Grepp.
Rio mengunci Ify kedalam sebuah pelukan. Ify terdiam cukup lama. Dia masih terisak, tak mau berlarut dalam pelukan itu dia berontak.
"Lepasin!" Rio bergeming, teriakan bahkan pukulan Ify pada dadanya tak ia hiraukan.
Merasa sia-sia, Ify menyerah. Kemudian menghentikan aksinya.
"Apa mau lo?" tanyanya masih di dalam pelukan pemuda itu. Tak munafik, dia rindu dengan pelukan hangat itu.
"Maafin aku Fy, aku tahu aku salah. Tapi jujur aku cinta sama kamu."
"Loe cinta sama gue tapi loe hianatin gue. Otak lo geser hah?" teriaknya tajam. Rio tetap terdiam. Ify tak kuasa menahan laju air matanya. Cairan asin itu terus saja mengalir seperti keran.
"Selamat ulang tahun dear.."
"Hah?"
****
Tok.tok..tokk..
Ify masih setia mengurung diri di dalam kamarnya. Dia lagi ngambek sekarang.
'Bodo amat' pikirnya sebal.
Ketukan pintu dan panggilan dari luar kamarnya sama sekali tak ia hiraukan. Dia masih kesal dengan kejadian tadi.
F.back.on
"Selamat ulang tahun dear.."
"Hah?" Dia masih terperangah di tempatnya. Rio tersenyum di tempatnya.
"Happy birthday to you, happy birthday to you."
Alunan lagu selamat ulang tahun versi bahasa Inggris tertangkap di indera pendengarannya. Dia berbalik arah. Sudah ada para sahabatnya ditambah dengan Zahra beserta Ray dan Deva membuatnya tak mengerti, sampai akhirnya ia sadar bahwa dirinya menjadi korban kejailan mereka semua.
"Kalian jahat!" pekiknya, kemudian berlari, mengunci diri di dalam kamar.
"Fy, Fy!!" teriak semua orang yang ada di luar. Bodo amat meskipun dia jengkel tapi tak urung juga dia merasa senang pemuda itu tak menghianatinya, pemuda itu masih menyayanginya. Ya Rio.. Seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya.
Flashback.off
***
"Auhh." Rio mengedipkan sebelah matanya ke arah sahabat-sahabatnya. Tanda dia sedang berakting. Iyel yang bereaksi pertama.
"Eh Yo, loe kenapa? Pasti karena tonjokkan gue tadi ya?"
"Pipi gue sakit, Yel. Perut gue juga" rintihnya pura-pura.
Ify yang mendengar suara Rio keluar dengan wajah khawatir. Segera dia lari ke arah pemuda itu.
"Mana yang sakit kak?" pertanyaan bernada penuh kekhawatiran itu sukses membuatnya menyunggingkan senyum. Ify membelai pipinya lembut.
"Aku udah gak sakit kok. Asal kamu gak ngambek lagi sama aku."
"Aku udah gak marah."
Rio memeluk Ify erat. Dia rindu dengan gadis ini. Demi apapun, sesungguhnya dia tak rela jika Ify menangis seperti tadi. Dan dalam hatinya ia berjanji ini untuk terakhir kalinya dia membuat gadis itu menangis. Menangis karena sebuah kesakitan. Ya meskipun hanya karena sebuah skenario belaka.