Alvia
Pasangan yang baru saja menjalin hubungan beberapa Bulan terakhir ini tengah menikmati acara makan malam mereka di sebuah kafe .
Via tampak cantik menggunakan dress hijau tosca mengembang selutut. Dengan rambut yang digerai. Dilengkapi bando putih yang menempel Indah di kepalanya. Tak sesekali ia merona karena pujian Alvin.
"Kak gue kasihan sama Ify. Kak Rio keterlaluan sekali, gak tega. Tadi aja sampai nangis begitu. "
"Mereka udah besar, sayang. Gue yakin Rio bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri, " Alvin menyahut, sesekali memasukan makanan yang tadi dia pesan ke mulutnya.
Via menganguk membenarkan ucapan sang kekasih. Ada, benarnya juga apa yang diucapkan Alvin.
Eh? Tiba-tiba saja tangannya digenggam lembut oleh sang kekasih. Yang mengeluarkan sesuatu dari kotak bludru, sebuah cincin. Kemudian, Alvin menyematkan cincin itu di jari manisnya.
"Happy mensive yang ke3 Bulan sayang. Semoga kita bisa bertemu di Bulan-bulan berikutnya. I love you."
Alvin mengecup punggung tangannya, kemudian tersenyum lembut, beranjak dari duduknya dan mengecup singkat dahinya. Dia tersenyum. Sebelum membalas.
"Happy mensive too. Makasih. I love you too."
Via tak menyangka seorang Alvin bisa melakukan hal yang begitu romantis itu. Tak ada hal yang Indah seiain mensyukuri nikmat tuhan yang telah mengirimkan Alvin ke dalam hidupnya. Dan dengan tulus mencintainya, seorang gadis yang jauh dari kata sempurna.
Segalanya akan selalu begini. Aku mencintaimu setulusnya semuanya hanya kuserahkan padamu
😍😍😍-
-Shiel.
Pelukan dari belakang membuat dirinya sedikit terlonjak. Karena masalah yang semakin rumit, dia ingin menenangkan diri sejenak di rumah sang kekasih. Masih berdiri membelakangi pintu. Iyel masih belum tahu jika Shilla sudah berada di belakangnya. Kepala sang kekasih menyembul dari belakang.
"haii?" sapa kekasihnya lucu. Gemas dia mengacak-acak puncak kepala sang kekasih. Shilla menyeret dirinya menuju sebuah kursi tunggal halaman rumah gadis itu. Karena orang tua sang kekasih tidak ada di rumah. Takut-takut terjadi fitnah.
"Gimana keadaan Ify?" tanya Shilla sambil mengelus rambutnya. Dia berbaring pada, kursi dengan paha sag kekasih sebagai bantal.
"Belum bisa dibilang baik."
"Semua perlu waktu. Mereka sudah besar, jadi bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri, yang harus kakak lakukan adalah menenangkan Ify."
Iyel bangkit dari tidurnya, menatap Shilla tajam. Shilla yang ditatap seperti itu mengerutkan keningnya .
"Ya kamu benar mereka bisa menyelesaikan masalah mereka sendiri, tapi apa kamu gak kasihan terhadap Ify? Dampaknya bagi dia Shill? Dan aku gak yakin setelah ini Ify akan bersikap seperti biasanya."
"Kak Ify sahabatku, aku juga gak tega melihatnya seperti itu."
Iyel mengacak rambutnya frustasi, egonya semakin yakin untuk mengajak Ify pindah sekolah ke Singapore.
"Akan lebih baik kalo Ify pindah dari sini."
Shilla kaget mendengar penuturan Iyel.