Kesialan Yang Mendatangkan Keberuntungan

226 4 0
                                    

"Lalu bagaimana jika aku yang menang?"
"La, berhenti saja dengan permainan itu tidak ada gunanya."

Aku memang tetap bersikeras tidak mau mengalah ataupun membatalkan permainan itu pada Hadi.

Aku mengambil handphone ku.
"Hai hadii.. Apa kamu mau bermain denganku?"

Lalu tidak berapa lama kemudian, handphone Carla pun bergetar.

"Tentu saja aku mau. Permainan apa itu?"

Carla pun tersenyum sinis, membayangkan nanti bahwa dialah yang akan menang. Tunggu, tapi apa keuntungan dari permainan ini ya? Haha

"Kita 2 orang. Kamu dan aku. Jika kamu suka sama aku itu artinya kamu kalah. Kalau aku suka sama kamu, kamu lah pemenangnya. Keuntungannya adalah kita bisa bersenang-senang."

"Aku gak setuju la. Aku udah pasti kalah sama kamu."

"Tapi permainan ini juga ada batas waktunya. 3 bulan. Dimulai dari besok hingga 3 bulan yang akan datang."

"Baiklah, jika itu membuatmu senang akan ku lakukan."

Carla pun tersenyum. Dia masih membayangkan bahwa dirinya lah yang akan menang. Selama pernyataan itu tidak keluar dari mulut Carla, dia tidak akan kalah.

Aku akan membuat hal yang sama dengan apa yang telah Fandi lakukan padaku dulu. Tentu saja, Fandi akan ku buat jatuh terpuruk. 

Jahat bukan? Tapi itulah Carla. Dia sekarang menjadi orang yang pendendam. Mari kita lihat 3 bulan yang akan datang apakah dia masih dengan omongannya atau tidak.

Waktu berjalan begitu cepat. 1,5 bulan sudah berlalu. Hingga pada malam itu.

"La, aku antar pulang ya. Aku ga mau liat kamu jalan sendirian disini. Daerah kampus ini seram banget la. Aku aja kalau bawa mobil takut. Kamu kan harus jalan kaki.."

"Gak makasih, kamu pulang aja.."

"Bener nih? Gak takut sendiri??"
"Bawel kamu ih.."
"Yaudah hati hati ya."

Aku mulai berjalan. Sepi, sendirian.. Ah jangan takut. Kau pasti dilindungi Carla.

"Wah wahh ada si neng gelis nih lagi jalan.."
Astaga tuhhann jika tau seperti ini aku akan menumpang dengan Hadi.. Arghh

"Mau apa kau?!"
"Haduh, jangan galak-galak dong neng.."
Dia mendekat ke arahku. Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan..

"T-tolong!! Tolong!!!"
"Tolonggggg..."

Bug!
Bug!
"Wahh abang ganteng ini siapanya neng ini ya? Berani banget. "
"Saya kekasihnya. Mau apa anda?!"

Lalu aku melihat dia mebgeluarkan pisau dari saku nya. Aku mulai berbisik..
"Hadi, dia ngeluarin piso tuh.. Kamu hati hati.."

Bug!
Bug!
Bug!
Bug!

"Aaaa" aku menjerit begitu tau kalau aku disekap dari belakang. Sial, dia ternyata membawa temannya.
"Carla!!"
Krekk
Penjahat tadi menusuk perut Hadi..
Suara sirine polisi semakni terdengar kearah kami.
"Hei! Ayo kita kabur!"

"Hei! Berengsek! Mau lari kemana kau??!!"

Lalu saat aku mau mengejar aku mengingat Hadi yang terbaring lemah di trotoar.
"H-ha-hadi.. Kamu gak apa apa kan?"
"La, kamu ga papa kan?"
"K-kamu gak usah mikirin aku ya. Hiks hiks.. Dii kamu bertahan ya.."

Aku membopongnya, sementara polisi tadi mengejar dua orang penjahat itu.

"Aduhh hadii aku gak tau disini ada rumah sakit terdekat ga."

"Ah aku tau.."

Aku mulai melajukan mobil Hadi dengan kencang. Aku tidak ingin menjadi penyebab meninggalnya Hadi nanti.

"Aghh la.."

"T-ttunggu sebentar hadi.. Aku juga panik."

Akhirnya kami sampai di rumahsakit praktik universitas kami.

"A-ayoo.."
Aku membopong nya keluar dan membawanya keruang icu. Berubtunglah yang sedang berjaga malam adalah temanku. Fransiska.

"Sis, t-tolong dong Hadi.. Aku ga mau kenapa-kenapa sama dia."

"Iya la, kamu tunggu diluar aja ya."

Aku tertegun didalam ruang tunggu ini. Aku tidak bisa membayangkan bahwa dia harus meninggal.. Ah tidak boleh terjadi..

"Hiks.. Hikss .. Ha-hadii .. Ibu.. Ayah.."

Aku hanya bisa menangis saat ini. Lalu tidak sadar aku terbaring lemah di sana.

"Engghh.."
"Hai la, aku kira kamu masih pingsan. Kamu ini terkena shok berat jadi kamu pingsan, ya sudah ada 1.5 hari."
"A-aduhh.." Aku memegangi kepalaku yang sakit.
Kemudian aku mengingat Hadi.

"Sas, dimana hadi sekarang? Aku harus melihatnya."

"Tenang saja, dia sedang terbaring di kasurnya, dia sudah sadar."
"Makasih ya sis."

Siska mulai menjalan menjauh.

Aku mendekat ke arah Hadi. Lalu aku merasa tidak enak jika harus meninggalkannya sendiri. Aku menyamparinya.

"Hai hadi.."
Diam, tidak ada suara.
"Terimakasih ya, aku tidak tau jika tidak ada kamu malam itu."
"Sama-sama La."

"Ehh.."
Aku yang tau bahwa dia sudah mulai sadar, bangun dari pinggiran kasurnya.

"Gak apa-apa.. Kamu disini saja. Temani aku."

Grep
Dia merangkul ku, membuat kepalaku kembali ketempat semula.

Deg
Deg
Deg

Ayolah. Kau tidak boleh seperti ini carla..

"Hmm hadi, boleh tidak kalau aku tidur saja di sofa luar."

"Tidak."

Lalu aku melihat dia menggeserkan badannya.

"Sini kemarilah. Tidur disini saja."

"A-aku mana muat di."

"Muat, ayo."
"Kau akan kesempitan."
"Tidak sama sekali."

Lalu aku membaringkan diriku disana.
"Hmm la, lain kali, jika aku menyuruhmu untuk ikut, ikut saja ya?"

"La?"

Ahh ternyata kau sudah tidur. Baiklah mari kita tidur kembali. Ucap handi pada carla. Mereka kembali tidur didalam ranjang yang sama.

Aku dan Sejuta KenanganWhere stories live. Discover now