"Sayang jangan kencang-kencang, Mama capek ngejar"
Ify berusaha mengejar Ravi yang telah bisa menaiki sepedanya di usia yang sudah menginjak 4 tahun. Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa ia dan Rio telah mencapai pada fase ini, jika dulu mengingat bagaimana kisah mereka. Ify terkekeh.
Sampai suatu suara menginterupsi gendang telinganya. Membuat Ify membulatkan matanya dan berlari disertai rasa cemas ke arah Ravi yang baru saja terjatuh dari sepedanya.
"Sayang kamu gak papa kan?" Ify membantu anaknya itu berdiri dibersihkan nya lutut Ravi dari tanah kering, lututnya berdarah pasti sakit.
"Sakit, ma," Ravi mulai merengek.
Ify menghapus air mata yang mengalir di kedua pipi Ravi. Membawa bocah 4 tahun itu dalam pelukannya.
Anak itu sesegukan merasakan perih pada bagian lututnya."Kita pulang ya obati lukannya. Mama gendong,"
Ify seperti dituntut menjadi wonder women dengan punggungnya yang menggendong Ravi, dan tangannya menuntut sepeda kecil milik anaknya. Ia bisa saja menaruh Ravi dial sepedanya namun, harapannya akan sangat kecil jika Ravi mau. Ya beginilah kehidupan yang harus ia jalani di tuntut untuk menjadi kuat.
Beruntung dia tadi tidak terlalu jauh dari rumah, sekitar 7 menit dengan punggung yang terasa berdenyut Ify berhasil membawa anaknya dan mendudukkannya di sofa ruang keluarga.
Dahinya mengernyit tatkala melihat Rio menatapnya tajam dari arah tangga kamarnya dengan tangan yang terlipat di dada.
"Ayah udah bangun?"
Masih di hari Minggu, Rio tidak bekerja. Selepas makan siang tadi dia beserta Suami dan anaknya memilih tidur, 2 jam terlelap Ravi membangunkannya dan meminta untuk ditemani bersepeda, dengan senang hati istri Rio itu mengiyakan permintaan sang anak. Dan meninggalkan suami yang masih terlelap."Dari mana? Baru kemarin kamu langgar peraturanku dan sekarang melanggar peraturan yang lain?"
Rio hampir saja khalap saat melihat Ify menggendong Ravi,
"Ify salah apa lagi?"
Pria itu menggeleng, hampir tidak percaya dengan pertanyaan wanitanya.
"Gak inget kandungan kamu? Kenapa harus gendong Ravi?"
"Kak, Ravi tadi jatuh, lututnya luka maka Ify gendong."
Ify menatap Rio yang berjalan menuruni tangga. Menuju arah sofa. Tak ambil pusing, dia segera menuju rak tempat menyimpan alat P3k.
Sesampainya di sofa Ify mengernyit melihat Ravi yang masih menangis seperti dinasihati oleh sang Ayah.
"Ravi ngerti dong, Mama lagi bawa adek dalam perutnya. Harusnya tadi kamu jangan minta gendong,"
"Ravi kan mau jadi kakak, harusnya bisa lebih mandiri."
Sudah sekitar 2 mingguan ini semenjak ia dikatakan akan memiliki anak kedua Rio selalu memberi nasihat pada putra sulungnya itu.
"Ayah hanya peduliin adek! Ayah gak sayang Ravi lagi hikss..."
Nahkan! Ify sudah akan menduganya. Kemaren adalah nasihat yang ke 6 Rio berikan pada Ravi yang tak kunjung tidur meminta Ify menemaninya. Dan Rio menasihati anaknya untuk lebih mandiri dengan tidur sendiri. Alhasil Ravi menangis sesegukan di kamar dan bilang bahwa ayahnya hanya sayang pada calon adiknya.
"Sayang, obatin dulu ya lukanya."
Ify duduk di samping Ravi, bocah itu masih menangis dan langsung menenggelamkan mukanya pada dada Ify dari samping.