Aku berjalan keluar gerbang dengan perasaan tenang dan senang, sampai tiba tiba terlihat pemandangan yang sungguh sangat membuat aku benar benar mendecak menjijjkan.
"Udah gue bilang, jangan pernah kesini. Lo budek apa emang mau anter nyawa lo kesini hah ?"
BUK BUK BUK
perkelahian tidak dapat di hindarkan. Terlihat jelas kalo ardan yang dari mata nya dari tadi menyatakan perang. "Gue gak sengaja dan, gue gak mau ngelukain pacar lo" ucapnya lirih dengan darah segar yang terus keluar dari sudut bibir nya. "Diem, brengsek!" Dengan semangat ardan memukul bimo lebih sadis lagi.
PLAKKK
Ardan dan bimo merasakan sesuatu benda menampar kepala nya mereka berdua meringis mengarahkan pandangan ingin membunuh ke orang yang sudah menampar kepala nya. "AP APAAN SIH-" bimo membuka suara tapi segera mengurungkan karena yang diliat itu adalah gadis yang kemarin sempat terkena pisau salah sasaran. "Udah lo berdua main tonjok tonjokan nya ? Ish, udah tua kelakuan masih kaya bocah. Jiji gue. Minggir" aku menerabas tubuh mereka berdua dengan kasar, benar benar merasa jiji melihat tingkah mereka.
"Gara gara lo banci" "gue ? Lo ga salah ngomong ? Bangsat." Mereka masih melanjutkan perkelahian walaupun sekarang perkelahian mulut. Aku berbalik dan langsung menatap tajam kearah laki laki itu. "Berisik sekali lagi, lo berdua gue gantung di tiang bendera tanpa baju PAHAM!" ucap ku tegas dengan tatapan yang menusuk. SIAL!!! teriak ardan dalam hati, dia tidak bisa melawan gadis ini. Aku hanya menatap jengah kearah mereka benar benar bukan panutan lagi. Aku segera mengarahkan kaki ku ke arah mobil yang terparkir di parkiran sekolah. Aku terlalu lelah untuk membawa mobil sendiri. Ya, mau gak mau papa dan mama sedang ada bisnis di luar negeri. Ka ana dan bang afan lagi keliaran gak jelas. Punya dua kaka tapi kelakuan nya ngelebihin anak sd.
"Aaaarrrggghhhhhh" aku sangat frustasi di balik kemudi, berkali kali aku menjedotkan kepala ku ke kemudi sampai terasa sakit.
Aku merasakan basah di perut ku. Ah mungkin aku hanya sedang tidak enak badan.
Aku melanju kan mobil ku ke arah rumah. Di tengah perjalanan aku merasakan perut ku semakin basah.
"Duuuhhh" rintih ku. Aku melihat seragam ku sudah berubah menjadi lautan darah. Ya jahitan nya terbuka. Segera aku mengarah kan mobil ku ke rumah sakit terdekat.
"Dok tolong" "lho kamu kenapa dir ?" "Jahitan nya." "Ok baringkan dirimu disana" aku sudah berada di rumah sakit. Dokter segera menjahit luka ku kembali. Aku merintih karena sudah yang ke tiga kali nya jahitan ku terbuka. "Dok" "eh dokter ardi" tatapan ardi terfokus ke arah ku dan dokter yang sedang menjahit luka ku. Dengan pelan pelan dia meng hampiri ku melihat luka ku. "Cukup parah nona nadira, untuk yang ke tiga kali nya. Hmm sungguh menakjubkan. Biarkan ini saya yang lakukan." Ucapnya, mengusir paksa dokter yang di awal menangani ku. Dokter itu hanya mengangguk dan pergi meninggalkan kami berdua. "Emm," aku bergumam tidak jelas. Dan cukup menganggu konsentrasi dokter ardi. "Ya, ada yang ingin ditanyakan ? Gumaman mu cukup membuat konsentrasi saya terganggu." Dengan santai sambil menjahit luka ku. Tangan nya sangat terampil benar benar terampil sampai sangat rapih jaitan nya. "Terima kasih" "istirahat. Butuh 2 jam untuk sedikit mengering jahitan ini, saya akan suruh dokter memindahkan mu"
"tidak, saya harus segera pulang kedua kaka saya pasti akan bingung mencari saya" "Baik nona nadira, mari saya antar." "HA ?" "ada apa ? Ada masalah ?" "Tidak, saya bisa pulang sendiri" "saya tidak pernah terima penolakan di hidup saya nona nadira" Aku hanya tertunduk lemah meng iyakan ajakan kaka nya ardan. Tatapan nya sungguh tidak bisa terima penolakan sama sekali. Berbeda dengan adik nya ardan.Ardan sedang berjalan menuju mobil tama dia terlalu lelah untuk membawa motor atau mobil nya sendiri, tugas itu biar diki yang melakukan. Fikiran nya terus ke dira. Entah kenapa dia selalu memikir kan pembicaraan nya dengan ardi. "Lo lagi mikirin apa sih dan ? Dari tadi sampe ga fokus gitu ?." "Eng.. gue.. gu--" ardan tidak melanjutkan ucapan nya dan mengalihkan pandangan ke luar, ke jalan.
"Tam, kita mampir ke cafe biasa nya. Laper gue" ucapnya, tama mengangguk setuju dengan ucapan ardan. Dia melajukan mobilnya ke arah cafe di daerah kemang.
Ardan pun sedang sibuk memainkan hp nya, dia sedang menghubungi sahabatnya yang lain, diki. Setelah selesai dia kembali dengan pikiran pikiran nya.
Tama mengarahkan ke sebuah cafe anak muda yang lumayan ramai hampir karena sekarang hampir sore. "Yuk dan" ajak nya. Mereka berdua turun dan menuju ke salah satu bangku yang mengarah langsung ke barisan komplek yang berjejer. Ada seorang pelayan cafe yang menghampiri "selamat so--, lha mas ardan" ucapnya karena mengenal dengan pelanggan setia nya ini. Ardan berbalik dan tersenyum senang. "Eh bro, hahaha masih inget aja sama gue" "masih lha mas, tapi udah jarang kesini lagi sibuk ya ?" "Hahaha iya nih, tadi sempetin kesini." Ucapnya. Pelayan itu hanya manggut manggut mengerti. "Mau pesen apa mas ?" Tanya nya. Ardan berfikir sejenak setelah itu dia berkata "gue pesen yang biasa aja ya bro" pelayan itu mengangguk dan pergi meninggal kan mereka berdua. Ardan menyapukan pandangan ke segala sudut sampai tatapan nya tertuju ke bangku berlainan arah dari bangku nya. SIAL!!!!! dia seperti menahan emosi nya.
Ini awal nya... Yaaaaaa ardan dan ardi. Bersiaplah!
***
Terima kasih yang sudah setia membaca cerita perdana saya ini. Mohon maaf jika tidak menemukan feel nya. Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAMU
FanficKetika sudah kutemukan kamu, tuhan mengambil mu. Ketika aku mulai melupakan mu. Tuhan memberikan wanita itu. Dan aku harus memulai nya dari awal. Bukan dengan mu tapi dengan nya.