rumah 

Aku mulai membuka gerbang rumahku. Aku sudah melihat bahwa mobillnya sudah tidak terparkir didepan rumah. Pada saat aku ingin memasukkan si merah, aku telah melihat pintu garasi kedua terbuka, dan menemukan mobil dia. Astaga ayah, kau sudah keterlaluan.

''Ayah, lala pulang nih. Yah..''

Lalu si bibi mulai keluar dari garasi kedua. "Non, ada tamu tuh. Cowo tuh, pacarnya non ya?" bibi pun mulai melakukan aksinya. Setiap ada temanku yang datang dianggapnya sebagai pacarku. Haha bibi, kau memang lucu. "Bukan bi, dia bukan pacarku, tapi dia orang jahat bi. Bibi harus berhati-hati.'' Aku merubah rawut muka ku menjadi seram. 

''Wah, kamu barusan bilang aku penjahat ya sama si bibi?" ucap Fandi yang tiba-tiba muncul dari garasi.

Aku yang mengetahu itu langsung mengelak dan membuang muka. Lalu berjalan masuk melewati pintu utama. "Bi, hati-hati ya.''

"La, Carla. Tunggu, aku mau ngomong.''

lalu aku memberhentikan langkahku. "Kamu mau ngomong apa lagi sih? Kamu itu tamu yang ga diundang, make masukin mobil kedalam garasi ku lagi. Itu tempat nya si merah tau!" 

"Aku disuruh ayah kamu kok. Aku pengen ngobrol aja sama kamu. Aku kalau ngubungin kamu ga pernah dibales. Ayah kamu udah cerita semuanya semenjak kita.."

"Cukup fan, aku ga mau kamu dateng lagi ke kehidupanku." ucapku dengan penuh nada memohon. 

Kamu masih inget perkataan kamu? "Semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu kembali."  Aku kembali mengingat hal itu. "Itu kan kamu yang ngomong Fan. Udah lah, aku capek. Kamu tuh ganggu waktu ku aja tau. Kamu itu menghabiskan waktu ku yang berharga, yang harusnya aku sisain buat ayah ku." Ya, nada ku mulai naik. Aku marah, kecewa, sedih. 

"Lebih baik kau kembali. Aku berharap pertemuan ini menjadi pertemuan yang benar-benar terakhir untuk kita, aku, kamu, dan semua kenangan dimasalalu kita." nada dan kalimat ku benar-benar sama seperti saat itu.''

''Aku tau kau akan pergi ke Amerika. Aku akan menyusul mu. Lihat saja.''

Aku memberhentikan langkah ku untuk masuk kedalam rumah. Tiba-tiba dia membuka pagar rumah ku sendiri dan mengeluarkan mobilnya dari garasiku. Aku berharap omongannya tidak benar-benar terjadi. Aku ingin melupakan kenangan dan membuat kenangan yang baru.


 

Aku dan Sejuta KenanganWhere stories live. Discover now