Haii readers isma kamvrett*eh kambek maksudnya. Semoga masih ada yang like sama ceritanya. Jangan lupa jempolnya buat pencet voment.
******
"Papa.." lirihnya. Menutup mulut. Luka yang tadi sempat terbuka di hati mulai terkuak lebar setelah melihat pria ini. Ya memang dia sudah berjanji untuk berusaha menerima papa dan Iyel namun bukan sekarang ia butuh waktu.
"Ify.." Pak Hanafi tersenyum lembut kepada gadis kecilnya yang sekarang sudah menjadi anak remaja itu. Ia berjalan mendekat ke arah ranjang rumah sakit di mana Ify berbaring lemah.
"Jangan mendekat!" senyumnya pudar mendengar kata yang keluar dari mulut Ify.
"Ify.." ia memanggil satu kali lagi.
"Ify mohon jangan mendekat pah, Ify belum siap ketemu Papah maaf." Ify memalingkan mukanya. Sakit ya itulah yang dia rasakan saat mengeluarkan kata itu.
Pak Hanafi menghela nafas berusaha mengerti. Beliau tau anaknya pasti membutuhkan waktu untuk menerimanya lagi. Ia masih bersyukur anaknya itu tidak membencinya.
"Baiklah Papa keluar dulu. Papa akan selalu menunggu kapan kamu siap untuk bertemu dengan Papa." pasrahnya di akhir. Beliau keluar dari kamar rawat Ify. Tatapan matanya bertemu dengan seorang pria.
Dia Rio.
"Bagaimana pa?" sejak kecil memang Rio terbiasa memanggil Pak Hanafi dengan sebutan Papa seperti layaknya panggilan Ify untuk kedua orang tuanya.
Pak Hanafi menggeleng kemudian tersenyum. Menepuk bahu pemuda itu beberapa kali."Hibur dia!" titahnya.
*********
Ify masih mengeluarkan air matanya. Dalam hati ia selalu mengucapkan beribu maaf untuk sang Papa. Ify memejamkan matanya. Ada sesuatu halus yang terkena kulitnya. Sesuatu yang menghapus air matanya.
"Jangan nangis!" suara ini suara Rio. Suara pemuda itu begitu menenangkan hati Ify.
"Hiks hiks." Rio menarik Ify kedalam pelukannya berharap pelukan ini membuat Ify tenang.
"Bahkan loe udah janji kepada Deva untuk tidak nangis lagi, melainkan memberinya senyuman.""Hikss kak, Papa balik apa yang harus gue lakuin."
Rio tersenyum sebelum menjawab pertanyaan gadis itu.
"Huftt kumpul bersama dia, bersama keluarga loe, Bersama Iyel, Deva dan juga Papa Hanafi."Ify menghapus air matanya. Menatap Rio dengan tatapan penuh pertanyaan.
"Apa.. apa itu jalan yang terbaik?" Rio tersenyum dan mengangguk yakin.
Ify menghembuskan nafas kemudian menghapus air matanya."Kak panggilin keluarga Ify. Mereka ada di luar kan?"
Rio berlalu keluar setelah sebelumnya mengecup kening Ify dan menggumamkan kalimat.
"Gue harap loe bahagia Fy." dan hal itu cukup membuat pipi Ify merona dan hatinya bahagia.*********
Ify tersenyum, senyum yang selama ini di impikan oleh sang adik, Deva.
Sementara orang yang baru saja masuk ke dalam kamar inapnya dan seseorang yang sudah masuk tapi dia usir ikut tersenyum juga.
"Deva, Papa, bang Iyel." ucap Ify lirih dan bergetar. Iyel tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Dengan segera memeluk Ify erat menyalurkan rasa rindunya untuk adik gadisnya.
"Abang kangen dek."
"Ify juga." Pak Hanafi merangkul Deva. Menyalurkan rasa sayangnya ia senang melihat keluarganya kembali utuh meskipun tanpa adanya Gina, mama mereka.