0.9

296 21 1
                                    

Grayson.

Setelah memarkirkan motor, gue langsung masuk kedalam kafe. Hari ini cuaca panas banget, akhirnya gue mampir sebentar di kafe sambil menikmati minuman.

"Chocolate milkshake." ucap gue pada pelayan yang mendatangi meja gue.

"Baik, tunggu sebentar." gue mengangguk sebagai jawaban.

Sambil menunggu pesanan datang, gue memainkan ponsel sebentar, hanya untuk balas chat atau stalking orang-orang di social media. Seperti pada orang-orang pada umumnya, setiap suara lonceng kafe berbunyi, pasti langsung menengok dan melihat ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang.

Tiba-tiba darah gue berdesir cepat, dan jantung gue juga serasa seperti maraton ketika gue melihat siapa yang baru saja datang.

Kyiara.

Gue bingung, ini kenapa gue jadi kelagepan nggak jelas pas ngeliat dia? Perasaan kemarin biasa-biasa aja.

Gue terus memperhatikan Kyiara dari saat dia datang, memilih tempat duduk, dan memesan pesanan. Dia nggak sadar kalau dari tadi dia gue perhatiin. Dia duduk di meja dekat jendela, sambil memainkan ponselnya.

Sudah hampir seminggu ini gue nggak ngeliat dia. Soalnya dia izin nggak masuk sekolah karena ada keperluan keluarga. Kalau boleh jujur, sebenarnya gue sedikit kangen sih pas dia nggak masuk. Gue kangen godain dia, gue kangen ngeliat pipinya yang merah kalau gue duduk di dekatnya.

Hati gue berkata untuk mendatangi ke arah tempat Kyiara duduk, tapi logika memaksa gue buat tetap duduk di sini. Ck, jadi bingung.

"Ini pesanannya." pelayan itu mengantarkan pesanan gue, "Selamat menikmati."

"Thank's." ucap gue di sertai senyum

Sambil ngaduk-ngaduk milkshake dengan sedotan, gue memperhatikan Kyiara yang sedang fokus dengan ponselnya. Beberapa kali dia tersenyum setiap ada suara notifikasi masuk dari ponselnya.

Saat gue lagi asik memperhatikan dia, tiba-tiba dia menengok ke arah gue. Dia terkejut, gue pun juga. Salah satu cara buat nutupin keterkejuan gue adalah dengan cara tersenyum ke arahnya. Ya walaupun senyuman gue terlihat kikuk.

🍦🍦🍦

Kyiara.

Astaga! Ada Grayson di sini. Gue deg-degan bukan main ketika dia tersenyum ke arah gue. Duh, gue mesti apa?!

Desiran darah di dalam tubuh gue terasa mengalir begitu cepat. Jantung gue terasa seperti maraton. Pipi gue memanas. Efek yang dia berikan begitu berlebihan buat gue.

Gue mencoba untuk terlihat biasa aja di depan dia. Tapi, susah. Selalu gagal.

"Hai," gue mengangkat kepala, dan hampir saja tersedak minuman ketika gue melihat siapa yang menyapa gue tadi.

"H ... Hai,"

"Lo sendirian?"

"Ya, kelihatannya, gimana?"

Grayson hanya tersenyum kecil.

"Boleh duduk sini, kan?" tanyanya.

"Bo ... Boleh kok,"

"Ekhem," Grayson berdehem, "Gue sering ngeliat nama lo muncul di notifikasi social media gue." katanya.

Deg. Astaga!

"Hehe," cuma cengiran kecil yang bisa gue kasih ke Grayson sebagai respon. Gue tau ini kayak orang bego.

Akhirnya gue sama Grayson mulai melakukan dialog, ya walaupun sedikit canggung. Menurut gue itu lebih baik dari pada harus diam-diaman.

🍦

"Gue anter lo pulang ya," begitu kata Grayson.

Nyokap tadi udah nelponin gue terus, minta gue suruh cepetan pulang. Karena dia nggak berani sendirian di rumah. Soalnya pembantu gue lagi libur kerja.

Gue bete, karena pas banget gue keluar dari kafe, hujan langsung turun. Gue kan ke sini jalan, nggak naik kendaraan. Soalnya mobil gue lagi masuk bengkel. Dan saat itu pula Grayson menawarkan diri untuk mengantar gue pulang. Katanya, kebetulan dia lagi bawa mobil.

Pengen nolak, tapi Grayson tetap keukeh minta gue buat tetap menerima tawarannya. Ya, yaudah. Mau nggak mau gue terima aja. Habisnya dia langsung masang baby face nya sih.

Sekarang, di sinilah gue, berdua bersama Grayson di dalam mobil yang penuh dengan kebisuan. Dia diam, gue diam. Nggak ada musik yang di putar lewat tape. Yang ada hanya suara rintik air hujan yang jatuh menerpa atap mobil dan kaca. Sebenarnya gue nggak suka sama situasi seperti ini, tapi, gue terlalu takut untuk memecah keheningan. Lebih baik gue menunggu Grayson yang mulai membuka percakapan di antara kami.

1 menit.

5 menit.

10 menit.

15 menit.

Nggak ada yang bersuara. Sebenarnya lidah gue udah gatel banget ingin membuka percakapan, tapi, dari mimik wajahnya Grayson sedang fokus dengan kemudinya.

Sayang banget nggak sih, berdua di dalam mobil sama orang yang kita suka, tapi nggak ada percakapan yang di bahas. Seakan-akan kita baru saja menyia-nyiakan waktu yang tuhan beri untuk berinteraksi bersama seseorang yang kita suka.

Ah, bodo. Gue pengen memecahkan keheningan ini. Nggak enak tau diem-dieman kayak orang marahan.

"Gray."

"Kyiara."

Ucap kita berbarengan. Gue langsung menengok ke arah dia, dan Grayson pun juga menengok ke arah gue. Tapi hanya tiga detik. Setelah itu ia mengalihkan pandangannya pada jalanan di depan.

"Lo dulu, lo mau ngomong apa?" kata Grayson.

"Eh? Enggak jadi," ucap gue dengan debaran jantung yang berdetak nggak selow.

Dia malah terkekeh pelan mendengar jawaban gue itu. Kemudian Grayson berdeham dan berkata, "Lo kenapa sih suka banget merhatiin gue diem-diem?"

Bagai tersambar petir gue langsung menegang di tempat. Jadi, selama ini, Grayson tau kalau gue suka perhatiin dia diam-diam? Oh No!

"Hmm... Enggak kenapa-napa,"

"Kata orang sih, biasanya kalo ada yang suka merhatiin kita diam-diam, itu tandanya dia suka."

What the ...

"Terus?" tanya gue.

"Lo suka sama gue?"

ASTAGA!

🍦🍦🍦

Terimakasih untuk kalian yang sudah membaca cerita First Love ini. Aku harap kalian suka. Maaf kalau slow update, karena aku updatenya kalo lg kepengen aja. Hehe. Oh iya, jangan lupa tinggalkan jejak🐾

First Love | Grayson DolanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang