Jangan ganggu dia

52 0 0
                                    

Ardan sedang berjalan menuju mobil tama dia terlalu lelah untuk membawa motor atau mobil nya sendiri, tugas itu biar diki  yang melakukan. Fikiran nya terus ke dira. Entah kenapa dia selalu memikir kan pembicaraan nya dengan ardi. "Lo lagi mikirin apa sih dan ? Dari tadi sampe ga fokus gitu ?." "Eng.. gue.. gu——" ardan tidak melanjutkan ucapan nya dan mengalihkan pandangan ke luar, ke jalan.

"Tam, kita mampir ke cafe biasa nya. Laper gue" ucapnya, tama mengangguk setuju dengan ucapan ardan. Dia melajukan mobilnya ke arah cafe di daerah kemang.

Ardan pun sedang sibuk memainkan hp nya, dia sedang menghubungi sahabatnya yang lain, diki. Setelah selesai dia kembali dengan pikiran pikiran nya.

Tama mengarahkan ke sebuah cafe anak muda yang lumayan ramai hampir karena sekarang hampir sore. "Yuk dan" ajak nya. Mereka berdua turun dan menuju ke salah satu bangku yang mengarah langsung ke barisan komplek yang berjejer. Ada seorang pelayan cafe yang menghampiri "selamat so——, lha mas ardan" ucapnya karena mengenal dengan pelanggan setia nya ini. Ardan berbalik dan tersenyum senang. "Eh bro, hahaha masih inget aja sama gue" "masih lha mas, tapi udah jarang kesini lagi sibuk ya ?" "Hahaha iya nih, tadi sempetin kesini." Ucapnya. Pelayan itu hanya manggut manggut mengerti. "Mau pesen apa mas ?" Tanya nya. Ardan berfikir sejenak setelah itu dia berkata "gue pesen yang biasa aja ya bro" pelayan itu mengangguk dan pergi meninggal kan mereka berdua. Ardan menyapukan pandangan ke segala sudut sampai tatapan nya tertuju ke bangku berlainan arah dari bangku nya. SIAL!!!!! dia seperti menahan emosi nya.

Tiba tiba dia punya ide gila di otak nya melihat kedua orang itu, terlihat sekali salah satu sangat terpaksa untuk makan disini.

Hahahaha. Terdengar tawa renyah yang mengejek. Tama kaget dan menatap sahabatnya itu. "Lo kenapa bego ?" "Hahahaha" ardan tidak menjawab hanya tertawa dan itu membuat tama takut. Ardan seperti sedang memendam dendam.

PLAAAK

"Sakit goblok. Lo ngapain sih tam ?" "Eh bego gue yang aturan nanya sama lo. Tiba tiba lo diem terus ketawa tawa terus diem lagi. Lo kaya orang gila. Dan lo jadi pusat perhatian, tuh liat!" Ucapnya menunjukkan ekspresi menahan malu karena sikap sahabat nya itu. Ardan melirik disekitar nya sedang menatap nya termasuk pelayan pelayan cafe. Dia tersenyum manis dan meminta maaf karena sudah menganggu ketenangan mereka.

"Maaf kelamaan mas ardan. Ini pesanan nya, selamat dinikmati" ucap pelayan sambil meletak kan makanan yang ardan dan tama pesan. "Makasih bro, oh iya gue boleh minta tolong sama lo ?" Pelayan itu hanya mengenyritkan dahi tanda tidak faham. Ardan berdiri dan segera berbisik di kuping pelayan itu, bisikan itu cukup lama dan pelayan itu manggut manggut dan tersenyum manis.

Ardan menepuk pelayan itu untuk melaksanakan pikiran gila nya. Dia tidak lupa mengeluarkan beberapa lembar uang biruan dan merah lalu menyelipkan ke tangan nya.

Aku hanya bisa tertunduk lemah, melihat sosok di depan ku. Dengan terpaksa aku menemani kaka nya ardan untuk makan di cafe walaupun dia tidak mau, sorotan mata nya itu. Tidak terima penolakan. "Kenapa makanan nya gak enak ? Dari tadi saya ga liat kamu makan nona ?" NONA mulai hari ini aku benci banget seseorang memanggil nama ku dengan sebutan nona. "Eng.. engga saya suka" ucapku dengan terpaksa. Dengan senyum yang dipaksa semanis mungkin.

Tiba tiba seorang pelayan datang ke meja kami dengan membawa sebuah minuman. "Selamat sore bapak" ucapnya. Ardi menatap nya tegas, membuat aku sedikit ketakutan. "Ya" jawabnya. Si pelayan tetap santai menanggapi tatapan membunuh ardi. "Anda sangat beruntung hari ini, bapak dan ibu adalah orang ke 100 yang datang berpasangan dan memesan makanan special kafe kami. Ice cream rainbow ini kafe berikan free untuk bapak sedangkan ibu ice cream chocolate oreo free juga. Silahkan dinikmati" ucapnya dan pergi meninggalkan kami. Aku hanya menatap dengan antusias dengan ice cream di hadapan ku. Tanpa menunggu aku langsung menyantap ice itu dengan lahap. "Yumii" ucapku. Ardi yang melihat itu menyunggingkan sedikit senyum nya dan mulai menatap ice di depan nya. Awalnya dia ragu tapi mulai menyendokkan ice itu ke mulutnya beberapa suap. Dia tidak menyadari ada tatapan jahil sedang menatap mereka. Dan...

Ardan hanya tersenyum hampir tertawa melihat ekspresi kaka nya. Ya, dia mencapur ice cream itu dengan obat pencahar. Ardi mulai merasakan perut nya melilit ini lebih parah dari melilit. "SHIT" umpat nya, dia mulai merasakan seperti ada yang mau keluar. Dia bangkit sebelum dia berlari dia sempat menyuruh aku untuk menunggu dia di meja makan. Dia langsung berlari ke toilet. Aku penasaran dan mulai mengambil ice cream rainbow nya menyendok nya dan ingin memasuk kan ke mulut ku, dengan gerakan tiba tiba tangan ku di cekal oleh tangan ardan. Aku terkaget melepaskan sendok di tangan ku menatap orang itu "ka.. ka ardan" "hmm" dia hanya bergumam "lo jangan makan ice nya si ardi" ucapnya tegas. "Ke kenapa ka ?" Tanya ku penasaran. "Ice itu udah gue campur obat sakit perut." Aku hanya menjawab dengan mulut ku yang memperlihatkan huruf O. Melihat itu ardan tersenyum dan mengacak rambut nya gemas. "Yuk balik" ajak nya. "Ta tapi dokter ardi gimana ?" "Dia gak bakalan keluar toilet cepet. Lo mau disini sampe sore" "i iya ka" aku menurut dan mulai mengikuti ka ardan.

Ardan mengampiri tama yang sedang sibuk dengan permainan di hp nya tepukan pelan pundak nya mengagetkan nya. "Gue bawa mobil lo, mau anterin nih cewek lo balik bareng diki. Dia bilang udah di parkiran." Ucap nya mengambil kunci mobil yang ada di atas meja dan menggandeng cewek dibelakang nya. Tama melirik sekilas ke arah ku mengangguk pelan dan kembali fokus dengan hp nya.

Ardan bertemu diki di tanpa berkata dia hanya menunjukkan tangan nya yang sedang mengandeng tangan ku. Seperti nya diki faham. Aku berjalan ke arah sebuah mobil jazz yang terparkir setelah mendengar bunyi beep yang tanda nya ardan pemilik nya sekarang. Ardan mempersilahkan aku masuk, saat aku ingin masuk tangan ku yang lain seperti ada yang menarik. Tarikan nya sangat kuat sampai aku merintih menahan sakit. Aku berbalik, pemandangan asing yang aku lihat. Ardi sedang berdiri lemah di hadapan ku menatapku penuh marah sambil memegang perut nya yang kesakitan. "Ja jangan ikut dia" ucap nya lirih. Cekalan tangan nya dilepas paksa "jangan ganggu dia bang. Dia gak ada hubungan nya dengan semua ini" ucap nya.

Ardan menarik ku ke dalam mobil dan mobil itu melesat meninggalkan cafe dengan kecepatan lumayan tinggi.

***
Terus vote dan comment nya terima kasih😘

KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang